Greenpeace Luncheon dengan Ibu Susi Pudjiastuti

“Ilegal fishing has to stop. In the past, the sea used to be our backyard but now the sea is our future”. Ibu Susi Pudjiastuti, pada Globe Asia.

Kamis, 25 Oktober 2018 lalu Greenpeace Indonesia mengadakan jamuan makan siang bersama Ibu Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Yeb Sano sebagai Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara, serta beberapa organisasi lingkungan lainnya yang bertempat di Uma Cucina, Ubud, Bali.

Bukan hanya sekedar jamuan makan siang, Luncheon ini juga dimanfaatkan Greenpeace untuk secara singkat membahas isu-isu lingkungan mengenai pencemaran lautan khususnya sampah plastik yang kian hari kian mengkhawatirkan, maka dari itu Greenpeace berharap dengan menghadirkan Ibu Susi dalam jamuan makan siang ini dapat membantu meningkatkan kesadaran semua kalangan masyarakat untuk bersama-sama menjaga laut kita dari kerusakan yang lebih parah lagi dengan mengambil aksi nyata sekarang juga.

Luncheon sendiri merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan Greenpeace Indonesia selama berada di Bali Oktober lalu. Selain kegiatan Luncheon, Greenpeace juga berpartisipasi dalam UWRF (Ubud Writer and Reader Festival) yang berlangsung dari tanggal 24 – 28 Oktober di Ubud, dan Our Ocean Conference yang berlangsung dari tanggal 29 – 30 Oktober di Nusa Dua, Bali.

Kegiatan Luncheon ini diawali dengan sambutan dari Suzy Hutomo selaku host dan Leader Board dari Greenpeace Asia Tenggara yang kemudian dilanjutkan dengan paparan singkat mengenai isu lautan oleh Ibu Susi Pudjiastuti.

Dari paparan yang diberikan, Ibu Susi menjelaskan bagaimana kita sebagai warga Indonesia seharusnya sadar akan pentingnya menjaga dan melestarikan laut yang Tuhan anugerahkan dengan tidak berbuat kerusakan yang dapat merugikan baik untuk kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Laut bukan hanya sekedar sumber kehidupan bagi manusia, namun lebih dari itu merupakan kehidupan bagi beraneka ragam spesies bawah laut.

Ibu Susi juga mengecam keras tindak illegal dan overfishing. Pemanfaatan sumber daya seharusnya tidak mengarah pada eksploitasi namun harus mempertimbangkan keberlanjutannya. Seluruh pihak memiliki kewajiban yang sama dalam mendukung dan membantu mengurangi kerusakan yang telah terjadi melalui perannya masing – masing.

Arifsyah Nasution selaku Juru Kampanye Laut Greenpeace dalam paparannya juga membahas mengenai hal apa saja yang dapat kita lakukan sebagai aksi nyata dalam usaha penyelamatan laut dari kerusakan yang telah terjadi. Salah satu solusi yang Greenpeace tawarkan yakni melalui Urban Solutions.

Urban Solutions merupakan solusi yang membawahi masalah yang berkaitan dengan sampah plastik dengan beberapa program seperti Green Ramadhan and Green Christmas, Brand Audits, Ship Tour, dan #PantangPlastik.

Dalam program Green Ramadhan dan Green Christmas fokus utama yang dilakukan Greenpeace adalah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai alternatif penggunaan plastik serta meminta masyarakat untuk menggunakan produk yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Program lainnya yakni Brand Audits. Dalam Brand Audits ini Greenpeace mengumpulkan serta mengidentifikasi brand mana yang paling banyak mengotori pesisir pantai dan menyumbang dampak paling besar bagi pencemaran sampah plastik di pesisir pantai.

Sedangkan Ship Tour memberikan gambaran kepada mayarakat lokal mengenai persebaran pencemaran sampah plastik yang ada di lautan menggunakan Kapal Greenpeace (Rainbow Warior Ship).

Ketiga progam tersebut kemudian dikuatkan dengan sosialisasi tagar #PantangPlastik.

Jadi sekarang sudah waktunya bagi kita untuk ikut membantu usaha perlindungan lautan, teman! Mulailah dari hal kecil pada dirimu sendiri misalnya dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Yuk mulai perubahan dari sekarang!

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan