Manusia Bahagia Melindungi Bumi

Apa makna dan ukuran kebahagiaan Manusia menurut kamu?

Sejak tahun 2012, setiap tanggal 20 Maret diperingati secara luas oleh banyak negara bangsa sebagai Hari Kebahagiaan Internasional.

Penetapan hari internasional tersebut diputuskan melalui Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 66/281 tanggal 28 Juni 2012.

Proklamasi Hari Kebahagiaan International dilatarbelakangi oleh kegamangan sekaligus kesadaran bahwa tolak ukur atas angka-angka pertumbuhan dan kemajuan ekonomi suatu negara, seperti yang sering diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB) misalnya, masih sangat jauh dari memadai untuk mencerminkan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya.

Manusia Bahagia Melindungi Bumi

Namun membicarakan kebahagiaan, apa lagi sebagai konsep, tidak utuh hanya dengan angka-angka.

Kebahagiaan bukan hanya angka, tidak cukup dengan logika, tetapi juga melibatkan rasa.

Tak terhindarkan, kita juga perlu meninjaunya pada wilayah-wilayah privasi yang terkadang sangat pribadi, sepanjang masing-masing dan antarkita bersedia sedikit membuka dan terbuka mendiskusikan: Kebahagiaan.

Balada Privasi Kebahagiaan

Sering kali saya terjebak dalam pandangan dan ukuran yang cenderung sempit mengenai kebahagiaan yang harus diperjuangkan. 

Kebahagiaan dalam pandangan rada sempit saya adalah ketika bisa bebas memilih apa dan bagaimana menjalani hidup, dengan cara dan ala saya.

Ukurannya adalah capaian kebebasan untuk bisa hidup tenang, senang dan menang dengan apa yang saya inginkan.

Di jebakan yang lumayan sempit itu, dimensi terluas yang mampu saya fikirkan sebagai cakupan adalah keluarga dekat dan orang-orang dekat yang paling saya cintai. Sulit untuk lebih luas dari itu.

Saya yakin, tidak ada yang salah dengan pandangan cukup sempit itu. Bahkan terkadang secara sadar saya sengaja menjebakkan diri dengan pola fikir itu.

Saya juga benar sadar setiap orang punya makna dan ukuran yang berbeda bahkan sangat pribadi dalam memaknai dan mengukur kebahagiaannya.

Kebahagiaan sering kali terjebak dalam ruang privasi yang egois, sepi dan sendiri!

Tidak Salah, Bukan Berarti Cukup Bijak

Hanya saja, pola fikir yang tidak salah itu, bukan berarti cukup bijak, apa lagi mampu menjawab realita kehidupan kita di planet bumi ini!

Kebahagiaan saya ternyata sangat tergantung serta dipengaruhi oleh-dengan kebahagiaan orang dan makhluk lain yang juga hidup di muka bumi ini.

Kebahagiaan saya terhubung dengan kebahagiaan Anda dalam banyak cara dan sudut pandang.

Sebagai manusia, kebahagiaan kita bergantung dengan kebahagiaan makhluk lainnya juga.

Saya yakin Anda di sisi saya, bahwa Gajah, Harimau, Orangutan, Badak dan Beruang serta satwa liar lainnya akan bahagia jika belantara hutan tempat tinggalnya terjaga, lepas dari pembalakan dan perusakan.

Saya yakin Anda juga di sisi saya, bahwa Paus, Lumba-Lumba, Penyu, Ikan Hiu dan Burung Laut serta satwa liar lainnya akan bahagia jika lautan tempat tinggalnya terjaga, bebas dari pencemaran dan penjarahan.

Karena saya dan Anda sadar betul, jika tanah, hutan, laut, udara dan sumber air menjadi ternoda, tercemar dan hilang, yang juga paling terdampak dan menderita adalah kita: manusia!

Menjaga kelestarian lingkungan sejatinya menyelamatkan kemanusiaan!

Lantas, mengapa lingkungan dan kemanusiaan malah sering menjadi korban?

Manusia: Mencari Kebahagiaan, Penderitaan atau Kedua-duanya?

Kebutuhan pokok manusia terus berkembang tetapi yang paling utama adalah pangan, sandang dan papan.

Untuk memenuhi kebutuhan mendasar tersebut, manusia sejak keberadaannya di muka bumi sangat tergantung dengan sumber daya alam.

Kini bahkan manusia mampu mengatur sebagiannya dan juga mempengaruhi hampir semuanya dari segala lini.

Jika melihat ke belakang dan sekarang, perkembangan peradaban dan keadaban manusia dalam perjalanannya adalah sejarah-sejarah yang berulang.

Berulang dalam mengelola sumber daya alam dengan kesederhanaan, secukupnya dan bertanggungjawab.

Juga, di sisi lain yang cenderung dominan adalah realita perulangan keserakahan, hingga bentang alam rusak dan terluka, hingga kepunahan makhluk hidup lainnya, bahkan hingga penderitaan dan bencana bagi manusia lainnya!

Negoisasi terkait Perubahan Iklim sebagai realita teraktual.

Alotnya negoisasi strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim selama ini mencerminkan bahwa sebagian besar para pimpinan negara dan bangsa masih merasa aman terjebak dalam pemaknaan kebahagiaan yang sempit dan picik.

Lambannya tindakan banyak negara untuk mengurangi laju emisi karbon secara signifikan adalah cerminan bahwa manusia saat ini sudah membeli dua hal besar sekaligus dalam 1 dekade terakhir sekaligus untuk 1 dekade mendatang: Kebahagiaan (sesaat) dan Penderitaan (lebih panjang)!

Tentu, selalu ada waktu untuk kembali berfikir dan menakar ulang nalar dan memperbaiki langkah ke depan bagi kita semua guna mengurangi dan menyesuaikan diri dengan dampak besar perubahan iklim yang sedang terjadi.

Hanya saja perlu menjadi pertimbangan, semakin lambat dan terlalu sedikit kita bertindak, semakin cepat dan sering ragam penderitaan itu mendekati kehidupan kita. Para ahli  perubahan iklim sudah memberikan peringatan tegas!

Bacalah kembali pemberitaan Kompas dan VOA Indonesia untuk isu terkait Perubahan Iklim ini.

Kebahagiaan Bersama

Kita perlu memikirkan kebahagiaan bersama untuk mencapai tujuan dan nilai-nilai kehidupan yang universal, termasuk perdamaian dunia dan lingkungan hidup yang sehat.

Mewujudkan kebahagiaan bersama, sama rumitnya dengan mewujudkan kebahagiaan pribadi. Apa lagi melibatkan banyak negara dan bangsa, kepentingan politik, ekonomi dan korporasi.

Apapun pekerjaan dan kesibukan kita setiap harinya, cobalah tetap menciptakan momentum kebahagiaan: berbagi suara dan dukungan serta tindakan bagi penyelamatan lingkungan dan Planet Bumi.

Manusia Bahagia Melindungi Bumi!

Catatan: Foto Utama bersumber dari Media Greenpeace.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan