Kenapa Aktivis Lingkungan Ngurusi Politik?

politik

“Kenapa sih Greenpeace kok jadi ngurusi politik?” ujar salah satu warganet yang berkomentar di salah satu postingan Instagram organisasi lingkungan “Greenpeace Indonesia”.

Ada yang tahu jawabannya mengapa? Salah kah lembaga atau organisasi itu?

Memang, umumnya konten sosial media yang diposting oleh organisasi lingkungan yaitu berbicara soal alam, spesies dan ilmu pengetahuan alam lainnya. Akan tetapi, dalam beberapa situasi organisasi tersebut juga pada akhirnya berbicara soal-soal politik dan kebijakan publik. Betul atau betul?

Jadi begini teman-teman, bericara soal kerusakan dan kelestaraian lingkungan termasuk lingkup didalamnya berupa lautan, hutan, hingga lingkungan pemukiman (kota) dapat dibengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yang juga sangat penting adalah aspek politik.

Mengapa Politik Memiliki Pengaruh terhadap Lingkungan?

Peraturan-peraturan yang dikeluarkan atau dibuat oleh para pejabat negara, atau pembuat hukum itu menjadi faktor yang penting terhadap kondisi lingkungan.

Pengelolaan yang baik akan menghasilkan lingkungan yang baik, atau sebaliknya. Upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan itu meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (pasal 1 angka 2 undang-undang nomer 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup).

Amanat pasal tersebut memiliki makna bahwa terdapat korelasi antara negara, wujud perbuatan hukumya yang berupa kebijakan (policy making), serta sistem tata kelola lingkungan.

Dalam panggung politik praktis misalnya kita mengenal caleg (calon legislatif) sebagai wakil rakyat (DPR), mengenal pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, dst). Pertanyaannya, apakah mereka (persona) yang terlibat langsung dalam wilayah itu tidak memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan hidup? Tentu jawabannya tidak.

Justru mereka lah sebagai wakil dari kepentingan masyarakat secara luas serta kepentingan lingkungan hidup yang memiliki posisi lebih dekat dalam menghasilkan aturan-aturan negara.

Tahun 2024, Indonesia akan menyelenggarakan salah satu momentum politik yaitu pemilihan presiden 2024. Dalam pesta pemilu, biasanya kita masyarakat secara luas bahkan tiap individu diminta untuk berpartisipasi atau memberikan pilihan pada caleg, capres, dll.

Akan tetapi tugas masyarakat tidak berhenti sampai pemilu saja, masyarakat sipil berhak untuk terus mengawal para politis hingga pejabat-pejabat negara selama mereka menjabat agar memperhatikan isu lingkungan hidup yang kita titipkan kepada mereka.

Sebagai contoh, para anggota legislatif dan eksekutif (pemerintah) akan membuat kebijakan soal industri nikel di sebuah wilayah yang mengharuskan membabat hutan hingga menjadi gundul dan laut yang rentan menjadi korban pembuangan limbah akibat industri tersebut.

Tentu masyarakat sipil yang menyuarakan kesehatan lingkungan hidup berhak untuk ngurusi (berperan), mengingatkan para wakil kebijakan tadi bahkan mengkritisi mereka, apalagi jika mereka benar-benar tidak memperdulikan aspek lingkungan hidup.

Sungguh sangat berbahaya jika publik atau masyarakat hanya diam-diam saja, tidak ingin mengkritik atau terlibat.

Jadi, jawaban untuk pertanyaan warganet “Kenapa sih aktivis lingkungan ngurusi politik?” adalah justru semua aktivis bahkan masyarakat sipil wajib ngurusi politik, karena “barang” itu adalah soal hajat hidup orang banyak (masyarakat) dan lingkungan hidup.

Baca juga: PBB: Egoisme Negara-Negara Menyebabkan Darurat Laut (Ocean Emergency)

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan