Sampah dan Masalah Pengelolaan

Sampah dan pencemaran. Dua kata ini sudah sering di dengar oleh kita semua.

Mulai penumpukan sampah di sungai-sungai kota sampai mengendap, hingga banyaknya sampah yang mengalir ke hulu dan terbawa ke laut dan mengancam ekosistem biota laut.

Bahkan, tempat berakhirnya sampah yaitu Bantar Gebang di Bekasi sudah mulai kewalahan dengan sampah-sampah yang mereka terima setiap hari-nya.

pic1.jpg

Sumber foto: https://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/25/20130931/dki.tunggu.laporan.pricewaterhousecoopers.soal.bantargebang

Tapi, kita juga mulai melihat banyak pencegahan sampah di masyarakat sekarang, seperti kantong plastik berbayar di supermarket, restoran-restoran yang sudah mulai untuk berhenti memberikan sedotan plastik bagi pelanggan.

Juga ada yang paling keren, ITF ( Intermediate Treatment Facility) yang dirancang untuk menyelesaikan masalah kapasitas sampah di TPST ( Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) Bantar Gebang. Jadi sampah akan di konversikan ke tenaga listrik.

pic2.jpg

Sumber: https://www.alinea.id/nasional/proyek-itf-sunter-dilema-pengelolaan-sampah-di-jakarta-b1U749eMR

Namun, apakah dengan adanya teknologi seperti ini sudah cukup? Apakah dengan adanya aksi-aksi kampanye dari organisasi-organisasi akan menyelesaikan masalah?

Menurutku tidak, karena jika hanya kita yang “harus” berubah saja, tanpa adanya gerakan dari pemerintah dalam hal penyelesaiannya, ini hanya akan berputar saja.

Baiknya, kita memang harus tetap mengurangi sampah dari diri kita sendiri. Mulai berkomitmen dari hal kecil seperti membawa tas belanja kain, membawa botol minum atau sedotan stainless sendiri.

Mengikuti gerakan organisasi dan komunitas seperti melakukan pembersihan pantai, atau tantangan di sosial media untuk puasa plastik sekali pakai juga merupakan ide bagus.

pic3.jpg

Sumber: https://www.beritasatu.com/ekonomi/535290-kemperin-sebut-insentif-perda-larangan-plastik-gerus-penerimaan-pajak.html

Lalu jika kita sebagai konsumen sudah memilah sampah, nantinya para pengangkut sampah tersebut hanya akan menaruh secara bersamaan tanpa memilahnya kembali seperti yang kita lakukan.

Lagi lagi pengelolaan sampah akhir memang butuh di perbaiki.

Tapi, bagaimana untuk sampah rumah tangga? Kalau hanya sisa makanan layaknya sayur dan buah bisa dibuat kompos, bagaimana dengan yang mempunyai anak? Apalagi yang masih memakai popok? Kita tidak bisa membuangnya segampang itu bukan?

pic4.jpg

Sumber:  http://kaltim.tribunnews.com/2016/02/07/belajar-dari-jepang-kelak-sampah-diubah-jadi-energi

Intinya, jika tidak ada kesinambungan antara masyarakat dan pemerintah dalam hal pemilahan dan pengambilan sampah sekaligus dengan pekerja pengangkut non dinas kebersihan dan pekerja pengangkut dinas kebersihan, masalah ini akan terus dan terus berulang adanya.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan