Yuk Mengenal Kawasan Konservasi Laut di Indonesia

Pernahkah kita berpikir tentang bagaimana caranya mengelola laut dari berbagai kepentingan manusia? Mulai dari kepentingan pemanfaatan (penangkapan ikan, wisata, pabrik, dll) hingga kepentingan perlindungan atas laut tersebut.

Pemerintah Indonesia memiliki seperangkat cara untuk mengelola laut nasional yang ada di Indonesia salah satunya adalah pengelolaan dengan pembagian kawasan-kawasan atau wilayah-wilayah untuk kepentingan tertentu.

Dalam sudut pandang menjaga, memelihara, dan melindungi sebuah area di lautan dikenal dengan istilah Kawasan Konservasi Perairan (KKP) atau Kawasan Konservasi Laut (KKL). Area laut yang ditetapkan oleh pemerintah dengan istilah tersebut maka akan mengacu pada sederet aturan, tata cara, hingga larangan sebagaimana ditetapkan dalam dokumen aturan pemerintah terkait area laut tersebut.

kawasan konservasi laut
Kawasan konservasi laut Taman Wisata Perairan (TWP) Suaka Alam Perairan Raja Ampat.

Kawasan konservasi di laut (perairan) lahir dari 2 nomenklatur yaitu UU 45/2009 dan PP 60/2007 dengan nama Kawasan Konservasi Periaran (KKP), dan nomenklatur UU 1/2014 dengan mahzab Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K).

Kemudian dibagi lagi menjadi beberapa kategori yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 23/2016 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 17/2008, dan Permen KP 30/2010.

Kategori kawasan konservasi laut yang tercantum dalam 3 Peraturan Menteri tersebut kemudian disesuaikan dan diatur dalam PERMEN KP 31/2020 (Pengelolaan Kawasan Konservasi).

Dalam Permen 31/2020 tersebut, terdapat bentuk Pengelolaan Kawasan Konservasi mulai dari Pembentukan, Pemanfaatan, Pengelolaan, hingga Evaluasi, dengan menggunakan sistem Zonasi.

Berdasarkan Permen tersebut, Kawasan Konservasi dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yakni Taman, Suaka, dan Kawasan Konservasi Maritim.

1. Kategori “Taman

Salah satu kawasan konservasi laut TWP Laut Banda. / Gambar: kkp.go.id

Penetapan kawasan konservasi laut dengan kategori taman bertujuan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan/atau sumber daya ikan. Fungsinya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati. Penetapan Kategori “Taman” dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Memiliki luas yang mendukung keberlangsungan proses ekologis secara alami dan dapat dikelola secara berkelanjutan;
  2. Berpotensi sebagai warisan dunia alami;
  3. Memiliki keanekaragaman hayati perairan, keunikan fenomena alam atau kearifan Lokal yang alami, dan berdaya tarik tinggi, serta berpeluang besar untuk menunjang pengembangan pariwisata alam perairan yang berkelanjutan;
  4. Mempunyai luas wilayah Pesisir atau Pulau Kecil yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil;
  5. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam perairan, perikanan berkelanjutan, penangkapan ikan tradisional, dan pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan;
  6. Mempunyai keterwakilan ekosistem di wilayah pesisir yang masih asli atau alami.

2. Kategori “Suaka

Geromolan Bumphead Parrotfish di sekitar kawasan konservasi laut Taman Wisata Perairan (TWP) Suaka Alam Perairan Raja Ampat.

Penetapan kawasan konservasi perairan dengan kategori “suaka” bertujuan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan/atau sumber daya ikan. Fungsinya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumber daya ikan. Penetapan Kategori Suaka dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Memiliki satu jenis ikan yang khas, unik, langka, endemik, atau yang terancam punah di habitatnya yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian agar dapat terjamin keberlangsungan perkembangannya secara alami;
  2. Memiliki luas habitat dari spesies target yang mendukung keberlangsungan siklus hidup spesies target;
  3. Tempat hidup dan berkembang biak satu jenis ikan tertentu yang perlu dilindungi dan dilestarikan;
  4. Memiliki satu tipe Ekosistem sebagai habitat jenis ikan tertentu yang relatif masih alami;
  5. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan perikanan berkelanjutan.

3. Kategori “Kawasan Konservasi Maritim

Salah satu Kawasan Konservasi Maritim KKM HMAS Perth di perairan Provinsi Banten. / Gambar: kkp.go.id

Penetapan kawasan konservasi perairan dengan kategori kawasan konservasi maritim bertujuan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan situs budaya tradisional. Fungsinya untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai warisan budaya maritim dan nilai-nilai tradisional atau kearifan lokal. Penetapan Kategori kawasan konservasi maritim dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Wilayah kelola masyarakat hukum adat yang telah diserahkan pengelolaannya;
  2. Wilayah pesisir atau pulau-pulau kecil yang diatur dengan adat tertentu, kearifan lokal, atau hak tradisional;
  3. Tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi;
  4. Situs sejarah kemaritiman;
  5. Tempat ritual keagamaan atau adat.

Siapa yang Mengelola Kawasan Konservasi ?

Berdasarkan status kewenangan pengelolaannya, kawasan konservasi dapat dibagi menjadi dua, yakni:

a. Kawasan Konservasi Nasional, kewenangan berada di Menteri Kelautan dan Perikanan dengan kriteria:

  • berada di wilayah perairan di luar 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan;
  • berada di wilayah perairan pesisir lintas provinsi;
  • berada di wilayah perairan yang merupakan kawasan strategis nasional;
  • berada di wilayah perairan yang merupakan kawasan strategis nasional tertentu;
  • berada di wilayah perairan atau wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik tertentu, antara lain: 1) memiliki nilai konservasi baik nasional maupun internasional yang didasari pada kaidah-kaidah ilmiah yang dilakukan oleh lembaga berkompeten dan komitmen global, 2) secara ekologi dan geografi bersifat lintas negara, 3) mencakup habitat yang menjadi wilayah ruaya jenis ikan tertentu, 4) terdapat kapal perang asing yang tenggelam dan memiliki nilai arkeologis.

b. Kawasan Konservasi Daerah, kewenangan berada pada Gubernur, dengan kriteria:

  • perairan antara 0 – 12 mil;
  • Kawasan Konservasi KSN & KSNT di bawah 12 mil dapat ditetapkan statusnya sebagai Kawasan Konservasi Daerah;
  • Gubernur menetapkan Satuan Unit Organisasi Pengelola Kawasan Konservasi;
  • Kawasan Konservasi yang dialokasikan dapat ditetapkan statusnya sebagai Kawasan Konservasi Daerah dengan kriteria berada di perairan pesisir, di luar yang menjadi kewenangan Menteri.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2021 menargetkan penetapan kawasan konservasi sebanyak 800 ribu hektar (Ha). Target tersebut sejalan dengan komitmen global di Aichi target 11/SDGs 14 sebanyak 32,5 juta hektar pada tahun 2030.  

Target KKP tidak hanya menetapkan, namun juga bertanggung jawab agar kawasan konservasi perairan terkelola dengan baik.

Saat ini Indonesia memiliki 201 kawasan konservasi dengan luas total mencapai 28,11 juta Ha. Luasan tersebut terdiri dari 16,77 juta Ha yang telah ditetapkan oleh Menteri dan 11,34 juta Ha yang masih dalam pencadangan oleh pemerintah daerah.

Dari 201 kawasan konservasi laut, 10 Kawasan Konservasi Nasional berada di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 30 Kawasan Konservasi di bawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan 161 Kawasan Konservasi Daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi.

10 Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yang beradda di bawah tanggung jawab KKP.

  1. Taman Wisata Perairan di Pulau Gili Ayer (Air), Gili Meno dan Gili Trawangan
  2. Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas
  3. Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang
  4. Taman Wisata Perairan Laut Banda
  5. Taman Wisata Perairan Kepulauan Padaido
  6. Taman Wisata Perairan Pulau Pieh
  7. Taman Wisata Perairan Laut Sawu
  8. Taman Wisata Perairan Suaka Alam Perairan Raja Ampat
  9. Suaka Alam Perairan Waigeo sebelah Barat
  10. Taman Wisata Perairan Suaka Alam Perairan Aru bagian Tenggara

Baca juga: Taman Wisata Perairan Kepulauan Padaido, Biak Numfor, Papua

Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Tempo

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan