Mangrove Muara Gembong: Penangkal Abrasi, bukan Penangkal Tumpahan Minyak!

Siang itu (8/8/19), terlihat puluhan personel TNI dan warga Muara Gembong membersihakan tumpahan Minyak Pertamina ONWJ di pesisir utara Muara Gembong.

Sudah satu setengah bulan insiden tumpahan minyak mentah mencemari pesisir pantai Muara Gembong, sebuah kawasan konservasi mangrove di wilayah Bekasi.

Insiden ini memberikan dampak lingkungan yang buruk bagi kawasan hutan mangrove dan ekosistem laut di wilayah Muara Gembong.

Tumpahan minyak mentah di kawasan Muara Gembong memiliki cakupan kawasan yang cukup luas. Bahkan, berdasarkan hasil pengamatan, tumpahan minyak sudah masuk hingga wilayah kampung Beting dan Belubuk melalui aliran sungai.

Sedangkan di pesisir pantai, tumpahan minyak mentah terlihat dengan jelas dan dapat ditemukan baik yang masih berbentuk gumpalan maupun yang sudah mencair.

Gumpalan minyak mentah yang terbawa arus ke pantai akan meleleh dengan sendirinya akibat sinar matahari yang membuat kandungan minyak meresap ke tanah.

Dalam insiden ini, proses pembersihan dilakuakan dengan melibatkan 25 warga sekitar dengan upah per orang Rp. 150.000 per hari. Walaupun sudah ada upah harian yang diberikan oleh PT Pertamina, tapi sangat disayangkan bahwa insiden ini sangat mengganggu ekosistem di wilayah konservasi mangrove.

Kerugian yang diterima warga Muara Gembong tidak bisa dinilai dengan uang. Hutan pesisir mangrove dan laut merupakan sumber kehidupan warga Muara Gembong.

Warga Muara Gembong yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan juga mengeluhkan insiden ini karena racun yang terkandung dalam minyak mentah yang mempengaruhi hasil tangkapan mereka sehari-hari.

Wilayah konservasi mangrove sejatinya dapat menjadi wilayah penangkal abrasi yang mengatasi abrasi air laut dan menangkal banjir rob. wilayah ini juga menjadi ekosistem bagi beberapa satwa salah satunya adalah satwa Lutung Jawa di kawasan Muara Bendera.

Keberadaan Mangrove di kawasan Muara Gembong seharusnya menjadi penangkal abrasi, bukan sebagai penangkal minyak. Seperti halnya manusia, ekosistem laut pada dasarnya dapat hidup bebas tanpa pengaruh racun akibat eksploitasi minyak besar-besaran.

Dengan insiden seperti ini, masihkah kita terus ingin menggunakan bahan bakar tak terbaharukan yang tidak ramah lingkungan?

Dibalik sisi ekonomi yang ada, masihkah kita mau mengorbankan alam yang menjadi sumber kehidupan kita?

Bukankah sudah banyak alternatif energi yang bisa dipakai tanpa mengorbankan kelestarian alam?

Isi petisi berikut untuk sama-sama kita mendesak Pertamina agar bertanggung jawab sepenuhnya dalam bencana Tumpahan minyak di Utara Laut Jawa Barat  act.gp/savekarawang

Editor : Annisa Dian N.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan