Konferensi Biodiveristas PBB (COP15), Saatnya Pemerintah untuk Menempatkan Manusia, Spesies, dan Planet sebelum Laba

pbb cop15

Konferensi Biodiversitas PBB yang disebut COP15, dimulai minggu depan pada 7 – 19 Desember di Montreal, Kanada. Meskipun kedengarannya mirip dengan COP27 (Konferensi Iklim PBB) yang baru-baru ini diadakan di Sharm El-Sheikh, kedua konferensi tersebut berfokus pada masalah yang berbeda namun terkait.

Jika COP27 membahas soal tindakan di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan perubahan iklim, COP15 berfokus pada kehidupan dunia melalui Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity / CBD) yang merupakan sebuah perjanjian yang diadopsi untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan isu-isu terkait.

COP15 akan melibatkan pemerintah dari seluruh dunia untuk menyetujui kebijakan-kebijakan (momentum politik) tentang serangkaian tujuan dan target baru yang akan memandu tindakan global terhadap alam hingga tahun 2030.

COP (Conference of the Parties) keanekaragaman hayati ini berlangsung setiap dua tahun. Pada tahun (2022) ini sangat penting karena kerangka kerja keanekaragaman hayati global yang baru akan diadopsi.

Pada COP10 di Nagoya, Jepang, pada tahun 2010, para pemerintah menetapkan untuk memenuhi 20 Target Keanekaragaman Hayati Aichi pada tahun 2020, termasuk bahwa hilangnya habitat alami akan berkurang setengahnya dan rencana untuk konsumsi dan produksi yang berkelanjutan akan dilaksanakan. Menurut laporan CBD 2020, tidak satu pun dari target ini yang terpenuhi sepenuhnya.

Sekitar 196 negara telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati dan 196 negara perlu mengadopsi kerangka tersebut pada pertemuan di Montreal, Kanada ini.

Isu Utama Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15)

Kesadaran di antara para pembuat keputusan dan masyarakat internasional tentang perlunya melindungi lautan dan melindungi keanekaragaman hayati serta memastikan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan yang menjadi tempat bergantung banyak orang yang paling miskin dan paling rentan di dunia. / Foto: Pape Diatta Sarr / Greenpeace

Apa yang akan dipertaruhkan di konferensi ini? Banyak masalah akan dinegosiasikan sehingga taruhannya sangat tinggi di Montreal.

Melansir dari UNEP, diuraikan Rancangan kerangka mencakup lebih dari 20 target dari proposal antara lain mengurangi penggunaan pestisida, mengatasi spesies invasif, mereformasi atau menghapus subsidi yang berbahaya bagi lingkungan dan meningkatkan pembiayaan untuk alam baik dari sumber publik maupun swasta.

Kerangka kerja tersebut harus ambisius dan dapat ditindaklanjuti jika ingin membuat kemajuan nyata dan harus mengatasi lima penyebab langsung utama hilangnya alam:

  1. Perubahan penggunaan laut dan tanah
  2. Eksploitasi organisme secara berlebihan
  3. Perubahan iklim, polusi
  4. Spesies non-asli invasif
  5. Penyebab mendasarnya seperti konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan.

Fragmentasi dan perubahan tata guna lahan yang didorong oleh pertanian dan urban sprawl telah mendorong 80 persen hilangnya keanekaragaman hayati di banyak wilayah, oleh karena itu hal ini penting untuk ditangani.

Penting juga bahwa solusi yang dicapai di COP15 harus mencakup semua masyarakat, mulai dari sektor keuangan, bisnis serta pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil. Partisipasi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan alam, dan pengakuan atas hak mereka atas tanah, sangatlah penting.

Kesepakatan perlu dicapai mengenai sektor keuangan, termasuk berapa banyak negara kaya akan mendukung negara berkembang untuk membiayai konservasi keanekaragaman hayati, serta akses dan pembagian keuntungan, khususnya dalam hal penggunaan data yang berasal dari sumber daya genetik.

Akses dan pembagian manfaat mengacu pada cara sumber daya genetik dapat diakses dan bagaimana manfaat sebagai hasil dari penggunaan ini dibagi antara pengguna (seperti perusahaan biotek) dan penyedia (negara dan masyarakat yang kaya akan keanekaragaman hayati).

Masalah ini sangat penting untuk memastikan bahwa semua dapat memperoleh manfaat dari sumber daya alam, bukan hanya sejumlah kecil perusahaan khususnya di Global North.

Mengingat peran penting yang dimainkan oleh ekosistem yang sehat dalam setiap aspek kemanusiaan, kesepakatan harus dicapai di Montreal dan penurunan dunia alami harus dihentikan.

Pemerintah Harus Apa di Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP15) ?

Menyerukan kepada pemerintah dunia untuk menyelamatkan Keanekaragaman Hayati Laut. / Foto: Afriadi Hikmal / Greenpeace

Keanekaragam hayati merupakan pusat bagi keberlangsungan hidup kita di bumi dan kemampuan kita untuk melawan krisis iklim. Namun, penurunannya lebih cepat daripada waktu kapan pun di dalam sejarah hidup manusia.

Hari ini, hanya 3% dari laut dunia yang terbebas dari tekanan (ancaman) manusia dan 18% dari area hutan dunia yang terlindungi secara legal (resmi).

Kita berada di ujung kepunahan massal keenam. Menurut peneliti, planet kehilangan spesies pada tingkat yang membahayakan, dengan membandingkannya pada kepunahan massal kelima yang terjadi 65 juta tahun yang lalu. Penyebabnya adalah dampak manusia dan industri destruktif.

Kita membutuhkan pemerintah untuk mengenali urgensi dari krisis keanekaragaman hayati (krisis biodiversitas) dan hubungannya dengan krisis iklim.

Dalam beberapa dekade, para pemimpin dunia telah dengan baik meletakan aspirasi, akan tetapi lemah dalam implementasi.

Kita mendorong pemerintah untuk:

  1. Mengadopsi kerangka biodiversitas global yang kuat dalam melindungi alam
  2. Bekerja bersama masyarakat adat dan komunitas lokal di seluruh dunia untuk melindungi setidaknya 30% dari daerah darat dan laut secara global pada tahun 2030
  3. Memastikan hal tersebut terimplementasikan dengan keuangan yang cukup

Baca juga: PBB: Egoisme Negara-Negara Menyebabkan Darurat Laut (Ocean Emergency)

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan