Limbah Masker dan Sarung Tangan Ancam Ekosistem Lautan

Sampah’  sebuah masalah yang sudah teralalu sering kita dengar, yang hingga saat ini sampah menjadi masalah besar di Indonesia. Khususnya dikondisi pandemi ini, masker dan sarung tangan sekali pakai yang digunakan untuk menghindari penularan Covid-19 menimbulkan masalah baru terhadap ekosistem lautan.

Indonesia berada diperingkat kedua negara penghasil sampah plastik terbesar didunia setelah China. Setiap tahunnya Indonesia memproduksi  3,2 juta ton sampah plastik yang sebagian besarnya berakhir di lautan, bila dirata-rata setiap penduduk Indonesia bertanggungjawab atas 17,2 Kg sampah plastik yang mengapung dan mencemari ekosistem di laut, dikutip dari cekaja.com (7/1).

Keseriusan pemerintah dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan laut sangatlah kurang, dapat dilihat dari angka 3,2 juta ton sampah plastik yang mencemari lautan tersebut, dan khususnya dikondisi yang seperti ini, lengahnya pengguna masker dan sarung tangan dalam penularan Covid-19 .

Penanganan sampah medis tidak dilakukan dengan cermat sehingga tercecer hingga sampah PPE (Personal Protective Equipment)  seperti masker, sarung tangan dan APD banyak ditemukan di laut. Pandemi covid-19 telah menjadikan laut dipenuhi oleh sampah jenis baru tersebut .

Dilansir dari Matador Network, kamis (28/5) pengguna masker dan sarung tangan lateks sekali pakai yang dibuang sembarangan telah ditemukan ditaman, pantai hingga lautan diberbagai wilayah di dunia. Karena terbuat dari bahan terurai secara alami dan dapat mengancam ekosistem.

Pemerintah diharapkan mempromosikan penggunaan masker dari bahan kain yang bisa di cuci dan dipakai berkali-kali. Masker jenis tersebut juga dinilai aman dan ramah pada lingkungan.  Selama pandemi APD telah membantu menyelamatkan banyak nyawa tentu kita perlu mempertimbangkan cara membuangnya dengan benar .

Limbah masker dan sarung tangan yang dibuang sembarangan dari sungai, pantai, hingga lautan, tentu dapat merusak ekosistem laut itu sendiri atau merusak sumber pangan dan perikanan terbesar, merusak penghasil 50 persen oksigen bagi organisme didarat dari fitoplanktondan penyerap karbondiosida .

Ekosistem laut memiliki peran yang sangat besar, terhadap organisme laut itu sendiri dan manusia. Peran ekosistem laut bagi organisme laut ialah sebagai tempat mencari makan dan tempat tinggal atau berlindung, dan peran ekosistem laut bagi manusia yaitu penahanan gelombang, spot wisata, tonggak pertahanan pangan, penyerap karbon, dan lainnya .

Namun disayangkan saat ini ekosistem laut kita banyak menghadapi masalah diantaranya pemanfaatan berlebih, polusi sampah , penangkapan destruktif, dan pembuangan limbah. Membuat laut semakin terjerat dalam lingkaran krisis dan kita perlu sadar dan bangun untuk membuat perhatian khusus pada masalah laut .

Di Indonesia terdapat satu peraturan yang khusus mengatur tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, yaitu Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999. Keberadaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dalam kaitannya dengan UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan undang-undang Iainnya antara lain UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan.

Peraturan ini sangat melindungi dan menjaga kelestarian lingkungan laut dari segala bentuk pencemaran, sehingga masyarakat juga dapat merasakan dampak positif dari lingkungan itu sendiri. Kita sebagai masyarakat harus belajar mengenali lingkungan, sangat penting karena kita perlu mengetahui pentingnya menjaga lingkungan.

Selain belajar kita harus melakukannya, karena dengan tindakanlah kita bisa menyelesaikan segala permasalahan. Jadilah masyarakat yang peduli dengan lingkungan, karena lingkungan itu sendiri yang memberikan kita kehidupan .

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan