Berkunjung ke Pantai Baru Bertenaga Surya di Yogyakarta

Setelah dari Dieng, kami melanjutkan perjalanan untuk menjelajahi laut bagian selatan Jawa hingga akhirnya sampailah kami di Pantai Baru, Bantul, Yogyakarta.

Karena hari sudah sore, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam disini. Saya dan Pelangi melepas lelah dengan membuat kopi dan makan duren yang kami beli di pasar saat menuju ke pantai.

Kamipun menikmati duren dan kopi sambil menikmati matahari yang hendak tenggelam. Sejenak berpikir, saya kok merasa dejavu ya, sepertinya pantai ini tidak asing.

Ternyata benar saja setelah saya cek di social media Greenpeace Indonesia ternyata Festival Buru Baru yang diselenggarakan sekitar tahun 2015 berlokasi di pantai cantik ini.

Pantai ini juga dikenal dengan satu-satunya pantai di Jawa yang memiliki pembangkit listrik tenaga bayu dan PLTS. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa Greenpeace menyelenggarakan Festival Buru Baru disini.

Wah.. senangnya melihat pantai di desa ini menggunakan energi terbarukan, sama seperti mobil kombi yang kami miliki. Pertanda masyarakat sudah banyak tau akan dampak postif secara lingkungan atau ekonomi dari energi ini.

Keesokan harinya, kami bangun pagi sekitar jam 06.00 dan langsung duduk2 di pantai. Lagi-lagi saya dibuat kagum, bapak bapak dan ibu-ibu pemilik warung setiap paginya bersama-sama membersihkan pantai dari sampah plastik.

Jadi setiap hari pantai selalu bersih dan pengunjung selalu merasa nyaman jika ingin bermain di pantai. Namun sayangnya tidak banyak orang yang berenang disini.

Hal ini membuat kami penasaran dan bertanya kepada salah satu ibu pemilik warung, “Bu kenapa kok disini tidak banyak orang berenang?” Rupanya ibu itu menjawab bahwa memang dilarang berenang karena ombaknya besar.

Saya mencari2 tanda larangan berenang dan memang ada larangan seperti itu. Walaupun sebenarnya hari itu ombak tidak tinggi. Kalaupun ada yang berenangpun biasanya turis asing, bukan warga lokal.

Larangan seperti ini tidak hanya ada di pantai baru, selama transit di beberapa pantai di selatan Jawa, selalu ada larangan serupa. Kami jadi berspekulasi macam-macam.

Mungkin saja karena tidak ada tim penyelamat di pantai atau bisa juga karena banyak yang tidak bisa berenang dan daripada beresiko kemudian dibuatlah larangan berenang sekalian.

Kami tidak tahu pasti kenapa ada larangan seperti itu di hampir seluruh pantai di selatan jawa. Mungkin teman-teman ada yang tau alasannya?

Bicara tentang tim penyelamat, di pantai baru memiliki tim penyelamat khusus yakni tim SAR namun yang membuat kami heran juga bangunannya tidak mengarah ke arah pantai.

Kami jadi makin bingung, kalau misalkan ada yang berenang lalu terjadi sesuatu apakah bisa terpantau dan langsung diselamatkan ya? 😅

Dua hari sudah kami lewati malam disini, keesokan harinya setelah membuat pancake dan kopi untuk sarapan, kami mendapati bahwa ban mobil sebelah kiri belakang kempes.

Kami harus bergegas mencari bengkel dikarenakan ban cadangan yang kami bawa juga kempes. Setelah satu ban teratasi kamipun akhirnya bisa berangkat ke bengkel terdekat untuk mengganti seluruh ban demi keamanan berkendara karena besok kami hendak melanjutkan perjalanan.

Sebelum tiba di pantai, kami sempatkan untuk mampir ke mushola untuk mengisi ulang 5 jerigen air berkapasitas total 80 liter yang kami gunakan untuk mandi dan masak.

Hari sudah gelap, tibalah waktu kami untuk istirahat dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan esok pagi ke pantai lainnya 😊

Ikuti terus perjalanan seru kami dengan kombi bertenaga surya ini ya guys !!

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan