Menjaga Laut dari “Destructive Fishing”

Bangka Belitung adalah pulau di Indonesia yang seluruhnya dikelilingi oleh laut dan banyak ekosistem laut yang beraneka ragam disana. Bangka Belitung juga merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia yang memiliki pantai yang indah dan pasir putih yang mempesona.

Yang paling menarik adalah keanekaragaman fauna di Bangka Belitung,  misalnya jenis seluang (Rasbora), Palapinang, Tepalak (Betta), Gabus/Kihung/Sulur/Kembul (Channa) dan masih banyak lagi ikan-ikan lokal dengan warna menarik yang bisa dijadikan ikan hias untuk akuaskap (aquascape) dan makanan laut yang menarik pengunjung wisatawan.

Jadi tidak heran kalau banyak nelayan melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan cara merusak (destructive fishing) yang sangat merugikan. Melihat dampak destructive fishing terhadap kelestarian ekosistem perairan, pesisir dan masyarakatnya .

Ada beberapa kegiatan destructive fishing  yang merugikan laut Bangka antara lain :

1) Racun dan Bom 

Penggunaan racun dan bom untuk menangkap ikan menggunakan teknik penangkapan yang sering dijumpai masyarakat lokal, namun efek negatifnya berlipat ganda. Racun kimia yang digunakan dapat membunuh semua organisme di ekosistem termasuk karang yang membentuk terumbu karang.

Penggunaan bahan racun dan peledak khususnya untuk menangkap ikan hias juga sudah banyak terjadi, Ledakan bisa semacam kawah yang relatif besar menghancurkan antara 10-20 meter persegi dasar laut beserta isinya. Dibutuhkan waktu pemulihan yang cukup lama .

2) Jaring Pukat Harimau

Dengan jaringan dasar yang digunakan oleh nelayan besar yang menggunakan metode penangkap ikan dengan yang sangat besar untuk memahami dasar laut dan untuk menangkap apa pun di dasar laut saat mereka lewat. Banyak spesies yang terancam punah yang tertangkap secara tidak sengaja (bycatch) seperti hiu atau penyu .

Cara ini memiliki kerugian yang tidak dimiliki oleh habitat ikan, tetapi juga hasil tangkapan yang banyak. Kemudian sering sekali terjadi perselisihan antara nelayan modern dan nelayan tradisional. Karena terjadinya persaingan penangkapan yang tidak sehat.

3) Ghost Fishing

Hal ini terjadi akibat alat tangkap (seperti jaring) yang sengaja atau tidak dibuang / dibuang di laut. Jaring ini terus-menerus menjebak ikan dan makhluk hidup laut lainnya bahkan hingga mamalia laut besar, setiap ikan yang tersangkut dijaring akan mati setelah berupaya untuk melepaskan diri dari jaring. Dampak yang dapat timbul dari kejadian seperti ini adalah stok ikan.

Hal ini bisa terjadi karena kurang pengawasan terhadap pemerintah, ini  menjadi tantangan bagi Undang-Undang Pemerintahan Daerah  dalam pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.

Rentang kendali yang luas, tingkat kerawanan pelanggaran serta kesiapan setiap daerah yang berbeda-beda menjadi hal yang perlu diantisipasi agar tidak terjadi kekosongan dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan.

Kita tidak hanya mengandalkan pemerintah tapi kita sebagai masyarakat juga turut melindungi laut kita, karena kalau bukan kita siapa lagi? jaga ekosistem laut kita agar tidak rusak akibat para oknum yang tidak bertanggung jawab.

Peran serta masyarakat pesisir dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya. Sebagi wisatawan penikmat keindahan laut dan pencinta makanan laut kita juga harus tau akan hal ini .

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan