Berkunjung ke Bantar Gebang: Gunungan Kesadaran

Halo sobat laut! Aku ingin menceritakan pengalamanku ke TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) Bantar Gebang untuk outing kelas.

Saat bis kami dari Sekolah Alam Indonesia mulai mendekati Bantar Gebang, semilir bau sampah mulai tercium, semakin dekat semakin kuat pula baunya.

Sampai akhirnya Kami memasuki area TPST Bantar Gebang. Banyak pohon-pohon yang tumbuh di sekitar, tapi gunungan sampah masyarakat Jakarta tetap menjadi perhatian yang dituju mata.

Bayangkan, gunungan sampah dengan air limbah bewarna hitam di saluran air. Ada yang tertutup semacam terpal dan ada yang masih dibiarkan terbuka begitu saja.

Setealah turun dari bis, Kami pun memasuki kantor untuk melihat penjelasan tentang Bantar Gebang.

Kantor TPSA Bantar Gebang. (Foto : Annisa Dian Ndari)

Bantar Gebang mempunyai luas sekitar 110,3 Ha. Sekitar 74% dipakai sebagai tempat pembuangan sampah dan sekitar 25% untuk sarana dan fasilitas para pegawai.

Di sana ada 5 zona pembuangan sampah, dari 5 zona tersebut, Zona 3 lah yang terbesar. Tingginya sampai 45 m. Ingat tidak, tadi Aku bilang ada gunungan sampah yang tertutup terpal?

Ternyata, itu “Geomembran”, nantinya sampah-sampah akan ditimbun dan ditutup “Geomembran”, sampah-sampah tersebut akan menyusut dalam kurun 2 tahun. Lalu, diisi kembali dengan sampah yang baru.

Tapi, sampah kan mempunyai gas metan, tenyata di bawah sampah tersebut ada pipa-pipa yang akan menyalurkan gas tersebut dan diolah sebagai energi listrik.

Geomembran (Foto : Annisa Dian Ndari)

Sampah pun tidak semudah itu. Setelah pengambilan sampah, akan ada ditimbang terlebih dahulu, lalu akan ada pembongkaran muatan, pemadatan, dan yang terakhir ke landfill.

Di landfill, ada bebebarapa eskavator yang memadat-memadati sampah tersebut sehingga berbentuk sengkedan.

Tapi yang menarik adalah, banyaknya orang-orang yang mengambil sampah-sampah tersebut, dan menaruhnya ke tas mereka.

Mereka akan mendekati eskavator dan mengambil sampah-sampah yang ada di sekelilingnya, dan mereka tidak dicegat atau diingatkan saat mengambil sampah tersebut.

Titik Pembuangan Sampah Bantar Gebang (Foto: Annisa Dian Ndari)

 Salah satu pegawai di sana juga sebagai pemulung-pemulung Bantar Gebang yang sehari-hari memilah sampah yang bernilai ekonomis. 

Karena, para pemulung-pemulung ini, akan mengambil barang-barang yang belum diolah oleh mesin-mesin di sini.

Seketika, Aku sangat iba kepada mereka. Mereka susah payah, mengais limbah yang berasal dari kita semua. Mereka terpakasa harus menghirup aroma tak sedap dan memegang sampah-sampah yang bau dan berbahaya.

Bahkan, seragam yang dipakai pun tidak layak. Mereka tidak memakai perlindungan yang sesuai. Sedih bukan?

Tapi, di sini tidak hanya ada tumpukan sampah saja. Ada dua mesin komposter dan IPAS ( Instalasi Pengolahan Air Limbah).

Untuk mesin komposter, sampah yang dipakai bisa sampah baru atau  sampah yang sudah lama tertimbun. Sampah-sampah itu nantinya akan digiling, menjadi pupuk yang diberikan gratis. 

Salah satu mesin komposter yang sedang dipakai untuk menggiling sampah. ( Photographer : Naufal)

Nah untuk IPAS, air limbah akan disedot dan nantinya akan diolah dengan proses aerasi dan penggunaan bakteri aerobik.

Mereka menggunakan ikan-ikan kecil sebagai subjek uji kelayakan air tersebut, memang tidak langsung jernih airnya, tapi ini adalah cara yang baik untuk mengolah dan memanfaatkan kembali air limbah.

 

sisa-sisa sampah yang tidak bisa digiling.

Perjalanan ini membuat kami merasa lebih sadar akan sampah-sampah yang selama ini kami hasilkan dari kehidupan sehari-hari. Sejenak berfikir, berapa lama lagi kapasitas Bantar Gebang bisa menampung sampah kita ?

Dalam jangka waktu tertentu pasti akan penuh dan menumpuk. Yuk! mulai dari sekarang kita dituntut untuk lebih bijak. Prinsip utamanya adalah mengurangi sampah! dimulai dari hal sederhana, pasti akan terbiasa !

 

Editor : Annisa Dian Ndari 

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan