Pentingnya Edukasi Pemeliharaan Laut Sejak Dini

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia juga dijuluki sebagai negara maritim. Pun fakta bahwa Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan panjang 108 ribu kilometer, setelah Kanada.

Mengapa demikian? Dikutip dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP), dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan dengan luas 5,8 juta kilometer persegi dan sisanya, 2,01 juta kilometer persegi berupa daratan.

Berdasarkan kondisi tersebut, tidak heran jika Indonesia meyimpan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar. Potensi tersebut akan terus berkembang jika dimanfaatkan dan dijaga dengan baik. Akan terasa percuma jika punya aset yang bernilai besar, tapi tidak bisa menjaganya.

Jika ditanya perihal kabar laut di Indonesia, sudah tentu ia sedang tidak baik-baik saja.

Salah satu cara membuat laut tetap lestari adalah dengan mengatasi segala pencemaran yang merusak ekosistem laut di Indonesia. Pencemaran laut merupakan salah satu masalah lingkungan yang sangat krusial dan seringkali disebabkan oleh aktivitas manusia.

Tingkat pencemaran di beberapa wilayah perairan Indonesia saat ini semakin meroket. Penyebabnya beragam, mulai dari membuang sampah di laut, pengeboman ikan di daerah terumbu karang, pembuangan limbah pabrik, dan lain sebagainya. Pencemaran tersebut secara tidak langsung akan mengakibatkan ekosistem dan biota laut mati atau bahkan punah.

Sampah laut dari hari ke hari semakin bertambah. Kepadatan sampah laut beragam dari satu lokasi ke lokasi lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia, kondisi perairan atau cuaca, struktur dan perilaku permukaan bumi, titik masuk, dan karakteristik fisik dari materi sampah.

Sampah laut memiliki jenis yang beragam, mulai dari plastik, logam, gelas, kayu olahan, kertas, kardus, ban, bahkan pakaian atau perabot rumah tangga lainnya. Tumpukan sampah ini akan membuat air tidak lagi jernih dan kesegaran air laut semakin berkurang.

Miris sekali jika mendengar kabar ada hewan laut mati akibat menelan puluhan kilogram sampah plastik. Salah satu contoh kasusnya terjadi pada November 2018 lalu. Seekor paus jenis Sperma terdampar dan mati akibat memakan 5,9 kilogram sampah di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tidak hanya di Indonesia saja, kasus tersebut juga banyak ditemui di beberapa negara lainnya.

Di samping hal tersebut, meskipun produksi ikan di Indonesia melimpah ruah, sayangnya tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, terutama nelayan untuk menjaga dan mellindungi lautan.

Maraknya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, seperti pukat harimau, cantrang, dan penggunaan bahan peledak telah mengakibatkan degradasi lingkungan dan memiliki pengaruh yang sangat besar. Kerusakan lingkungan yang terjadi telah menyebabkan eksosistem laut semakin terancam.

Kurangnya pemahaman masyarakat untuk menjaga kondisi laut adalah salah satu permasalahan yang harus segera diatasi dan dicarikan solusi. Tujuannya agar masyarakat lebih menyadari pentingnya keberadaan laut, terutama laut Indonesia.

Pengetahuan mengenai laut perlu ditanamkan sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa. Hal ini bertujuan agar dapat menjaga sumber daya laut dan pesisir dengan cara yang baik serta menumbuhkan kecintaannya terhadap laut.

Menjaga laut Indonesia tidak hanya peran dari pemerintah dan pemegang kepentinga tapi masyarakat juga memiliki peranan penting dalam menjaga laut. Tidak hanya sekadar mengawasi, mencegah, bahkan menghentikan pencemaran dan perusakan lingkungan perairan, tetapi juga bahu membahu melindungi laut Indonesia.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan