Kawal Terus Fenomena Penjualan Pulau, Privatisasi Pulau, Ocean Grabbing!

penjualan pulau

Pemicu utama maraknya kasus penjualan pulau kecil (Privatisasi/Penguasaan) di Indonesia karena harganya yang menggiurkan bisa mencapai ratusan milyar. Juga potensi pembeli yang memahami betul dari potensi yang ada untuk dieksploitasi dan menghasilkan keuntungan, misalnya pariwisata.

Muhammad Qustam Sahibuddin, Peneliti PKSPL-LPPM IPB University melalui tulisannya yang berjudul “Mafia Penjual Pulau” yang terbit di laman Detik News, Desember 2022, memberikan catatan penting terkait fenomena perampasan (ocean grabbing) pulau-pulau kecil yang dalam bahasa yang berkembang sekarang adalah investasi atau penguasaan hak untuk berusaha oleh pemilik modal sebagai berikut:

Pertama, kasus pelelangan/penjualan pulau-pulau kecil di Indonesia telah menunjukkan kepada kita bahwa Indonesia memiliki pengelolaan yang buruk terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal tersebut ditandai dengan sangat minimnya keterlibatan masyarakat lokal/adat dalam perencanaan pembangunan diwilayah mereka.

Kedua, terusir dan terampasnya hak hidup serta identitas masyarakat lokal/adat dari ruang dan sumber daya laut yang telah diprivatisasi oleh pemilik modal. Hal tersebut tentu berdampak terhadap sosial ekonomi kehidupan masyarakat lokal/adat yaitu hilangnya identitas dan budaya masyarakat lokal/adat karena ketidakmampuan mereka untuk bertahan.

Ketiga, tidak ada jaminan lingkungan pulau-pulau kecil aman dari aktivitas ekploitasi akibat dari perampasan (ocean grabbing) yang terjadi. Tentunya akan terjadi pembangunan, sebagai contoh di Kep. Widi terdapat zona inti seluas 8.751,78 hektare yang merupakan habitat dari 600 spesies mamalia laut serta beberapa spesies langka seperti Paus Biru dan Hiu Paus yang tentunya tidak boleh menjadi objek ekploitasi dengan dalih wisata bahari berkelanjutan namun dibeking konsep eco-capitalism.

Protes komunitas nelayan dari pulau Pari untuk menyelamatkan pulau tersebut dari privatisasi dan mengubahnya menjadi resor. / Foto: Dhemas Reviyanto / Greenpeace

Melansir dari Lipi.go.id (sekarang BRIN) pengamat politik LIPI, Indria Samego mengatakan, pemerintah pusat harus mengawasi privatisasi terhadap pulau-pulau di Indonesia, karena sangat beresiko terhadap kedaulatan negara. Pemerintah pusat harus mengawasi jangan sampai penguasaan pulau-pulau ini nanti berdampak pada klaim kepemilikian negara lain atau bisa juga dijual, katanya.

Indria mengungkapkan hal ini untuk mengomentari isu terancamnya enam ribu pulau yang tidak berpenghuni di Indonesia yang akan dikuasai investor lokal dan asing untuk dikelola atau dikomersilkan. Privatisasi ini merupakan dampak dari dikeluarkannya Hak Penguasaan Perairan Pesisir (HP3) yang diamanahkan dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Menurutnya pemerintah pusat perlu bekerjasama secara intensif dengan pemerintah daerah untuk menjaga pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kalau dikelola untuk pemasukan pajak daerah dan negara boleh-bolah saja, yang penting jangan sampai dijual. Jual pulau berarti sama saja dengan jual negara, tegasnya.

Indria menambahkan, bahwa saat ini setidaknya ada enam ribu pulau tidak berpenghuni dan tidak memiliki nama yang tersebar di wilayah perairan Indonesia. Pulau-pulau ini berpulang untuk dikuasai swasta termasuk asing.***

Baca juga: Terbaru Penjualan Pulau Di Mentawai: Inilah Daftar Penjualan Pulau Di Indonesia

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan