Status Konservasi Hiu Terkini

Saat ini, hiu-hiu samudra adalah salah satu kelompok spesies yang paling terancam di dunia. RFMO (Regional Fisheries Management Organizations) bertanggung jawab untuk mengelola perikanan ini. Namun tampaknya tidak mampu memprioritaskan konservasi ekosistem laut dalam jangka panjang sebagaimana dilansir dari laporan Greepeace 2022 yang berjudul “Hooked on Sharks: The EU Fishing Fleets Fuelling The Global Shark Trade”.

Hiu sangat rentan terhadap penangkapan berlebih karena karakteristik biologisnya. Peran penting mereka dalam ekosistem laut sudah diketahui berkedudukan kuat, begitu pula beberapa kewajiban hukum untuk memastikan perlindungan mereka.

Pada tahun 1990-an, kekhawatiran yang berkembang tentang dampak armada penangkapan ikan global yang semakin tinggi terhadap ekosistem laut yang bukan hanya spesies target tangkapan mereka, menyebabkan sejumlah negosiasi internasional dan adosi instrumen, baik yang bersifat sukarela maupun yang mengikat secara hukum, yang berisi ketentuan untuk perlindungan spesies yang rentan dan ekosistem laut.

Delegasi perwakilan Greenpeace menghadiri sesi kedua Konferensi Antarpemerintah tentang instrumen hukum internasional di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut tentang konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar yurisdiksi nasional. / Foto: Stephanie Keith / Greenpeace

Contoh instrumen tersebut adalah Kode Etik Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab, Perjanjian Stok Ikan PBB dan Rencana Aksi Internasional tentang Hiu.

Selain itu, mengikuti tren penurunan populasi ikan hiu, sejumlah konvensi lain seperti Konvensi Spesies Migrasi (CMS), Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES) dan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), juga berperan dalam upaya untuk melindungi ekosistem laut atau lebih khusus lagi adalahh untuk menghindari menipisnya populasi hiu.

The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species menilai dan mengklasifikasikan spesies menurut sembilan kategori, di antaranya adalah spesies yang sangat terancam punah, hampir punah, dan rentan yang dianggap terancam punah.

Sebanyak 81 spesies hiu dianggap terancam dalam Daftar Merah IUCN, terhitung 31% dari spesies hiu yang datanya tersedia, sementara hampir setengah dari semua spesies hiu kekurangan data. Di antara 81 spesies ini, 47 terdaftar sebagai rentan, 21 hampir punah dan 13 sangat terancam punah.

Tinjauan global tahun 2014 tentang status 1.041 ikan Chondrichthyan (hiu, pari, dan chimaera) memperkirakan hanya sepertiga dari spesies ini yang dianggap aman. Ini adalah fraksi spesies aman terendah di antara semua kelompok vertebrata yang dipelajari hingga saat ini.

Laporan tersebut menemukan bahwa 46,8% dari semua spesies yang diperiksa kekurangan data. Situasinya tidak banyak membaik sejak saat itu. Pada Mei 2019, IUCN merilis Penilaian Daftar Merah terbaru untuk 58 spesies hiu dan pari, sepertiga di antaranya (17) diklasifikasikan sebagai terancam punah.

Awak di atas kapal penangkap ikan berbendera Iran di Samudra Hindia Utara menunjukkan seekor hiu yang tertangkap di jaring mereka sebagai tangkapan sampingan saat memancing tuna. / Foto: Abbie Trayler-Smith / Greenpeace

Seperti yang ditegaskan dalam Resolusi 11.20 Konvensi Spesies Migrasi (CMS) bahwa penangkapan ikan berlebihan (Overfishing) adalah pendorong utama di balik penurunan signifikan spesies hiu dan pari di seluruh dunia, yang mengancam banyak populasi, stabilitas ekosistem laut, perikanan berkelanjutan, ekowisata berbasis hiu dan pari serta ketahanan pangan.

Berdasarkan tinjauan implementasi Rencana Aksi Internasional untuk Konservasi dan Pengelolaan Hiu (IPOA) pada tahun 2012, FAO menyimpulkan bahwa masalah utama yang menghambat keberhasilan implementasi IPOA Hiu terkait dengan masalah pengelolaan perikanan secara umum, seperti kelemahan kelembagaan, kurangnya personel terlatih, dan defisit dalam penelitian perikanan dan MCS (pemantauan, kontrol, dan pengawasan)

Kesimpulan ini ditegaskan kembali dalam laporan State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2014, dalam bagian ekstensifnya yang berjudul “Tantangan Berkelanjutan untuk Konservasi dan Pengelolaan Hiu”.***

Baca juga: Penangkapan Hiu di Atlantik Utara

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan