Teluk Benoa: Konservasi Tak Boleh Dikhianati

Bangun Bali subsidi petani, kita semua makan nasi, bukannya butuh reklamasi. Keputusan bau konspirasi, penguasa pengusaha bagi komisi, konservasi dikhianati.

Ya, begitulah sepenggal lirik lagu Bali Tolak Reklamasi yang sering dinyanyikan oleh ForBALI atau Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi. Tujuh tahun sudah polemik mengenai reklamasi Teluk Benoa belum menemukan titik terang penyelesaian.

Pemerintah masih enggan memberikan kejelasan terkait penyelesaian permasalahan ini. Permasalahan ini sendiri berawal dari dikeluarkannya Perpres Nomor 51 Tahun 2014 oleh presiden Republik Indonesia pada saat itu yakni Susilo Bambang Yudhoyono.

Peraturan presiden yang dikeluarkan pada saat itu dianggap mengkhianati Perpres Nomor 45 Tahun 2011 dimana di dalamnya menjelaskan bahwa wilayah Teluk Benoa adalah wilayah konservasi.

Perpres Nomor 51 Tahun 2014 sendiri berisi perubahan yang menyatakan bahwa wilayah Teluk Benoa bukan lagi wilayah konservasi sehingga siapa pun termasuk investor boleh melakukan pengembangan atau pun perubahan terhadap tata ruang Teluk Benoa.

Hal tersebut yang membuat masyarakat Bali akhirnya bergejolak dan merasa bahwa permasalahan ini harus segera diselesaikan.

Bukan tanpa alasan wilayah Teluk Benoa dijadikan wilayah konservasi. Terdapat 1.400 Ha wilayah konservasi di Teluk Benoa yang dijadikan tempat hidup ribuan bakau dimana berfungsi sebagai daerah tampungan aliran air sungai dan juga tempat hidup biota laut.

Apabila reklamasi benar-benar dilakukan, akan ada 700 Ha wilayah konservasi yang hilang. Hal tersebut jelas akan membawa banyak dampak buruk terutama bagi lingkungan.

Hilangnya sebagian daerah tampungan aliran sungai akan menyebabkan terjadinya banjir yang tidak bisa ditanggulangi, selain itu perubahan arus dasar laut akibat pengerukan pasir untuk pembuatan pulau baru juga akan membawa dampak buruk bagi berjalannya ekosistem laut.

Tidak hanya biota laut yang kehilangan tempat tinggal, namun masyarakat yang menggantungkan hidup pada hasil laut juga akan kehilangan sumber kehidupan mereka.

Oleh sebab itu, masyarakat Bali bersama-sama turun untuk menyelamatkan Teluk Benoa bukan hanya untuk saat ini, tapi untuk keberlangsungan kehidupan mendatang.

Bukan tanpa sebab masyarakat Bali begitu takut jika reklamasi benar-benar dilakukan, mereka hanya takut kejadian yang sama seperti di Pulau Serangan terjadi lagi. Dimana hasil yang didapat dari reklamasi Pulau Serangan adalah perubahan arus dasar laut sehingga berimbas terhadap hilangnya jalur konservasi penyu.

Kekayaan dan budaya di bali merupakan anugerah yang dimiliki sehingga pesatnya perkembangan sektor pariwisata. Hal ini harus di seimbangkan dengan menjaga konservasi pesisir agar tidak timbul konflik dan eksploitasi sumber daya alam .

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan