Sampah Laut Mengancam Ekonomi Pariwisata

Sampah menjadi salah satu permasalahan penting yang melanda masyarakat modern. Banyaknya jumlah barang yang dikonsumsi tidak sebanding dengan banyaknya tempat pembuangan maupun manajemen pengolahan sampah yang baik.

Hal tersebut kemudian menyebabkan banyak sampah terbuang ke hilir, tidak terkecuali di lautan.  Laut dianggap tempat paling aman untuk membuang sampah karena jangkauannya yang luas sehingga dianggap akan membawa sampah-sampah yang dibuang menjauh atau bahkan hilang.

Namun, kenyataannya, sampah-sampah yang dibuang ke laut pada akhirnya akan kembali ke daratan (pantai). Hal ini bisa dilihat pada saat akhir tahun atau pada saat curah hujan tinggi. Dimana banyak sekali sampah yang bisa ditemukan berserakan di bibir pantai.

Turis bermain di pantai Kuta yang ikonik di Bali yang tertimbun sampah plastik saat musim hujan di Denpasar, Bali. Pantai Bali dipenuhi oleh sampah plastik yang menjadi rutinitas tahunan karena cuaca musim hujan, pengelolaan limbah yang buruk, dan krisis pencemaran laut global. / Foto: Made Nagi / Greenpeace

Banyaknya sampah yang berserakan di bibir pantai bukan hanya sampah alami yang memang berasal dari laut seperti rumput laut, namun juga sampah konvensional yang berasal dari produk hasil konsumsi masyarakat modern yang sebagian besar adalah sampah plastik.

Masalah ini jelas membawa banyak dampak yang tidak baik, bukan hanya untuk biota laut saja, namun juga berdampak terhadap kelangsungan pariwisata khususnya pariwisata pantai. Seperti yang pernah terjadi di Pantai Kuta, Bali. Hampir setiap tahun di Pantai Kuta ini selalu ditemukan sampah yang berserakan di bibir pantai.

Hal ini membuat kondisi Pantai Kuta menjadi sangat kumuh dan kotor. Kondisi ini menyebabkan banyaknya wisatawan yang merasa tidak nyaman saat sedang berwisata di kawasan ini. Selain itu, banyaknya volume sampah yang ada di pantai membuat wisatawan tidak bisa berenang dengan kondisi air yang tercemar sampah, apalagi jika terdapat sampah kayu yang pastinya sangat berbahaya jika terkena tubuh.

Permasalahan ini pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang datang untuk berwisata di kawasan Pantai Kuta. Jika sampah yang berserakan tidak segera dibersihkan, maka akan semakin sedikit wisatawan yang datang berkunjung karena meerasa tidak nyaman ketika berkunjung ke Pantai Kuta.

mikroplastik
Sampah plastik terlihat di dasar laut di Laem Sai, pantai Karon, Phuket, Thailand. / Foto: Sirachai Arunrugstichai / Greenpeace

Meskipun banyak pendapat maupun opini yang mengatakan bahwa banyaknya sampah yang terdapat di Pantai Kuta adalah sampah kiriman, namun tetap saja sampah itu berasal dari masyarakat di daratan (aktivitas manusia). Dimana hal tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa permasalahan ini berasal dari perilaku masyarakat yang masih belum bisa melihat laut sebagai tempat hidup.

Jika masyarakat masih membuang sampah sembarangan, yang akan dirugikan bukan hanya manusia, tapi juga biota laut yang menjadikan laut sebagai tempat hidupnya. Sampah-sampah terutama sampah plastik yang tidak bisa terurai akan selalu menjadi parasit dalam kehidupan makhluk laut di dasar sana.

Hal ini akan mengganggu ekosistem laut dimana akan banyak biota laut yang mati karena sampah lautan. Mereka yang tidak mengetahui tentang sampah akan menganggap sampah yang berada di lautan sebagai makanan yang bisa dikonsumsi.

Jika ini terjadi terus menerus maka makhluk hidup yang mengkonsumsi sampah tersebut terutama sampah plastik, lama kelamaan akan mati karena sampah yang tidak dapat terurai di dalam perutnya. Kabar ini sudah lumrah kita dengar di berbagai media, menunjukan memang benar adanya sampah di laut sudah kronis.

Kondisi ini jika dibiarkan terus menerus akan memberikan dampak yang semakin buruk baik bagi makhluk hidup yang tinggal di laut, maupun mereka yang menggantungkan hidupnya di laut. Hal tersebut yang membuat kita sebagai masyarakat modern harus mampu berperilaku dengan baik.

wisata laut / marine tourism
Dampak negatif sampah plastik berdampak terhadap ekosistem laut, komunitas nelayan pesisir, dan pariwisata. / Foto: Chanklang Kanthong / Greenpeace

Gebrakan Indonesia yang juga menggantungkan strategi pembangunan pada industri pariwisata untuk menggerakan ekonomi sudah sepatutnya memperhatikan aspek kebersihan lingkungan yang berkelanjutan. Sektor pariwisata diyakini bakal menjadi pemasok devisa terbesar negara .

Berbagai Efek positif telah di rasakan masyarakat dalam banyak hal. Terutama tenaga kerja, kebudayaan, seni, kuliner, perhotelan dan restoran atau akomodasi, transportasi, semua menjadi makin hidup. Akan lebih baik jika kondisi ini dibarengi dengan strategi penyadartahuan masyarakat , pengurangan, dan manajemen pengelolaan sampah di darat.

Saling menjaga dan menghargai sesama makhluk hidup menjadi dasar bagaimana berperilaku yang baik. Kesadaran adalah kunci utama menyelesaikan permasalahan ini, karena bagaimanapun caranya, jika tidak ada kesadaran dari masyarakat maka tidak akan ada penyelesaian terkait permasalahan ini.

Baca juga: Bukan Sekedar Bersih-Bersih Pantai, Publik Perlu Memahami Akar Masalah Sampah Plastik dan Politik Ekonominya

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan