Bukan Sekedar Bersih-Bersih Pantai, Publik Perlu Memahami Akar Masalah Sampah Plastik dan Politik Ekonominya

sampah plastik pencemar

Beberapa tahun terakhir kampanye lingkungan khususnya sampah plastik banyak digaungkan oleh komunitas masyarakat hingga pemerintah. Dan atas keberhasilan kampanye-kampanye tersebut maka telah muncul berbagai inisiatif salah satu kegiatan bersih-bersih sampah plastik di ruang publik termasuk pantai yang semakin banyak dilakukan oleh berbagai komunitas, lembaga pendidikan, perusahaan, hingga pemerintah.

Mulai tumbuh kesadaran bahaya sampah plastik bagi lingkungan di kalangan masyarakat. Akan tetapi saya mencermati dari berbagai kampanye soal sampah plastik, dominan masih menyentuh kepada persoalan kulitnya saja.

Relawan Greenpeace Indonesia mengikuti kegiatan beach clean up dan brand audit di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara pada Oktober 2022.

Kebanyakan Kampanye Sampah Plastik Masih di Bagian Kulitnya

Masih kebanyakan kampanye soal sampah plastik dilakukan kepada masyarakat sebagai pengguna. Misalnya kampanye “Jangan membuang sampah sembarangan” atau “menyuruh masyarakat (individu) untuk bisa mengelola bahkan mengolah sampah yang sudah ke tangan individu tersebut”. Hal ini tidaklah salah, namun marilah kita mulai melihat soal sampah plastik ini secara strategis.

Kita bisa melihat soal sampah plastik ini secara ekonomi politik antara masyarakat – perusahaan (profit) – pemerintah.

Masyarakat diuntungkan dengan kemudahan yang diperolah akibat adanya plastik ini, begitupun perusahaan. Perusahaan merupakan sekelompok orang yang memiliki sumberdaya yang lebih besar dari pada individu orang. Maka aksi perubahan yang dilakukan oleh perusahaan harusnya bisa berdampak lebih besar karena kekuatannya yang besar, apalagi keuntungan ekonomi dari kemasan plastik ini pasti didapatkan oleh perusahaan.

Sampah plastik terlihat di pantai saat kegiatan bersih pantai dan audit merek di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara pada Oktober 2022.

Pemerintah tentunya memiliki kekuatan dan kewenangan untuk memerintah atau mengatur. Deal antara pemerintah dan pengusaha ini yang harus selalu dikawal oleh masyarakat. Jangan sampai deal yang dilakukan pengusaha dengan pemerintah adalah deal kepentingan dibawah meja atau yang hanya akan merugikan pihak masyarakat (individu) dan lingkungan.

Pengusaha atau perusahaan sudah seharusnya tidak hanya mementingkan ekonomi atau benefitnya semata. Jika paradigma ini masih terus dipelihara maka tidak hera akhirnya lingkungan dan bumi menjadi korban.

Sudah Saatnya Publik Menagih Komitmen Perusahaan dan Pemerintah untuk Membela Kepentingan Lingkungan

Sampah botol plastik merk Danone “Aqua” terapung di atas air saat kegiatan bersih pantai dan audit merek di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara pada Oktober 2022.

Suara publik merupakan satu-satunya kekuatan untuk selalu bisa memperingatkan tanpa harus ada embel-embel keuntungan ekonomi dari isu sampah plastik dan menjadi wakil dari suara lingkungan dan bumi serta isinya.

Publik kerap melakukan aksi bersih-bersih pantai, ruang publik dan sebagainya. Namu perlu diingatkan juga bahwa suara publik adalah kepentingan juga bagi pihak perusahaan pun pemerintah.

Hal sederhana untuk melakukan kampanye dengan target konsumen pun produsen adalah dengan melakukan Brand audit di setiap aksi bersih-bersih pantai dan mempuilkasikannya. Ini bertujuan untuk mengetahui siapa produsen pemilik merek-merek yang kemasannya mencemari sungai, pantai dan lingkungan dan untuk mengingatkan perusahaan tersebut.

Sudah saatnya publik tidak tertipu dengan tipu daya para peraup keuntungan ekonomi yang besar.***

Baca juga: Laut yang Tersisa di Kota Jakarta

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan