Relawan Greenpeace Semarang Audit Merk dan Bersihkan Pantai Maron

Plastik menjadi salah satu  material yang sering di gunakan dan mudah di cari oleh masyarakat, dari pedagang kecil hingga pasar modern. Sifatnya yang kuat dan tahan air menjadikan plastik sebagai kebutuhan dasar dalam keseharian.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Semarang pun memiliki konsumsi yang tinggi akan plastik sekali pakai. Plastik sekali pakai seperti sedotan,botol plastik, gelas plastik, kantong kresek yang paling sering di gunakan ini pun sering kami temukan sampahnya berceceran.

Faktor utama seperti kesadaran masyarakat dalam kurang bijaknya menggunakan plastik sekali pakai dalam keseharian menjadi masalah. Terlebih produsen besar hanya menggunakan plastik sekali pakai dalam mendistribusikan setiap produknya.

Hal ini pada akhirnya tentu menimbulkan dampak sangat negatif bagi lingkungan. Berangkat dari hal ini, team relawan Greenpeace Youth Semarang pada hari Minggu, tanggal 15 September 2019 melakukan “ Beach Clean Up dan Brand Audit” di Pantai maron letaknya di tirang belakang bandara lama Ahmad Yani Semarang.

Greenpeace Youth Semarang melakukan kegiatan ini tidak sendirian, melainkan berkolaborasi bersama dengan beberapa komunitas dan organisasi yang ada di Semarang.  Kegiatan kali ini dihadiri olehi 32 relawan yang di dominasi oleh anak muda.

Selama kegiatan berlangsung kita banyak menemukan beberapa merk besar di Pantai Maron, total kami mengumpulkan 7 karung sampah plastik sekali pakai.

Sehabis kita memunguti, kami mulai memilah dan melakukan pendataan sampah. Selama kegiatan tersebut berlangsung kami banyak menemukan  brand yang terkenal seperti :

Vit (6), beng-beng (12), energen (4), mie gelas (5), pop mie (27), masako (7), Cheetos (5), kantong plastik (146), sedotan (218), sterofom (82), milo (14), attack (5), nestle (5), abc kopi (12), indomie (24), isoplus (4), tango (6), Indofood (13), molto (11), malkist roma (8), pepsodent (17), lem castol (6), aqua (25), mie sedap (5), botol sanitizer (8), kantong plastik indomaret (20), sarimie (5), gudang garam (5), cone snack (6), cheetos (5), sendok plastik (25), pilus (6) dan lain sebagainya.

Tidak hanya itu,  terdapat juga limbah plastik lainnya termasuk alat rumah tangga, handuk, kain, popok, dan lain sebagainya  tercecer di pesisir Pantai Maron.

Alhasil dari kegiatan ini kami memperoleh 89 kilogram dari total 7 karung. Hasil tersebut hanya pada satu lokasi. Bisa dibayangkan jika seluruh titik wilayah dilakukan kegiatan ini. Berapa jumlah sampah yang tercecer di lingkungan setiap harinya.

Setelah selesai, sampah yang terkumpul dibawa ke pengepul di sekitar wilayah Semarang. Selanjutnya peserta brand audit beristirahat dan melakukan evaluasi  kegiatan dengan volunteer Greenpeace Semarang.

Relawan dan komunitas yang kami undang hari ini telah mendapatkan pengalaman yang mengejutkan karena terlalu banyak sampah yang kita kumpulkan hanya dalam satu titik tempat.

Kesadaran dan menjaga lingkungan di sekitar kita itu sangat penting untuk ditingkatkan. Semua dampak dari plastik akan terbuang kealiran sungai atau selokan sekitar dan akan berujung ke laut.

Laut dalam krisis karena masalah limbah dan sampah plastik, spesies di lautan akan berujung tragis dan memakan sampah plastik atau puing-puing plastik tersebut.

Kegiatan ini mendapatkan respon dari para peserta begitu bagus. Pengalaman baru yang pernah di lalui selama mengikuti kegiatan di Greenpeace.

Harapan dari salah satu peserta komunitas yang hadir ialah produsen bisa lebih bijak untuk mengatasih sampahnya sendiri, mematuhi tentang perundang-undangan yang ada, pemerintah juga lebih tegas kepada produsen.

Dengan demikian tentunya masyarakat juga bisa membangun pola pikir sehari-hari dengan lebih baik dan bijak agar pencemaran  limbah plastik di lingkungan berkurang .

Dengan adanya kegiatan ini diharapkan bisa memotivasi para perusahaan untuk bisa meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai dalam produksinya atau mengganti plastik dengan bahan yang dapat di daur ulang.

Sebagaimana dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang kewajiban produsen untuk mengelola kemasan barang yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Selain itu juga, hadirnya Peraturan Presiden No. 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut.

Kita bisa memulai dari hal kecil, contohnya mulai tidak mengonsumsi minuman dari botol plastik dan beralih memakai tumbler. Masyarakat juga bisa menggunakan kantong belanja yang bisa dipakai berulangkali dibanding menggunakan kantong dari plastik.

Semoga tulisan ini dapat menumbuhkan jiwa cinta terhadap lingkungan dan memotivasi pembaca untuk menyebarkan atau mengajak masyarakat hidup dalam harmoni dan cinta lingkungan .

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan