Keindahan Banda Neira Yang Terpendam

Jika di artikel sebelumnya, aku bercerita tentang kota Ambon si manise dari timur, sekarang Aku akan mulai bercerita tentang serpihan surga terpendam, yaitu: Banda Neira!

Banda Neira merupakan pulau yang luar biasa, keindahan alamnya seakan mengundangmu untuk selalu ingin melihatnya!

Seluruh pulau yang bernuansa tropis akan membuatmu ingin berlama-lama tinggal di sana.

Tapi, perjuangan untuk ke tempat indah pasti akan selalu ada, cara yang sering dipakai untuk ke sana adalah melalui kapal Pelni yang hanya datang seminggu sekali untuk tujuan ke sana.

Tak lupa, durasi perjalanan yang cukup jauh sekitar 8 jam dari kota Ambon akan membuatmu kelelahan secara perlahan.

Namun, semuanya kan terbayar begitu kau turun dari kapal!

Pemandangan laut yang biru dengan pulau-pulau di sekitarnya tak lupa dengan Gunung Api Banda yang besar.

Tak hanya panorama alam yang sangat indah dan mengagumkan, orang-orang lokal yang sangat ramah dan menyenangkan.

Juga team Young Explorer 2019 dalam perjalanan ini yang selalu membuat  semakin seru dan asik!

Di Banda Neira banyak sekali pedagang-pedagang di kanan kiri, menjajakan oleh-oleh khas Banda layaknya, abon ikan, manisan pala, kue kenari, sirup pala, dan lainnya.

Tak lupa, banyak kedai-kedai berjejer yang nampaknya sudah mulai ramah lingkungan!

Temanku yang mampir ke satu kedai mengatakan, di kedai itu sudah memakai sedotan besi untuk minumannya.

Wah, ternyata aksi mencegah sampah sudah mulai tersebar ke Banda Neira!

Sumber foto dari [Nyeduh Teh]!

Saat kami berangkat ke Pulau Banda Besar tepatnya di Desa Lonthoir, kami langsung disambut secara ramah dengan orangtua asuh kami.

Setelah adanya pidato sambutan dari sekertaris desa, kami semua langsung diarahkan ke rumah-rumah orangtua asuh kami masing-masing.

Aku sangat menyukai hari-hari tinggal bersama orangtua asuhku, mereka merawatku dengan penuh kelembutan.

Ibu asuhku, Mama Nurma selalu saja memberiku secangkir teh hangat dan menyiapkan makanan yang lezat untukku.

Saat Aku sakit, Mama memberiku obat dan memijatku, Aku sangat  bersyukur mendapatkan orangtua asuh layaknya Mama Nurma. Rasa perhatian dan pedulinya sama seperti Ibu kandung ku.

Tapi layaknya semua tempat, Aku pasti mempunyai aktivitas yang akan di lakukan di sini.

Aku sangat menyukai kegiatan eksplorasi perkebunan pala. Ternyata, pohon-pohon yang tumbuh sudah ada dari zaman Belanda lho!

Memetiknya saja tidak sembarangan, ada alat khusus layaknya galah untuk mengambilnya. Kemudian, pala itu sendiri tidak langsung dijual begitu saja, ada proses memilah dan memisahkan biji dan bunga pala.

Pengeringan yang berlangsung berhari-hari dibawah terik matahari untuk hasil yang bagus, dan memilah mana yang sudah siap untuk dijual.

Aku merasa kerja keras mereka harus diapresiasi, karena pekerjaan ini bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Apalagi dengan pala sebagai tumbuhan musiman dan perawatan yang sangat rumit.

Aku berharap pala dan rempah-rempah terus berjaya di Indonesia dan mancanegara, agar mama-mama di Desa Lonthoir terus semangat bekerja!

Terima kasih sudah membaca artikelku. Aku harap kalian akan selalu senang melihat ceritaku.

Wassalamu’alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh!

(Naima Bibianasyifa, SL7 Edirne.)

Foto-foto kegiatan:

KARANGAN LAUT SEHAT 1.jpg

Pohon kenari di perkembunan rempah-rempah Desa Lonthoir yang sudah berumur ratusan tahun.

KARANGAN LAUT SEHAT 3.jpg

Bunga dan biji pala yang nantinya akan menjalani proses pengeringan, ini lho yang menjadi incaran bangsa Belanda pada masanya.

KARANGAN LAUT SEHAT 4.jpg

Ini adalah Mama Nurma, beliau lah yang merawat kami. Kami sangat berterima kasih kepadanya.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan