Temuan Mikroplastik di Kedalaman Laut

Ratusan penelitian telah mensurvei sampah plastik di permukaan atau dekat permukaan laut dan sekitar 51 triliun mikroplastik diketahui mengambang di permukaan air lautan di seluruh dunia.

Mikroplastik tersebut berasal dari berbagai jenis plastik, pecahan kecil yang panjangnya kurang dari 5 milimeter ini mencemari ekosistem.

Namun, penelitian tersebut hanya mencatat permukaan dan tidak memberikan inventaris lengkap tentang apa yang bersembunyi di bawahnya.

Sebuah studi yang dipimpin oleh Florida Atlantic University adalah yang pertama mengungkap prevalensi plastik di seluruh kolom air dari akumulasi plastik di lepas pantai di Samudra Atlantik selatan dan mengimplikasikan kumpulan plastik di dalam laut yang belum banyak terungkap.

Hasilnya diterbitkan dalam jurnal Global Change Biology menunjukkan bahwa mikroplastik kecil sangat penting, kurang tereksplorasi, dan merupakan bagian integral dari inventaris data plastik lautan.

mikroplastik
Plastik di kedalaman laut. / Foto: Sirachai Arunrugstichai / Greenpeace

Selain itu, temuan menunjukkan bahwa sistem arus laut yang lemah berkontribusi pada pembentukan hotspot mikroplastik kecil di kedalaman, menunjukkan tingkat pertemuan yang lebih tinggi untuk pengumpan partikel bawah permukaan seperti zooplankton.

Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami paparan mikroplastik terhadap ekosistem dan untuk memprediksi dampak mikroplastik.

Untuk mendapatkan pemahaman mekanistik yang lebih baik tentang bagaimana plastik tenggelam dari permukaan laut, para peneliti mengambil sampel partikel plastik di South Atlantic Subtropical Gyre menggunakan filtrasi volume tinggi in-situ, manta net dan pengambilan sampel multiNet, dikombinasikan dengan pencitraan inframerah mikro-Fourier-transform.

Mereka menemukan bahwa kelimpahan dan pola distribusi mikroplastik kecil bervariasi secara geografis dan vertikal karena proses redistribusi yang beragam dan kompleks yang berinteraksi dengan partikel plastik yang berbeda.

Kelimpahan mikroplastik kecil dalam sampel lebih dari dua kali lipat lebih tinggi daripada mikroplastik besar yang dikumpulkan secara bersamaan dalam sampel MultiNet.

Polimer dengan kepadatan lebih tinggi seperti resin alkid, yang digunakan di sebagian besar pelapis berbasis minyak komersial seperti cat lambung kapal dan poliamida, yang biasa digunakan dalam tekstil seperti pakaian dan tali serta jaring ikan, terdiri lebih dari 65 persen dari total jumlah sampel.

Temuan ini menyoroti perbedaan antara komposisi polimer dari survei berbasis permukaan laut sebelumnya, yang biasanya didominasi oleh polimer apung seperti polietilen yang digunakan untuk kemasan dan tas belanja serta polipropilen yang digunakan untuk wadah plastik dan botol air yang dapat digunakan kembali.

Dibandingkan dengan mikroplastik besar yang dikumpulkan melalui jaring, partikel mikroplastik kecil lebih teroksidasi dan tampaknya memiliki ketahanan yang lebih lama di kolom air. Hal itu menunjukkan peningkatan risiko kesehatan ekosistem laut melalui kemungkinan penyerapan partikel plastik dan bahan kimia terkait serta potensi dampak terhadap siklus biogeokimia.

Ketika upaya penangkapan ikan komersial meningkat untuk konsumsi manusia, para peneliti mengatakan bahwa studi yang berfokus pada konsumsi mikroplastik yang kecil sangat diperlukan untuk menilai tingkat kontaminasi plastik dalam biomassa.

Prosedur analisis gabungan yang digunakan oleh Mincer, Zhao dan kolaborator dari Royal Netherlands Institute for Sea Research dan Woods Hole Oceanographic Institute telah memberikan pandangan yang lebih integratif tentang distribusi, kelimpahan, dimensi, dan sifat kimia partikel plastik di bagian dalam laut.***

Baca juga: Mikroplastik, Masalah Makro bagi Megafauna Laut

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan