Mikroplastik: “Serpihan Kecil” dengan Bahaya yang Tidak Sekecil Ukurannya

Baru-baru ini hasil riset dari Ecoton, sebuah lembaga studi konservasi lahan basah dari Program Studi Biologi UNAIR memaparkan hasil penelitian mereka tentang keberadaan mikroplastik dalam feses manusia.

Dari 40 sampel feses yang diteliti, semuanya positif mengandung mikroplastik. Lalu apa bahayanya bagi manusia?

Tapi sebelum kita membahas lebih jauh, mari kita mengenal sedikit tentang mikroplastik.

Sumber : https://digitalsynopsis.com/buzz/environmental-pollution-pictures-earth-day/

Mikroplastik adalah zat plastik berukuran sangat kecil, yang tidak bisa dilihat secara kasat mata oleh manusia. Mikroplastik berukuran kurang dari 5 mm, yang berubah menjadi serpihan karena faktor panas, gelombang, sinar ultraviolet dan peran bakteri.

Berdasarkan penelitian dari Purba (2017), dari 9 titik penelitiannya, yang berada disekitaran Pulau Jawa, menemukan bahwa rata-rata 68% sampah yang ditemukan adalah sampah plastik.

Bukan hanya itu saja, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam mongabay.co.id mencatat, sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan setiap tahunnya.

Infografis tentang mikroplastik Sumber : https://www.adelaidesustainabilitycentre.org.au/plastic-free-july-reducing-our-plastic-waste/

Sekitar 80 persen dari total sampah dari daratan masuk ke daerah lautan, ditambah lagi sampah-sampah yang sengaja dibuang di lautan. Hal tersebut tidak hanya berdampak buruk terhadap ekosistem laut tetapi juga berdampak kepada manusia.  

Ketika plastik berubah menjadi mikroplastik, biota laut seperti plankton dapat memakan zat tersebut. Plankton yang kemudian dimakan oleh ikan dan ikan itu nantinya akan dimakan oleh manusia.

Hal ini membuat mikroplastik yang awalnya berada di plankton bisa berpindah ke makhluk lain seperti ikan dan manusia. Plastik akan berpindah tetapi akan sulit untuk terurai.

Tersebarnya limbah plastik di lautan karena adanya parameter arus dan pasang surut yang menyebabkan plastik sampai ke lautan.

Sumber : http://coastmonkey.ie/microplastic-pollution-danger-west-coast/

Bahaya mikroplastik dalam tubuh manusia masih belum dikonfrimasi oleh para peneliti. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat dampaknya secara pasti.

Mengutip pernyataan dari dr. Rita Ramayulis DCN, M.Kes, ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dalam Kompas, mengatakan bahwa 90 persen mikroplastik yang ditelan manusia akan masuk melalui saluran cerna yang pada akhirnya dibuang melalui feces.

Namun, jika ada mikroba patogen ikut serta di dalam mikroplastik dan pertahanan di saluran cerna sedang lemah, akan sangat mungkin partikel masuk ke peredaran darah dan bisa menginfeksi tubuh.

Bahaya ini akan diperparah jika seandainya ada mikroplastik yang mencapai ginjal dan hati, yang bisa terakumulasi. Jika zat kimia dalam mikroplastik terakumulasi dalam tubuh, maka akan memberikan beberapa efek. Mulai dari keracunan, kerusakan jaringan hingga kematian.

Penelitian yang dilakukan M. Reza Cordova, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI terhadap hewan membuktikan bahwa hewan yang mengkonsumsi mikroplastik mengalami tumor pada bagian saluran pencernaan. Hal ini menjadi indikasi bahwa plastik berdampak buruk pada biota.

Terumbu karang berperan besar karena menyediakan habitat yang sangat krusial dalam kelangsungan hidup spesies laut. Bukan hanya itu, terumbu karang juga dapat menyesuaikan kadar karbon dan nitrogen dalam air serta menghasilkan nutrisi penting untuk rantai makanan laut.

Namun dengan lautan yang bergelimang sampah plastik, jumlah patogen di perairan meningkat cepat. Berdasarkan studi yang dipimpin Joleah B Lamb (2018), sebanyak 89% terumbu karang yang bersentuhan dengan plastik cenderung terjangkit penyakit.

Hal ini sangat mengkhawatirkan melihat fakta bahwa 60% dari terumbu karang rusak parah dan setengah dari Karang Penghalang Besar, terumbu karang terbesar di dunia telah mati.

Dampak dari kerusakan terumbu karang ini adalah akan rusaknya keseimbangan nutrien di laut, membahayakan keselamatan hewan bawah laut, mengurangi populasi fitoplankton hingga mengancam eksistensi burung laut.

Sumber : https://www.treehugger.com/ocean-conservation/coming-to-grips-with-plastic-pollution-one-bird-at-a-time.html

Dampak mikroplastik di laut memang sefatal itu. Bukan hanya ancaman bagi biota laut, tetapi manusia akan terkena dampak secara tidak langsung.

Oleh sebab itu, mari kita menjaga laut untuk keberlangsungan ekosistem sebagaimana mestinya. Mari menjaga laut, karena menjaga laut adalah menjaga kita.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan