Desak Pemerintah untuk Lindungi Hak ABK, Aktivis Gelar Aksi di Jawa Tengah

laut dan manusia

SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) mencatat sebanyak 45 ABK (Anak Buah Kapal) Indonesia meninggal saat bekerja kapal ikan asing dan 21 di antaranya (46,6%) berasal dari Jawa Tengah berdasarkan laporan pengaduan kasus dan pemberitaan di media massa, selama 2015-2021.

Laporan yang diterbitkan Greenpeace Asia Tenggara dan SBMI Mei lalu, berjudul “Forced Labour at Sea: The Case of Indonesian Migrant Fishers”, ditemukan sebanyak 20 manning agency (agen perekrut dan penyalur ABK) terlibat dalam praktik ilegal perbudakan ABK Indonesia dan sebagian besar beroperasi di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Tengah.

abk
Aktivis beraksi suarakan perlindungan ABK di Semarang Jawa Tengah

Laporan ini mengungkap sejumlah indikator kerja paksa yang kerap menimpa para ABK, seperti pemotongan upah, kondisi kerja dan kehidupan yang penuh kekerasan, penipuan, dan penyalahgunaan kerentanan.

Menjelang peringatan Hari Buruh Migran Internasional tanggal 18 Desember dan masih dalam suasana peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia tanggal 10 Desember, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Greenpeace Indonesia serta Persatuan BEM BREGAS (Brebes, Tegal dan Slawi) melakukan aksi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang pada Jumat, 17 Desember 2021.

Aksi ini bertujuan untuk mendesak pemerintah Provinsi Jawa Tengah turut mengambil langkah nyata guna memutus mata rantai praktik penipuan, penjeratan utang dan kerja paksa dalam perekrutan dan penempatan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan asing.

abk
Aktivis beraksi suarakan perlindungan ABK di Semarang Jawa Tengah

Mengingat Jawa Tengah adalah salah satu wilayah konsentrasi perekrutan ABK di Indonesia, SBMI, Greenpeace Indonesia dan Persatuan BEM BREGAS menilai Pemerintah Daerah Jawa Tengah perlu segera bertindak dan melakukan evaluasi seluruh manning agency di provinsi tersebut.

Hal ini untuk mendorong perubahan dalam perbaikan tata kelola perekrutan, penempatan dan pelindungan ABK. Pemerintah Jawa Tengah juga harus memastikan adanya layanan pengaduan dan penanganan yang adil terhadap kasus eksploitasi ABK, termasuk dalam pemenuhan hak para ABK yang sudah kembali ke Tanah Air.

Merujuk pada Surat Edaran Mendagri Nomor 560/2999/Bangda, Gubernur (dan Bupati/Walikota) harus melaksanakan urusan wajib bidang ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang secara rinci tertuang dalam Pasal 40 dan Pasal 41 UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

perlindungan ABK
Aktivis beraksi suarakan perlindungan ABK di Semarang Jawa Tengah

“Permasalahan ABK Perikanan dalam kondisi darurat pelindungan. Berbagai permasalahan yang dialami ABK dari tahun ke tahun tidak menunjukkan sinyal perbaikan. Untuk itu, gubernur harus segera mengimplementasikan SE Mendagri tersebut. Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat harus melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelindungan pekerja migran Indonesia, termasuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan perekrut ABK,” ujar Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno.

Dalam aksi yang berlangsung hari Jumat, sejumlah aktivis dari SBMI, Greenpeace Indonesia dari Persatuan BEM BREGAS menempatkan sebuah kubus besar di dekat gerbang utama kantor Gubernur Jawa Tengah.

Kubus tersebut berisi berbagai pesan, salah satunya obituari singkat tujuh ABK yang meninggal di kapal ikan asing, dan testimoni dua mantan ABK tentang kekerasan yang mereka alami selama bekerja.

Obituari ini mengingatkan pemerintah bahwa banyak nyawa sudah berguguran, dan ada banyak nyawa lainnya terancam jika praktik curang dalam perekrutan ABK yang berujung perbudakan di laut tidak dihentikan.

Selain itu, ada pula aksi teatrikal yang menceritakan kisah seorang ABK yang tangannya terikat, mulutnya dibekap dan tubuhnya terperangkap dalam jaring dengan latar belakang kapal ikan asing. Hal ini menggambarkan bagaimana hak asasi para ABK selama bekerja di kapal asing terenggut.

Mereka dipaksa bekerja belasan jam setiap hari di bawah intimidasi mental dan fisik, hidup dalam kondisi mengenaskan dengan asupan makan dan minum yang tidak layak, dan tak bisa melarikan diri karena berada di laut lepas yang jauh dari daratan.

aktivis dan abk
Aktivis beraksi suarakan perlindungan ABK di Semarang Jawa Tengah

“Perbudakan terhadap ABK ini kerap berdampingan dengan praktik perikanan ilegal di skala global yang kita kenal dengan nama IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing. Permintaan ikan yang terus meningkat sedangkan stok ikan sudah berkurang drastis, membuat banyak perusahaan produk makanan laut dan pemilik kapal sudi melakukan berbagai cara untuk tetap meraup untung, bahkan dengan mengeksploitasi ABK. Di sisi lain, karena tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan, akan selalu ada anak muda yang berminat menjadi ABK. Rantai ini yang perlu kita putus,” tutur Afdillah, juru kampanye laut Greenpeace Indonesia.

Dalam rangkaian kegiatan yang sama, Greenpeace Indonesia dan SBMI juga memasang baliho di dua lokasi di mana banyak manning agency beroperasi, yakni di Tegal dan Pemalang, Jawa Tengah.

Baliho ini berisi pesan “Jangan Terjerat Jaring Kapal Ikan Asing!”. Pesan tersebut ditegaskan dengan peringatan bagi para calon ABK untuk memahami hak-hak yang semestinya mereka terima, agar tidak terperangkap dalam jaring perbudakan.

Baca juga: ABK Indonesia dan Pantura

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan