Ada Apa Dibalik Kerang Hijau yang Lezat?

Seafood menjadi salah satu makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Selain rasanya yang gurih, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ibu Susi Pudjiastuti selalu mengampanyekan kepada masyarakat untuk makan ikan atau makanan laut lainnya. Terdapat banyak sekali alasan Ibu Susi untuk mengampanyekan hal tersebut, salah satunya karena seafood diketahui memiliki nilai gizi tinggi.

Tidak perlu disuruh, sesungguhnya masyarakat sudah menyukai seafood. Terlebih ketika seafood diolah sedemikian rupa oleh berbagai restoran dan warung makan menjadi sajian kekinian dan lezat. Salah satu seafood yang menjadi favorit masyarakat adalah Asian green mussels (Perna viridis) atau yang populer disebut kerang hijau.

Kerang hijau menjadi salah satu sajian seafood favorit bagi berbagai kalangan usia karena rasanya yang lezat, gizinya yang tinggi, dan sensasi menyantapnya ketika masih dalam cangkang yang cukup menggugah selera makan. Menyantap kerang hijau bersama keluarga dan teman tentu saja memiliki kesan tersendiri. Apalagi saat ini banyak sekali di media sosial beredar video mukbang kerang hijau yang tentu saja semakin membuat penontonnya semakin ngiler.

Tapi sebelum bergegas memesan kerang hijau dari aplikasi favoritmu atau pergi ke restoran seafood, yuk kenali dulu si kerang yang menggoda ini!

Polutan dan Kerang Hijau

Kerang hijau merupakan biota laut yang masuk ke dalam filum Mollusca kelas Bivalvia. Bivalvia memiliki ciri-ciri tubuh berupa 2 pasang katup cangkang yang dihubungkan dengan engsel untuk membuka dan menutup. Ketika sedang menikmati kerang hijau, kamu bisa mencoba mengamati morfologinya.

Kerang hijau diketahui sebagai bioindikator yang dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui kondisi lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk (2012) di Muara Kamal Teluk Jakarta dalam Journal of Environmental Research and Development diketahui bahwa jaringan lunak pada kerang hijau mengandung logam berat.

Logam berat yang terkandung dalam jaringan tersebut antara lain Merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Berdasarkan penelitian kadar logam berat dalam kerang hijau melebihi batas maksimal yang ditetapkan FAO dan IPCS sehingga tidak layak dikonsumsi oleh manusia.

Fenomena ini harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Bagi pemerintah supaya dapat melakukan pemantauan secara ketat terhadap pembuangan limbah ke daerah aliran sungai (DAS) dan laut. Sampai saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan pembuangan limbah ke DAS dan laut secara langsung tanpa dikelola terlebih dahulu.

Tidak hanya menjadi bioindikator terhadap keberadaan logam berat di laut, kerang hijau juga menjadi bioindikator keberadaan mikroplastik. Hal ini diungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Khoironi dkk (2018) dalam International Conference on Green Agro-industry and Bioeconomy yang menemukan mikroplastik di dalam jaringan tubuh kerang hijau. Ukuran mikroplastik yang ditemukan mencapai 200 mikrometer.

Hal ini menunjukkan bahwa mikroplastik tidak tercerna dan akan masuk ke dalam tubuh manusia masih dengan ukuran yang tidak jauh berbeda. Dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa konsentrasi mikroplastik dalam kerang hijau lebih tinggi pada kerang yang hidup di salinitas yang tinggi. Hal ini disebabkan salinitas berpengaruh pada degradasi plastik sehingga terbentuk mikroplastik.

Fenomena mikroplastik maupun mesoplastik yang ditemukan di tubuh biota laut maupun binatang lainnya sudah terjadi berkali-kali. Untuk mengurangi ancaman polusi mikroplastik masuk ke sistem pencernaan kita, kamu dapat turut serta berkontribusi dengan cara berhenti menggunakan plastik sekali pakai.

Nah bagi kamu yang sangat menyukai kuliner kerang hijau tidak perlu khawatir. Masih banyak warung dan restoran yang menyediakan kerang hijau yang dibudidaya di lokasi yang aman. Jadi kamu hanya perlu lebih selektif memilih restoran ya!

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan