Cara Leluhur Kei Menjaga Laut Tetap Sehat dengan Lavlai

Pada zaman penjajahan dahulu kepulauan ini memiliki daya tarik yang luar biasa bagi banyak bangsa di dunia. Ini dikarenakan cengkeh, lada dan pala sangat dibutuhkan pada waktu itu. Kita semua pasti mengetahuinya!

Ya! Kepulauan Maluku.

Kepulauan yang terletak di ujung timur Indonesia ini tidak hanya memiliki daya tarik sumber daya alam dan keindahan laut serta pantainya tetapi juga menyimpan beragam budaya yang unik.

Pantai di Kampung Elaar

Salah satu budaya uniknya yang ingin saya ceritakan. Sebuah pengalaman berlibur beberapa waktu yang lalu.

Hari itu langit bersinar sangat cerah saat saya dan Feliks Silibun menikmati sagu dan teh hangat manis di ruang tengah. Setelah selesai sarapan kami bersiap-siap ke Museum Siwalima.

Museum ini terletak di desa Amahusu kecamatan Nusaniwe. Museum yang letaknya dipinggir Kota Ambon dan dibangun pada tahun 1973.

Waktu menunjukkan pukul 10:40 pagi saat kami berdua meninggalkan Desa Galala menuju Museum Siwalima. Setelah menempuh jarah sekitar 12 KM kami pun tiba di sana dengan menggunakan sepeda motor.

Meskipun matahari sangat terik siang hari itu namun suasana di sekitar museum sangat sejuk. Pepohonan yang rindang seperti payung raksasa menutupi sinar matahari yang menyengat. Sepanjang jalan yang kami lewati ditutupi bayangan pepohonan yang rebah.

Setelah mengisi buku tamu, kami pun masuk dan melihat begitu banyak peninggalan budaya masyarakat Maluku di setiap ruangan museum Siwalima bersama dengan seorang pengawai di sana.

Lavlai

Semua yang kami lihat ada satu benda yang sangat unik – diletakkan pada salah satu dinding ruangan museum. Benda itu memiliki enam buah batok kelapa kering yang dilobangi dan dimasukkan satu ranting pohon ke dalam lobang-lobang itu. Nama benda itu adalah lavlai.

Menurut pengawai museum yang menemani kami pada waktu itu lavlai adalah alat pemanggil ikan tradisional yang biasanya digunakan masyarakat pesisir pantai Kepulauan Kei Maluku Tenggara beberapa abad yang lampau.

Suara yang dihasilkan lavlai membuat ikan-ikan mendekat. Cara menggunakannya, tangan kita memegang ranting pohon yang mengikat keenam batok kelapa lalu menggoyangkannya.

Goyangan keenam batok kelapa atau lavlai yang terendam di atas permukaan air laut akan mengeluarkan suara-suara tertentu.

Pada saat ikan-ikan sudah mendekat para nelayan menangkapnya lalu dibawa pulang. Ikan yang ditangkap hanyalah ikan-ikan besar saja. Sedangkan ikan-ikan kecil dibiarkan hidup agar populasinya tidak punah.

Dijelaskan juga bahwa lavlai yang dibuat leluhur orang Kei tidak memberikan dampak buruk bagi komponen abiotik dan biotik di laut.

Karena tidak mengotori laut, pasir dan udara di sekitar pantai, serta merusak terumbu karang dan lain sebagainya.

Hal ini dilatarbelakangi sebuah pemahaman bahwa keberlangsungan kehidupan di bumi sangat tergantung pada cara manusia memperlakukan alam semesta.

Sambil berjalan meninggalkan ruang museum satu pertanyaan muncul dan itu menggangu pikiran saya.

Saya pikir kalian semua pun pasti penasaran dan ingin tahu, suara apakah itu dan mengapa suara-suara dari lavlai yang digoyangkan di atas permukaan air laut dapat membuat ikan-ikan mendekat, iya kan?

Nah, menurut pegawai di sana kalau digoyangkan di atas permukaan air laut maka lavlai akan mengeluarkan suara yang mirip dengan suara ikan yang meminta pertolongan karena sedang berada dalam kesulitan.

Bila ikan-ikan yang lain mendengar suara-suara itu maka akan berenang mendekati lavlai untuk memberi pertolongan. Wow, saya berdecak kagum mendengar penjelasan itu.

Dibalik kekaguman itu muncul juga rasa penasaran dalam benak saya. Dari mana leluhur Kei yang hidup berabad-abad lampau belajar mempelajari cara berkomunikasi ikan-ikan di laut?

Lalu dari mana juga mereka mengetahui bahwa jika enam buah batok kelapa disatukan lalu kemudian digoyangkan di atas permukaan air laut maka akan menghasilkan suara-suara yang mirip seperti suara ikan yang sedang berada dalam kesulitan?

Sulit untuk mendapatkan jawaban yang pasti dari pertanyaan-pertanyaan itu. Tetapi yang pasti alam selalu menyediakan bahan baku yang dapat membantu manusia mengambil hasil alam tanpa harus menghancurkan alam itu sendiri.

Pada titik inilah bagi kita yang hidup sekarang dibutuhkan kreativitas dalam mengolah bahan-baku baku yang telah disediakan oleh alam.

Agar laut tetap sehat dan memberikan manfaat yang sebesar-sebesarnya bagi kita yang hidup di masa sekarang dan bagi mereka di masa mendatang.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan