Arti “Laut” Bagi Saya? Media Pembentuk Kebinekaan Indonesia

Apa yang muncul di benak teman teman ketika mendengar kata “Laut”?

Sering kali ketika kita mendengar kata “Laut”, gambaran yang mungkin muncul di benak kita; ombak, pantai, ikan, kapal, atau mungkin terumbu karang.

Dalam artikel ini, saya ingin mengajak teman teman berfikir lebih luas bahwa ketika kita berbicara tentang laut, it is not only off shore and underwater.

Kadang kita lupa, atau mungkin belum tahu bahwa di laut, terjadi banyak kejadian yang membentuk kita menjadi siapa kita hari ini.

Perdagangan, perjanjian antar negara, peperangan juga terjadi di laut lho!

Di awal tahun 2019, saya memutuskan untuk melakukan ekspedisi di kota kota sepanjang Pantai Utara Jawa.

Ekspedisi itu untuk melihat secara langsung dengan mata kepala saya sendiri sejarah yang dulu saya pelajari di SMA.

Yakni mengenai ekspedisi laut seorang laksamana yang tidak biasa, seorang laksamana yang tidak hanya membawa misi berdagang tetapi juga memberikan pengaruh bagi identitas maritim Indonesia saat ini.

Laksamana luar biasa tersebut bernama Cheng Ho. Apakah teman teman pernah mendengar namanya?

Dalam misi melihat secara langsung dampak Rute Laut Laksamana Cheng Ho di Pantura, saya mengawali perjalanan di Jakarta dengan mengunjungi Museum Cheng Ho dan Museum Hakka Tionghoa di Taman Mini Indonesia Indah.

Seru sekali mengetahui seluk beluk siapa Laksamana Cheng Ho dan tempat tempat yang beliau kunjungi di sepanjang pantura. Ini titik awal saya menentukan ke kota mana saja saya akan pergi di sepanjang Pantura.

Di Museum Hakka TMII, saya mengumpulkan informasi bahwa Cheng Ho mengunjungi kota kota di Pantura beberapa kali dengan tujuan utama berdagang dan menjalin kerjasama dengan kerajaan Majapahit.

Tercatat, dari tujuh kali perjalanan misi memperluas cakupan kerjasama perdagangan Dinasti Ming, Cheng Ho melakukan lima kali perjalanan ke Indonesia, 4 diantaranya mengunjungi kota kota di sepanjang Pantura.

Berikut adalah detail Ekspedisi laut Cheng Ho yang dipublikasikan oleh MuseumHakka Tionghoa Indonesia beserta tujuannya;

  1. 1405-1407 Calicut, Champa, Java, Sumatra, Ceylon
  2. 1407-1409 India
  3. 1409-1411 Champa, Temasek, Sumatra, Ceylon
  4. 1413-1415 Champa, Java, Sumatra, Malaya, Maldives, Ceylon, India, Hormuz
  5. 1417-1419 Champa, Java, Palembang, Aden, Mogadishu, Brawa, Mal
  6. 1412-1422 Africa
  7. 1431-1433 Champa, Surabaya, Palembang, Malacca, Ceylon, Calicut, Africa dan Jeddah, hingga akhirnya Cheng Ho meninggal dunia pada ekspedisi laut ini.

Perjalanan Cheng Ho ke Nusantara menjadi bukti betapa kaya negara kita dan betapa penting keberadaan Nusantara di masa lampau.

Setelah mengumpulkan sejumlah data baik yang saya kumpulkan dari Museum maupun studi literatur, saya segera berkemas dan kota pertama yang saya singgahi adalah Cirebon, Jawa Barat.

Di Cirebon, saya bertemu dengan Otoritas Pariwisata Keraton Kesepuhan Cirebon untuk mengetahui jejak peninggalan Cheng Ho di Kota Cirebon.

Keraton Kesepuhan Cirebon saya pilih karena Keraton ini merupakan salah satu destinasi pariwisata utama di Kota Cirebon yang menyimpan banyak sejarah Cirebon.

Jujur saja, pada saat itu saya tidak tahu darimana saya harus memulai perjalanan menelusuri Rute Laut Cheng Ho di Cirebon terkait dengan keterbatasan data literatur.

Dimana ada kemauan, pasti ada jalan

Benar saja, di Keraton Kesepuhan Cirebon saya bertemu dengan Bapak Raden Muhammad Hafidz Permadi.

Beliau memberi saya sejarah singkat perjalanan Cheng Ho di Cirebon dan petunjuk kemana saya harus pergi selanjutnya sehingga saya dapat menjumpai peninggalan Cheng Ho di Cirebon.

Secara garis besar, peninggalan Cheng Ho di Cirebon dapat dijumpai melalui perkembangan Islam di Cirebon dan sejarah kerjasama perdagangan antara Cirebon dengan Dinasti Ming.

Saat singgah di Cirebon, Cheng Ho mengutus Syekh Nur Jati untuk misi menyebarkan agama islam di Cirebon.

Asumsi yang berkembang hingga saat ini, tanpa kerjasama yang dibangun Cheng Ho sebelumnya, Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien Nie tidak akan pernah bertemu.

Tanpa pernikahan Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien Nie, kesenian keramik tempel tidak akan menjadi identitas Cirebon saat ini.

Semarang, Jawa Tengah menjadi kota tujuan kedua saya dalam ekspedisi Rute Laut Cheng Ho Pantura. Di kota ini, nama Cheng Ho memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Semarang. Di klenteng Sam Po Khong, saya belajar mengenai kunjungan “tidak disengaja” Cheng Ho ke kota lumpia ini.

Sebelum kunjungan Cheng Ho ke kota Semarang, komunitas Tionghoa sudah berkembang pesat di kota ini. Kunjungan Cheng Ho ke Kota Semarang berhubungan dengan gambar berikut:

Gambar di atas adalah gua yang menyimpan air keramat. Dalam perjalanannya membangun kerjasama perdagangan dengan kerajaan kerajaan di Jawa, suatu kali, nahkoda kapal Cheng Ho mengalami sakit parah.

Keadaan ini membuat Cheng Ho memutuskan untuk bersandar di Semarang untuk menyembuhkan nahkodanya.

Di gua yang terletak di kompleks klenteng Sam Po Khong ini, Cheng Ho mengambil air yang menyembuhkan nahkodanya dari penyakit.

Cheng Ho melanjutkan perjalanannya namun nahkodanya tetap tinggal di Semarang. Dari kejadian tersebut, pengaruh Cheng Ho menyebar dengan luas di Kota Semarang dan beliau menjadi sosok yang dikagumi banyak orang karena kebijaksanaannya.

Saya mengakhiri perjalanan saya di kota pahlawan Surabaya, Jawa Timur. Di kota ini, selain patung ikonik Sura dan Buaya, terdapat Masjid Cheng Ho yang dibangun oleh komunitas Muslim Tionghoa di Surabaya.

Saat ini, Jawa Timur menjadi rumah bagi masjid Cheng Ho terbanyak di Indonesia, beberapa diantaranya ada di Jember, Pandaan, Tuban dan Banyuwangi.

Salah satu karakteristik pedagang tionghoa diseluruh dunia adalah mereka selalu meninggalkan pengaruh bagi masyarakat di negara tujuan perdagangan.

Bagi teman teman yang belum tahu, Laksamana Cheng Ho adalah seorang Muslim Tionghoa.

Dalam misi membangun kerjasama perdagangan antara Dinasti Ming dengan kerajaan kerajaan di Asia dan Afrika, pengaruh muslim tionghoa Cheng Ho juga menjadi salah satu pengaruh yang ikut tersebar dalam ekspedisi laut Cheng Ho.

Di masjid Cheng Ho Surabaya, keindahan lekukan bangunan dengan perpaduan warna merah, hijau dan kuning yang menggambarkan arsitektur China yang kental menjadi sisi indah dari masjid ini.

Masjid ini menjadi gambaran bahwa yang membuat Indonesia menarik adalah sisi keberagaman kita, sisi yang membuat kita unik dan berbeda.

Rute Laut Cheng Ho menjadi salah satu contoh kecil dari sekian banyak kejadian yang membentuk Indonesia menjadi seperti sekarang.

Rute laut Cheng Ho menjadi bukti bahwa laut kita menyimpan banyak cerita menarik dan membawa pesan bagi kita di masa sekarang.

Laut kita menceritakan siapa kita di masa lampau, yang membentuk kita di masa sekarang, dan menentukan siapa kita di masa mendatang.

SEBELUM SAYA AKHIRI, ADA PESAN PESAN PARIWARA YANG INGIN SAYA SAMPAIKAN DARI PERJALANAN INI 🙂

Sebagai seorang umat Nasrani yang tinggal di negara Muslim terbesar di dunia, saya bangga bahwa sebagai seorang Nasrani saya bangga bahwa saya tinggal di negara menjadi tempat jutaan peristiwa terjadi baik itu di darat maupun di laut yang membuat saya kaya secara spiritual.

Kolonialisme yang membawa pengaruh Nasrani, pengaruh Muslim dari hasil pedagangan dan persebaran Islam dari timur tengah, pengaruh Hindu dan Buddha dari daratan Asia Kontinental, pengaruh Tionghoa, India, dan Jepang yang membuat saya semakin bersyukur dilahirkan di negara yang menjadi melting pot peradaban dunia.

Itulah yang membuat saya bangga, kemanapun saya pergi di dunia ini, saya membawa Indonesia bersama saya. Kemanapun saya pergi, saya membawa keberagaman, toleransi, dan pola pikir yang bisa saya sebarkan bagi orang banyak.

Saya seorang Nasrani dan akan selalu ada Muslim, Hindu, Buddha, Tionghoa, Animisme di dalam saya.

Akan selalu ada Indonesia di dalam saya. Mari kita bangga menjadi diri kita sendiri dan bangga bahwa laut kita, daratan kita, langit kita, saudara saudara kita, menjadi rumah yang penuh dengan karunia Tuhan yang perlu kita jaga bersama.

Dirgahayu Indonesia 74, Menuju Indonesia Unggul, Merdeka!

Itu arti laut bagi saya? Apa arti laut bagi kamu?

Editor: AN.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan