Kisah Si Penjaga Garis Pantai

Kala itu, panas dan terik. Untuk kesekian kalinya, aku melihat pria bertopi dan berbaju lusuh itu masih saja bergumul di lumpur. Kulitnya gelap, akibat terpapar sinar matahari. Tubuhnya selalu membungkuk sambil menanam bibit-bibit itu dengan sabar, sesekali ia menegakkan tubuhnya sambil mendesah lelah.

Aku menghembuskan nafas, tak habis pikir. Hari ini panas matahari terlalu ganas, kenapa dia masih mau bersusah payah seperti ini?

“Hei, kenapa mau melakukan hal seperti ini?” tanyaku.

Bibit terakhirnya, selesai ditanam. Tubuhnya menegak dengan perasaan lega. Kedua sudut bibirnya nampak samar tertarik keatas, “Butuh kesabaran untuk memperbaiki alam.”

Aku mendecak, “Klise.” Pikiranku melayang akan perbuatan manusia yang seringkali merusak alam.“ Jumlah manusia akan terus meningkat kedepannya, mereka butuh tempat tinggal, pabrik, makanan dan minuman hingga peralatan rumah tangga mereka. Di sisi lain, sumber kehidupan yang kalian butuhkan itu tetap, tidak berubah.”

“Manusia akan tetap merusak alam pada akhirnya.” Tambahku. Dingin.

Ia nampak menghembuskan nafasnya, pandangannya menurun pada bibit-bibit yang baru saja ia tanam, “Pasti akan ada lebih banyak orang yang peduli nantinya.”

Aku tersenyum sinis, menanggapi balasannya yang kental akan nada pengharapan di dalam suaranya. Aku sudah sering mendengarnya!

“Kang Hadi, sudah selesai, nih!” teriak salah satu anggota yang diamini oleh beberapa orang, membuat pria bertopi itu menoleh dan mengacungkan ibu jarinya.

Kemudian, kang Hadi melihat kembali hasil jerih payah yang mereka lakukan hari ini dengan sorot mata puas pada bibit-bibit yang tertanam rapi membentang, “Besok saya akan kembali lagi kesini.”

Lagi. Aku menghembuskan nafas melihat punggungnya yang kian menjauh bersama dengan anggota-anggotanya menuju kapal mereka.

Kapan mereka akan berhenti?

Perasaan menggelitik itu kembali terasa, dan selalu terjadi setiap kali sosok kang Hadi itu datang kesini membawa pasukannya hanya untuk mengantarkan pasukan baru untuk kami.

Berulang kali, mereka meyakinkan kami bahwa eksistensi kami sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup bumi ini. Daratan, kehidupan laut dan bahkan kehidupan mereka bergantung pada kami. Tapi, berulang kali juga, sebagian dari mereka melakukan kesalahan yang sama.

Mereka bilang, aku adalah si penjaga garis pantai. Tapi faktanya, aku tanpa orang-orang seperti Kang Hadi hanya sebatas budak pemuas kehidupan manusia.

Jadi, mengenai pertanyaan terakhirku. Pertanyaan yang selalu muncul setiap kali melihat orang-orang seperti kang Hadi.

Kapan kalian akan berhenti? (*)

Foto via Pixabay: TanjaC

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan