Mending Ke Laut Aja, Yuk!

Pernah dengar ungkapan “Mendingan cabut ke laut aja Lo” ?

Ungkapan yang sering kita gunakan untuk menyinggung seseorang agar pergi menjauh dari kehidupan kita, karena orang tersebut sudah sangat begitu mengganggu/ menjengkelkan. Sehingga tempat yang paling cocok untuk ”membuang” orang  tersebut adalah laut.

Dan dari ungkapan berkonotasi negatif tersebut. Kita seolah menganggap laut bukanlah bagian penting dari kehidupan kita. Faktanya, itulah terjadi dalam beberapa dekade terakhir.  Kita cenderung tidak peduli akan laut kita. Dan cenderung memanfaatkan laut untuk hal-hal negatif.

Sampai- sampai Kita beranggapan kalau laut adalah tempat yang “cocok’ untuk sesuatu yang tidak berguna, dengan menjadikan laut sebagai solusi tempat “pembuangan” untuk segala hal yang tidak disukai, termasuk sampah yang kita hasilkan.

Karena kita menganggap laut bukanlah tempat tinggal kita, laut tidak memberikan sumbangsih dan  manfaat lebih besar dibanding daratan. Sehingga dengan bebas dan tidak merasa bersalah kita memanfaatkan laut untuk hal-hal yang terbilang merusak, salah satunya membuang sampah ke laut.

Akibatnya, kondisi laut  saat ini berada dalam keadaan yang  mengkhawatirkan.  Sampah yang kita buang ke laut tersebut saat ini telah menumpuk, dan sangat mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Khususnya sampah plastik yang sulit/butuh waktu lama untuk terurai di laut.

Data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebutkan, setiap tahun paling dikit sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi setiap tahunnya.

Tidak hanya itu, karena kebiasaan kita menganggap laut sebagai tempat pembuangan, itu juga menjadikan  Negara kita Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar ke dua dunia sebanyak 187,2 Juta Ton  (data riset yang dilakukan Jenna Jambeck pada tahun 2015).

Sebuah rekor yang tentunya membuat kita semua prihatin. Sekaligus menjadi bukti kalau kita tidak peduli dengan kondisi laut beberapa tahun terakhir. Sebagai negara maritim tentu hal ini menjadi momok yang menakutkan bahwa kita terjebak dalam sebuah krisis pencemaran di laut .

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, kondisi sampah plastik saat ini berada di “level waspada” dan jika ini terus berlanjut dan tidak  diatasi sesegera maka diprediksi pada tahun 2050 jumlah sampah plastik lebih banyak dari jumlah biota di laut.

Lantas Apa yang menjadi pilihan kita sekarang, agar kondisi laut tidak menjadi lebih buruk dan dapat lebih baik. ? bagaimana solusinya ?

Solusinya tentunya haruslah dimulai dari kita masing-masing,  sebuah langkah paling sederhana yang mungkin bisa kita lakukan sebagai jawaban  dari solusi tersebut adalah dengan mengubah paradigma kita tentang laut.

Ungkapan negatif  “mendingan cabut ke laut aja lo” sudah saatnya menjadi ajakan positif   “ke laut aja, yuk” yang memiliki artian ajakan untuk mengenal laut dengan segala potensinya, karena dengan kenal, berarti kita akan memahami manfaat dan nilai penting laut di bagi kehidupan kita, dan bisa turut andil untuk menjaga laut. Alih-alih apatis  tentang laut, dan menganggap laut sebagai tempat yang tidak penting bagi kehidupan kita.

Semua ini belum terlambat, tentunya. Jika kita ingin berubah ! Salam laut sehat !

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan