Young Explorer 2019 #7 – Menaklukan Gunung Api Banda

Pagi hari yang cukup cerah ini kami berkumpul di halaman The Maulana Hotel. Kami sudah membawa berbagai perbekalan pendakian, air minum, makan siang, dan makanan ringan.

Dari titik kumpul kemudian kami menyebrang ke Pulau Api Banda sekitar  10 menit. Tidak semua anak akan mengikuti pendakian ke atas, hanya sekitar setengah saja yang ikut. Sisanya mereka mendapatkan tugas untuk menyusuri pesisir dan mengamati burung.

Sebelum mendaki ke atas kami melakukan gerakan pemanasan, sembari meyakinkan diriku sendiri untuk bisa naik sampai atas puncak. Sejujurnya aku tidak pernah mendaki gunung sampai puncak, hanya beberapa kali berjalan nanjak ke perbukitan yang tingginya kira-kira hampir sama dengan gunung ini.

Kupikir puncak gunung ini tidak terlalu tinggi untuk kujadikan percobaan. Gunung Api Banda terletak diatas sebuah pulau yang ada di Laut Banda. Gunung vulkanik aktif di Maluku Tengah ini tingginya hanya sekitar 655 M diatas permukaan laut.

Gunung Api Banda termasuk dalam rangkaian cincin api (Ring Of Fire). Sekitar kaki gunung banyak terdapat rumah warga dan beberapa penginapan untuk para wisatawan. Tapi disisi lain masih sepenuhnya  hutan dan terdapat jalur bekas tumpahan lava erupsi.

Pastikan jika ingin menanjak ke puncak Gunung Api Banda untuk selalu melakukan pengecekan informasi mengenai kondisi terkini, karena gunung ini masih termasuk gunung aktif. Kamu bisa cek keadaan cuaca di BMKG atau informasi melalui website Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana.

Awal mendaki masih bisa ku lewati dengan tidak banyak halangan walau jalanku agak lamban, maklum saja mendaki bukan kegemaranku jadi aku masih sangat amatir.

Memasuki jalur tengah dan menuju puncak. Tingkat kemiringanya mencapai 45°- 60° . Topografi jalur pendakian semakin curam, terjal, berpasir gembur, berkerikil. Tantangan mulai terasa dan aku semakin lamban.

Ditambah cuaca panas dan hanya sedikit angin membuat semakin susah ditempuh. Hingga akhirnya aku sampai ke puncak dalam waktu 3 jam.

Kami harus banyak berhenti karena aku dan Alfi harus ambil beberapa shot video sekitar, sembari menikmati keindahan dan memang nanjak ku lama. Yang terpenting adalah keselamatan dan tidak terburu-buru oleh waktu.

Tapi semua akan tergantikan ketika kamu sudah sampai di puncak. Kamu bisa lihat pemandangan indah gugusan Kepulauan Banda Neira. Di atas semakin panas, dan kita harus tetap waspada dalam melangkah, karena banyak jurang, semak belukar dan berkawah kecil.

Jalur turun lebih sulit dari menanjak,  tak jarang aku merosot atau terpeleset kerikil dan pasir hingga badanku terpentok batang pohon.  Baju, sepatu dan seluruh  badanku penuh dengan pasir.

Ada mitos berkata “Jika kamu sudah sampai puncak gunung Api Banda, maka kamu akan dianggap orang Banda. Sebaliknya, jika kamu penduduk asli Banda tapi belum pernah menjajal pendakian sampai puncak, maka kamu belum bisa disebut sebagai orang Banda.”

Waaah.. jadi beta sekarang orang Banda toh ? hahaha

Apapun itu, panorama indah di atas tidak akan ku lupakan. Pantas saja bangsa penjajah rela jauh-jauh mencari harta karun dan mendapatkan surga di Timur Indonesia ini.

*Catatan:

Teman-teman para pendaki,

Saya masih banyak mendapati banyak plastik kemasan dan botol air minum sekali pakai. Sembari kami turun gunung, kami membawa sampah sendiri dan juga botol yang terbuang disekitar jalur pendakian ke dalam tas kami. Mohon untuk selalu jaga kebersihan alam yang indah ini ya! 🙂

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan