Dilema dalam Memilih

Sampah plastik merupakan salah satu isu yang sudah mulai disadari oleh dunia. Salah satunya adalah LSM Greenpeace. Greenpeace mengangkat isu plastik ini dengan serius.

Seperti yang telah kawan-kawan ketahui bahwa Greenpeace Youth berkolaborasi dengan Ocean Defender telah melakukan riset sampah plastik di sekitar Teluk Jakarta.

Sampah-sampah yang terbuang ke lautan, dominannya merupakan sampah yang berasal dari daratan.

Selama mengedukasi masyarakat luas, tidak sedikit masyarakat yang berkata “Membawa botol minum pun akan menghasilkan sampah plastik, toh akhirnya waktu air di botol sudah habis, kita akan beli air minum dalam kemasan.”

Saya tidak akan menyalahkan pernyataan tersebut karena itu adalah sebuah realita yang terjadi.

Lalu, kalau saya setuju apa bedanya dengan sebagian dari masyarakat yang melontarkan perkataan tersebut?

Menurut saya, sebagian dari masyarakat yang melontarkan perkataan tersebut lupa bahwa saat mereka menggunakan botol air minum setidaknya mereka telah mengurangi botol plastik yang pada awalnya mereka akan beli.

Satu botol plastik mungkin tidaklah banyak, namun jika kita kalkulasikan dengan sejumlah orang yang skalanya cukup besar, bukankah itu termasuk banyak?

Mungkin ada sebagian yang berdalih bahwa “Kalau kita menggunakan botol air minum, air dinginnya tidak bertahan lama. Kalo beli botol plastik kan masih dingin tuh.”

Pada saat tertentu memang kita membutuhkan air mineral dalam kondisi dingin, terutama saat cuaca yang terik atau saat kita telah selesai mengerjakan kegiatan yang melelahkan.

Akan tetapi produsen botol minum pun selalu mengembangkan produk mereka sedemikian rupa sehingga dapat menjaga termperatur air mineral tetap dalam kondisi dingin, menggunakan teknologi “insulation”.

Pada dasarnya, perubahan dimulai dari diri kita sendiri, alangkah baiknya bila kita dapat berbagi ilmu sehingga kita dapat mengajak orang lain untuk melakukan perubahan bersama kita.

Bila menurut orang-orang menghilangkan sampah botol plastik tidaklah mungkin maka setidaknya berkontribusi dalam mengurangi sampah botol plastik adalah solusi yang tepat.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan