Mengenal Cara dan Wilayah Tangkap Ikan Tuna di Indonesia

ikan tuna underwater

Ikan tuna merupakan salah satu jeni produk perikanan paling populer di dunia. Ikan ini memiliki daya jelajah jauh (highly migratory species) yang mampu melintasi batas-batas atau berada di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif dari suatu atau lebih negara dan laut lepas, maka pengelolaanya harus dilakukan melalui kerjasama regional dan atau internasional.

Ikan tuna terkenal sebagai ikan dengan kandungan nutrisi sangat tinggi dan dianggap makanan premium yang pada akhirnya menjadikan tuna memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Di Indonesia salah satu jenis sumber daya Ikan yang memiliki potensi besar dari kelompok Ikan pelagis besar antaranya adalah Tuna, Tongkol dan Cakalang. Sehingga Indonesia memiliki kepentingan yang tinggi untuk perikanan tuna, tongkol, dan cakalang di dunia.

ikan tuna jenis
Jenis-jenis tuna dan cakalang di Indonesia. / Sumber: KKP RI Tahun 2015

Pada tahun 2012 produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia sebesar lebih dari 7 juta ton dengan rata-rata produksinya pada periode 2005-2012 sebesar lebih dari 1 juta 33 ribu ton (KKP, 2015).

Indonesia telah memasok lebih dari 16% produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia. Pada tahun 2013, volume ekspor Tuna, Tongkol dan Cakalang mencapai sekitar 209,4 ribu ton dengan nilai USD 764,8 juta (KKP, 2014).

Indonesia merupakan negara kontributor produksi terbesar diantara 32 negara anggota Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dengan rata-rata produksi tahun 2009 – 2012 sebesar 356,8 ribu ton per tahun ( KKP, 2015).

Cara dan Wilayah Tangkap Ikan Tuna di Indonesia

Kapal penangkap ikan tuna terbesar di dunia, yang dikenal sebagai super super seiner. Kapal tersebut dapat membawa 3.000 ton tuna dalam sekali perjalanan memancing yang hampir dua kali lipat hasil tangkapan tahunan beberapa negara kepulauan Pasifik. Greenpeace telah menyoroti penangkapan ikan tuna yang berlebihan di Pasifik. / Foto: Greenpeace / Paul Hilton

Terdapat dua kelompok perikanan tuna yaitu tuna industri (skala besar) dan tradisional (skala kecil).

Eksploitasi Tuna skala industri menggunakan alat tangkap Tuna long line untuk menangkap Ikan-Ikan Tuna besar pada kedalaman 100 sampai dengan 300 meter.

Tuna long line berkembang di Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI) Samudera Hindia sejak tahun 1972, sejak didirikan PT (Persero) Perikanan Samodra Besar (Mertha et al. 2006).

Selain dengan Tuna long line digunakan juga alat tangkap pancing ulur, yang beroperasi di sekitar rumpon laut dalam.

Di kawasan timur Indonesia alat ini berkembang di beberapa daerah antara lain, Sulawesi Utara, Teluk Tomini, Laut Maluku dan Selat Makassar.

Sejak mulai beroperasi perusahaan pukat cincin joint venture di Sulawesi Utara, berkembang alat tangkap pancing ulur tipe Filipina yang disebut pumpboat.

Nelayan menggunakan metode pole and line untuk menangkap ikan cakalang. Penangkapan ikan pole and line adalah cara yang selektif dan karena itu lebih berkelanjutan untuk menangkap tuna karena hanya ikan dengan ukuran tertentu yang ditangkap, meninggalkan remaja untuk tumbuh hingga usia pemijahan dan menjaga stok di masa mendatang. / Foto: Greenpeace / Paul Hilton

Alat ini menggunakan jukung (perahu) motor yang besar yang dapat beroperasi sampai dengan 2 minggu atau lebih.

Cakalang merupakan bagian dari Ikan pelagis besar yang memiliki sifat selalu beruaya dari suatu perairan ke perairan lain (Sibagariang et al., 2011).

Daerah penangkapan di kawasan barat Indonesia meliputi wilayah Samudera Hindia dan untuk kawasan timur meliputi Selat Makasar, Laut Flores, Laut Banda, Laut Maluku, Sulawesi Utara dan Samudera Pasifik.

Penentuan lokasi penangkapan Ikan Cakalang secara spesifik ditentukan oleh musim berbeda untuk setiap perairan. Pada dasarnya penangkapan Ikan Cakalang dapat dilakukan sepanjang tahun.

Daerah produksi utama Ikan ini terdapat di Kawasan Indonesia Timur yang mencakup Laut Banda, Laut Maluku, Laut Sulawesi, Laut Halmahera, Teluk Cendrawasih dan Laut Arafura, Bitung, Ternate, Ambon dan Sorong.

Kota Bitung, Sulawesi Utara merupakan wilayah basis pengembangan perikanan tuna dan cakalang terbesar dari beberapa wilayah basis pengembangan yang ada di Kawasan Indonesia Timur.

Lokasi Kota Bitung sangat strategis terletak di antara dua wilayah pengelolaan perIkanan yaitu perairan Laut Maluku (WPP-715) dan perairan Laut Sulawesi (WPP-716).

Kota Bitung memiliki Pelabuhan PerIkanan Samudera (PPS) yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri KP No. PER.19/MEN/2008.

Saat ini Indonesia memiliki 5 (lima) pelabuhan perikanan yang menjadi contoh nasional dalam industrialisasi tuna, tongkol dan cakalang.

Selain Kota Bitung sebagai sentra perIkanan Tuna dan Cakalang untuk Kawasan Indonesia Timur, maka untuk Kawasan Indonesia Barat salah satu yang terbesar adalah di Kabupaten Malang.***

Baca juga: Pancing Ulur Tuna Pulau Buru Maluku Indonesia

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan