Pengalaman menjadi relawan bencana tsunami di Banten

IMG-20181227-WA0006.jpg

Pagi pukul 03.00 WIB tim relawan dari Greenpeace Indonesia termasuk saya, berangkat menuju Tanjung Lesung persisnya di Pantai Tanjung Ketapang.

Kami sudah tiba di lokasi rumah Mang Ewing pukul 07.00 WIB.

Mang Ewing salah satu team kami, rumahnya kerap kali kami kunjungi sebagai rumah singgah kala kami latihan boat.

Tidak perlu waktu lama, tim lalu bergegas menuju Tanjung Lesung Resort lokasi dimana terdampak tsunami paling parah, di sana banyak Korban luka-luka dan meninggal.

Karena lokasi tersebut menjadi salah satu tempat yang sedang diadakan acara gathering dari PLN dan ada konser musik di pinggir pantai.

Setibanya di gerbang Tanjung Lesung Resort kami dan relawan lain juga para awak media tidak diperbolehkan masuk ke dalam kawasan Tanjung Lesung Resort.

Kabarnya kami harus menunggu dari pihak TNI, Polri dan Basarnas. Tidak ingin banyak menunggu, lalu kami berkordinasi dengan Direktur Resort Tanjung Lesung yang kebetulan memang dia sedang tinggal di tempat Mang Ewing, yang dijadikan rescue team basecamp.

Akhirnya, Siang hari kami baru bisa masuk kawasan Tanjung Lesung Resort.

Dengan tanggap kami berkordinasi dan memberikan bantuan untuk mereka. Di sana tim gabungan masih dilakukan pencarian korban dan memindahkan material bekas tsunami.

Penanganan bencana tsunami Banten cukup tanggap, berbagai pihak sudah siap di Tanjung Lesung resort. Berbagai lembaga dan team evakuasi turut hadir dalam memberikan bantuan kemanusiaan.

Contohnya gabungan dari tim TNI, Brimob, Basarnas, Satpol PP, Pemadam, PLN, awak media yang meliput hingga para relawan dari berbagai organisasi atau komunitas termasuk dari team Greenpeace.

Ketika suasana sudah mulai kondusif, warga sempat panik dengar bunyi sirine tanda bahwa akan ada tsunami susulan.

Warga sekitar sudah mulai mengevakuasi diri ke rumah sanak saudara yang kiranya aman dari lokasi bencana.

Kami juga memiliki Tim Volunteer dari Greenpeace Indonesia, Revin yang pada saat itu tinggal di daerah Labuan, salah satu wilayah terdampak. Kami berkomunikasi secara berkala dengan Revin untuk mengetahui situasi terkini di Labuan

Pukul 22.55 ketika tim sedang melakukan evaluasi kegiatan ini, kami mendapat informasi dari masyarakat Labuan kalau di sana ada bunyi sirene tanda air naik.

Lalu tim segera bergegas mengevakuasi diri ke dataran yang lebih tinggi dengan radius 2 KM dari pantai. Setelah 1 jam dan tanda peringatan dinyatakan aman kami balik ke basecamp.

Peristiwa tsunami  yang terjadi pada tanggal 22 Desember 2018 lalu, telah menelan banyak korban jiwa, menghancurkan bangunan.

Tak hanya itu binatang laut pun ikut terdampak, kami menemukan sejumlah penyu sekarat dan bahkan mati akibat terjebak puing-puing bangunan.

BMKG telah menetapkan sebab tsunami akibat dari air pasang tinggi dan longsor bawah laut dari Gunung Krakatau.

Beberapa bulan sebelum tsunami terjadi, Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan aktivitas, dengan terjadinya beberapa kali letusan kecil.

Co-Writer : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan