Ghost Fishing “The Silent Killer”: Ancaman Keberlanjutan Perikanan Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan perikanan tangkap yang sangat kaya raya, hal itu dipengaruhi karena geografis wilayah Indonesia yang hampir 70% adalah wilayah perairan.

Indonesia memliki 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang mengatur kegiatan perikanan tangkap dan budidaya di setiap wilayah masing-masing.

Untuk kegiatan perikanan tangkap di perairan Indonesia dapat dibagi ke dalam sembilan kelompok ikan, yaitu cumi-cumi, ikan demersal, ikan karang, ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, kepiting, lobster, rajungan, dan udang panaeid.

Wilayah perairan Indonesia sangat luas dan sangat beragam akan biota nya, namun banyak permasalahan yang bisa kita temukan dalam kegiatan perikanan tangkap, salah satu nya adalah ghost fishing.

Kegiatan perikanan tangkap oleh nelayan

Ghost fishing adalah suatu keadaan di mana berkurangnya sejumlah ikan dari suatu populasi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu akibat hilangnya alat tangkap.

Ghost gear mengacu pada alat tangkap yang terus menangkap ikan setelah semua kontrol nelayan terhadap alat tangkap tersebut telah hilang (Poon, 2005).

Ghost fishing dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan dari suatu alat tangkap untuk terus menangkap ikan setelah seluruh alat tangkap tersebut lepas kendali dari nelayan, yaitu bila alat tangkap hilang, yang sering terjadi dalam operasi penangkapan ikan (Smolowitz, 1978).

Ghost fishing terjadi ketika alat tangkap yang terbengkalai karena hilang atau dibuang di pantai, pelabuhan dan di lautan. Ghost fishing saat ini menjadi masalah yang besar bagi dunia tidak hanya Indonesia.

Di antara semua alat tangkap yang ada, seperti pancing, bubu, rumpon dan alat tangkap lainnya, alat tangkap jaring lah yang menjadi kontributor terbesar dalam permasalahan ghost fishing karena konstruksi dari alat tangkap jaring cukup kompleks, dimana biota yang terjebak sulit melepaskan diri.

Ghost gear yang tersangkut di karang akan menghambat pertumbuhan dari karang

Banyak hewan yang terluka bahkan mati ketika terjebak ghost gear. Beberapa hewan yang paling sering mengalami luka dan kematian ataupun ghost fishing, yaitu penyu, pari, hiu karang, lumba-lumba, paus, krustacea dan burung laut.

Ghost gear juga menggangu kehidupan karang karena, ketika ghost gear tersangkut di karang akan menghambat pertumbuhan dari karang tersebut. Bagi nelayan ghost gear juga sangat merugikan dalam kegiatan penangkapan ikan, contohnya ketika ghost gear tersangkut di mesin kapal atau tersangkut di alat tangkap utama yang mereka gunakan untuk menangkap ikan, kejadian tersebut membutuhkan pengeluaran biaya untuk memperbaikan mesin ataupun alat tangkap yang tersangkut ghost gear.

Dasar dari permasalahan ghost fishing adalah masih banyak nelayan yang kurang bertanggung jawab terhadap alat tangkap yang mereka punya, kurang nya informasi yang mereka dapat dan belum mengetahui dampak dari aktivitas yang mereka lakukan.

Ketika alat tangkap mereka sudah rusak atau tidak digunakan lagi, akan dibuang di pesisir atau di tengah laut begitu saja lalu alat tangkap yang sudah dibuang tersebut akan terbawa arus laut dan siap menjerat biota perairan.

Pengangkatan jaring menggunakan creeper

Dunia Internasional saat ini sudah mengambil aksi untuk penanggulangan ghost fishing, seperti pengangkatan jaring menggunakan kapal creeper, penggunaan sensor untuk melacak ghost gear melalui satelit, penggunaan jaring ramah lingkungan yang mudah terurai di lautan dan menyediakan tempat pembuangan khusus untuk alat tangkap yang sudah rusak dan tidak terpakai oleh NOAA.

Pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini sudah berupaya untuk mengatasi dari bahaya ghost fishing.

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan Peraturan Menteri KP No. 18 Tahun 2021 yang mengatur jalur dan penempatan penangkapan ikan serta alat bantu penangkap ikan.

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menentukan besaran alat tangkap dan daerah pengoperasian alat tangkap berdasarkan wilayah agar tidak mudah terjadi kerusakan alat tangkap yang menimbulkan terjadinya ghost fishing.

Saat ini ghost fishing merupakan suatu permasalahan di bidang perikanan tangkap yang harus ditanggulangi untuk mewujudkan perikanan yang berkelanjutan.***

Baca juga: Mikroplastik, Masalah Makro bagi Megafauna Laut

Sumber:

Poon, 2005. Haunted waters: an estimate of ghost fishing of crabs and lobsters. Master Thesis. Resource Management and Environmental Studies. The University of British Columbia.

Smolowitz, R.J. 1978. Trap design and ghost fishing: Discussion Marine Fisheries Review. Marine Fisheries Review. 40: 5-6.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan