Catatan Penting Seputar Restorasi Terumbu Karang

Seperti yang kita ketahui, terumbu karang berperan penting dalam menjaga habitat biota laut, mencegah terjadinya abrasi, menghiasi alam bawah laut, dan menjadi sumber makanan bagi organisme laut. 

Indonesia sendiri memiliki kekayaan terumbu karang yang cukup banyak, yaitu sebesar 18 persen dari total terumbu karang di dunia bahkan pusat Segitiga Terumbu Karang Dunia berada di Indonesia.

Sayangnya, lebih dari 36 persen terumbu karang tersebut mengalami kerusakan akibat pencemaran laut, aktivitas perikanan yang tidak bersahabat dan pemanasan global (krisis iklim) yang menyebabkan coral bleaching.

Meski kerusakan terumbu karang tidak selalu disebabkan oleh aktivitas manusia, pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan juga tetap perlu dilakukan dengan melibatkan semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalankan program Restorasi Terumbu Karang bernama Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) di Bali.

Dalam program ini, ribuan gugusan karang, termasuk struktur karang berbentuk garuda, ditenggelamkan untuk memperkaya ekosistem bawah laut.

Selain bertujuan untuk menjaga ekosistem laut agar tetap lestari, program restorasi dengan dana sekitar Rp 115 miliar ini juga dilakukan untuk memulihkan kinerja sektor pariwisata di Bali serta meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dengan melibatkan sekitar 11.000 tenaga kerja.

Program ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas bawah laut Indonesia sehingga dapat meningkatkan daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara yang senang melakukan aktivitas bahari, seperti menyelam atau snorkeling.

Mengingat banyaknya manfaat terumbu karang, restorasi terumbu karang juga dapat menjadi bentuk pariwisata bertanggung jawab dengan memperhatikan konservasi lingkungan, melestarikan alam laut, sekaligus menyejahterakan warga setempat melalui pengelolaan hasil laut yang berkelanjutan. Inilah konsep yang disebut edu-ekowisata.

Restorasi ini dilakukan dengan metode transplantasi karang yang dipadukan dengan patung berdasarkan tata kelola laut (sea scaping) yang sudah disusun sesuai habitat masing-masing. Dengan begitu, pemandangan kebun karang di bawah laut jadi lebih indah.

Sebanyak 50 penyelam berpengalaman diterjunkan untuk melakukan penataan ratusan struktur terumbu karang di perairan Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula. Sementara itu, 35 penyelam asal Tulamben, Karangasem, juga dilibatkan dalam program tersebut.

Sampai 20 Desember 2020, sudah ada 63.964 unit struktur karang yang ditenggelamkan di 5 lokasi ICRG, yaitu 26.350 unit di Nusa Dua, 12.692 unit di Buleleng, 10.177 unit di Pandawa, 7.475 unit di Serangan, dan 7.270 unit di Sanur. 

Restorasi terumbu karang. / Foto: KKP RI

Namun, ada pekerjaan rumah yang menanti di balik kelancaran restorasi terumbu karang seluas 50 hektar ini, yaitu bagaimana semua pihak dapat melakukan pemeliharaan dan pengelolaan terumbu karang tersebut dengan baik.

Selain itu, beberapa pihak juga mengkhawatirkan adanya dampak negatif program ini terhadap ekosistem bawah laut lainnya. Menanggapi hal tersebut, pihak pelaksana program ICRG mengatakan bahwa pelaksanaan restorasi ini telah memperhatikan rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai otoritas keilmuan dalam menentukan kesesuaian lokasi dan prioritas struktur terumbu karang. 

Selain itu, pihak KKP juga menyatakan bahwa mereka akan terus mengawal pengembangan program dalam bentuk kegiatan terintegrasi dengan Desa Wisata Bahari (Dewi Bahari).

Semoga program restorasi terumbu karang ini bisa membuat laut Indonesia tetap lestari. Nah, kita sebagai masyarakat bisa ikut mendukung program ini dengan selalu menjaga kelestarian lautan saat berwisata bahari. Yuk, sama-sama jaga terumbu karang untuk masa depan laut kita!***

Baca juga: Memulihkan Terumbu Karang Si Pemberi Warna Laut Sumatera Barat dan Sosok Di Baliknya

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan