Plastik Pembungkus Makanan dan Puntung Rokok Ancam Ekosistem Hutan Mangrove Kuala Langsa

Ancaman terhadap laut saat ini sangat banyak dan datang dari berbagai arah seperti penangkapan ikan yang berlebihan, perubahan iklim, dan yang paling  utama dan dekat dengan keseharian kita adalah sampah khususnya sampah plastik yang di produksi kemudian buang setiap hari oleh manusia.

Banyaknya  sampah yang berada di laut tanpa disadari dapat menghancurkan kesejahteraan hidup kita dan juga kesejahteraan  anak  cucu  kita  di  masa yang akan datang. Banyaknya jumlah sampah  yang berada di  laut  juga dapat mengakibatkan hancurnya ekosistem pendukungnya seperti hutan mangrove yang ada di sekitar pesisir pantai termasuk di kawasan mangrove Kuala Langsa.

Laut adalah sumber makanan, sumber air, dan udara yang kita hirup setiap harinya. Laut terbentang luas, meliputi 70% atau 2/3 dari permukaan bumi. Bila kita ingin  laut  100% bersih dan sehat, kita harus bersama menjaga laut serta ekosistem pendukungan, karena laut merupakan sistem pendukung yang kompleks dan vital untuk keberlangsungan kehidupan kita di muka bumi.

Sumber air yang diminum, udara yang dihirup jutaan orang, semuanya berasal dari laut. Harus kita sadari bahwa terjadinya polusi udara dan air, termasuk di laut disebabkan oleh ulah tangan manusia. Hal ini yang menyebabkan laut kita menjadi bermasalah.

Menurut Azwar (2002), yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari suatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia tidak termasuk ke dalamnya dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk di dalamnya).

Ratno Sugito (pemerhati Lingkungan) sedang memberikan arahan kepada para relawan dalam aksi pendataan sampah di Kawasan Hutan Mangrove Kuala Langsa. / Foto: Literasi Visual

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau cacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.

Salah satu kawasan yang sedang terancam oleh sampah adalah Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Kuala Langsa yang terletak dalam kawasan Pelabuhan Kota Langsa. Merupakan salah satu dari 11 objek wisata primadona kota Langsa, hutan mangrove dan keberadan primata menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung.

Dengan pengunjung rata rata 1.000 orang/hari, akan memberikan dampak yang buruk jika pengunjung masih terbiasa membuang sampah sembarangan.

Sebuah penelitian yang yang dilakukan oleh tiga orang pemerhati lingkungan Ruhama Desy M, Ratno Sugito, T. Hadi Wibowo Atmaja yang mencari tahu ancaman apa saja yang ada di Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove di Kuala Langsa yang dilakukan pada tanggal 12 April 2015 lalu menguak beberapa fakta terkait aktivitas warga dan jumlah sampah plastik yang dapat merusak Ekosistem Mangrove.

Penelitian sendiri guna mengetahui sampah anorganik apa saja yang terdapat dikawasan Hutan Mangrove dan sampah apa yang paling berpotensi merusak ekosistem mangrove yang berada di kawasan Kota Langsa.

Jumlah sampah yang terdapat di kawasan ekosistem mangrove Kota Langsa adalah sebanyak 3.769 dengan 31 jenis sampah dan 11 kategori sampah berdasarkan lama terurainya.

Dari 3.769 sampah yang didapatkan dengan berat mencapai adalah 107 kg. Pembungkus makanan atau wadah makanan merupakan jenis sampah yang paling banyak ditemukan di kawasan mangrove Kota Langsa, dimana jenis ini ditemukan sebanyak 768 pembungkus makanan.

Pembungkus makanan atau wadah makanan merupakan salah satu jenis sampah yang masuk kedalam golongan sampah kantong plastik dan jenis ini memiliki usia terurai 10-12  tahun.

Sampah rokok atau putung rokok juga merupakan salah satu jenis sampah yang memiliki nilai dalam jumlah yang banyak, yaitu 677 puntung. Puntung rokok merupakan kategori sampah yang memiliki usia terurai yang sangat lama. Puntung rokok dapat habis dan terurai selam 10-12 tahun.

Besarnya jumlah sampah yang didapat dalam kegiatan ini jika tidak ditangani dan dikelola dengan baik lama kelamaan akan menimbulkan masalah yang serius, apalagi jika sampah yang paling banyak di temukan adalah sampah yang berbahan baku plastik dengan lama penguraian 10-12 tahun dan bahkan ada bahan plastik yang mampu terurai sampai 200 tahun lamanya.

Sampah yang terdapat di kawasan mangrove Kota Langsa memiliki potensi penambahan volume. Penambahan volume sampah bisa saja terjadi dengan peningkatan jumlah pengunjung yang datang ke kawasan ini.

Menurut Davis et al., (1998), setiap penduduk diperkirakan dapat menghasilkan sampah 1,0 – 3,0 kg perorang dalam 1 hari. Jika dalam 1 dengan jumlah minimal pengunjung yang datang ke kawasan mangrove Kota Langsa sebanyak 20 orang, maka dalam satu tahun jumlah pengunjung di kawasan ini adalah 7.200 orang dengan potensi pembuangan sampah ± 7,2 ton pertahun.

Relawan sedang melakukan pengutipan sampah di kawasan hutan mangrove kuala langsa./ Foto: Literasi Visual

Sampah yang terdapat di kawasan mangrove Kota Langsa dapat menimbulkan  dampak  yang buruk. Banyak sampah di kawasan mangrove dapat menutupi bagian pneumatofora akar mangrove yang akan mempengaruhi pernafasan mangrove serta dapat menyebabkan kematian mangrove (Duhari, 2001).

Kematian mangrove yang terjadi dalam suatu kawasan sangat merugikan, jika ditinjau secara ekologi kematian mangrove dapat mengganggu populasi berbagai jenis biota yang berasosiasi di ekosistem mangrove, namun jika di tinjau secara ekonomi kematian mangrove juga dapat menurunkan tingkat pendapatan masyarakat yang berada di kawasan mangrove dan pendapatan asli daerah Kota Langsa.

Baca juga: Upaya Menyelamatkan Paus Terdampar

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan