Tegas Kendalikan Pelaku Bom Ikan!

Aktifitas Penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) semakin menjadi banyak perhatian karena kasusnya cenderung meningkat.

Kegiatan perikanan tangkap yang tidak sesuai prosedur bisa mengacu pada alat tangkap yang digunakan, lokasi, target spesies dan eksploitasi serta dapat muncul di sektor perikanan baik skala kecil dan industri.

Selain pencurian ikan diperbatasan oleh kapal asing yang sering kali kita dengar diberita ada kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan lokal yang juga mengancam kestabilan ekosistem laut dan juga sumber daya ikan.

Salah satunya aktifitas perikanan skala kecil oleh nelayan lokal di beberapa lokasi di indonesia yang masih menggunakan bahan peledak yang bertentangan dengan kode etik penangkapan dan masuk dalam kategori kejahatan.

Kegiatan ini bersifat sangat merugikan bagi sumberdaya perairan, akan tetapi cara yang salah ini masih sering dilakukan karena dinilai memberikan keuntungan instant bagi para nelayan karena merupakan cara cepat mendapatkan hasil tangkap yang melimpah.

Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak ini merupakan cara yang sering digunakan oleh para nelayan tradisional yang khususnya melakukan penangkapan ikan karang. Hal ini sangat memberikan dampak buruk terhadap ekosistem terumbu karang.

Terumbu karang yang merupakan rumah bagi banyak biota laut dan juga sebagai indikator kesehatan laut ini pun harus menjadi simalakama dari kejahatan ini. Selain menghadapi ancaman krisis iklim terumbu karang juga mendapatkan perlakukan buruk dari nelayan maupun dari turis yang tidak bertanggung jawab.

(Photo by Ria Qorina. Terumbu Karang di Kep. Spermonde Hancur Karena Bom Ikan)

Selain merusak terumbu karang penangkapan ikan menggunakan bahan peledak juga sering berimbas pada si nelayan tersebut yang menggunakan bahan peledak itu, kerap kali bom itu menjadi boomerang dan melukai si nelayan tersebut hingga berakibat cacat atau kematian.

Hal ini pun diatur dalam Pasal 85 Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjelaskan :

“Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

Namun dalam prakteknya masih banyak para nelayan tradisional yang nekat menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan.

Kasus Bom Ikan di Indonesia :

Wilayah yang masih menggunakan bahan peledak untuk menagkap ikan ini salah satunya berada di Lampung. Namun Kepolisian Perairan Lampung ini juga dengan sigap menangkap para nelayan yang menggunakan bahan peledak dan dijerat Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Karena melanggar hukum penangkapan.

Karena keserakahan mereka akan sumberdaya alam ini mereka akan menggunakan berbagai cara untuk  menangkap ikan dengan hasil yang begitu besar namun mereka tidak meperhatikan kerusakan kepada ekosistem yang ada dilaut kita ini.

Kasus serupa terkait maraknya aktifitas perikanan yang merusak juga terjadi di Kepulauan Spermonde Makassar, Sulawesi Selatan. Tingkat kerusakan akibat bom dan bius ikan mengakibatkan 70% terumbu karang hancur.

Sangat disayangkan jika ekosistem laut ini dirusak oleh ulah para nelayan yang tidak bertanggung jawab dan akan berdampak besar pada generasi yang akan datang yaitu anak dan cucu kita yang tidak bisa melihat lagi indahnya terumbu karang dan ikan yang sehat sebagai sumber protein utama masyarakat pesisir.

Indonesia memperoleh anugerah Tuhan berupa laut yang sangat luas. Sebagai negara maritim marilah kita rawat ekosistem ini agar anak dan cucu kita bisa melihatnya secara langsung. Sayangi lah ekosistem laut ini sebagaimana kita sayangi keluarga kita sendiri.

STOP ILLEGAL FISHING!

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan