Bukan Suara Ombak, Kini Suara Sesak

sampah laut

“Sesak The Sound of Marine Debris” adalah sebuah pertunjukan eksperimental instalasi seni soundscape yang terbuat dari sampah laut.

Sesak dalam bahasa Indonesia berarti kesulitan bernapas atau tercekik. Menafsirkan penggambaran manusia dan alam dengan sampah laut, memunculkan masalah sampah laut, biota laut, dan perekonomian masyarakat pesisir.

Instalasi soundscape tersebut dirancang menggunakan sampah laut seperti kaleng, plastik, dan sampah lainnya. Ada pun video art yang menggambarkan instalasi soundscape yang dramatis dari masyarakat pesisir dengan sumber daya alamnya yang tercemar oleh limbah domestik perkotaan.

Sebelum lebih jauh membahas video pertunjukan tersebut bisa menang di Facade Video Festival 2022 di Bulgaria, penulis akan membahas dulu perjalanan karya tersebut yah.

Proyek perjalanan bertajuk “Sesak The Sound of Marine Debris” berawal dari sebuah exhibition yang diselenggarakan di Sumedang yaitu Bait Pertama. Dari pameran seni rupa tersebut ada sebuah karya instalasi yang diciptakan oleh Mosyasubrata yang bertajuk SESAK (Sesa Kaleng) yang di mana menafsirkan sebuah kesesakan di lautan karena sudah tercemar oleh sampah.

Instalasi Sesak di Bandung Contemporary Art Award 2022

Instalasi SESAK tersebut bisa menimbulkan bebunyian karena gesekan senar dan kaleng ketika dimainkan. Instalasi tersebut dimainkan juga ketika closing exhib secara spontan oleh sang pengkarya yakni Mosyasubrata dan dibantu oleh penulis sendiri, serta suara vokal oleh Theotaria, pertunjukan tersebut menarik perhatian para pengunjung karena bunyi yang dihasilkan.

Selang beberapa bulan, ada sebuah ide pemikiran baru dari Faqih Allawi untuk instalasi sesak, yaitu dibuat konsep secara dramatis lewat sebuah pertunjukan eksperimental untuk menghasilkan sebuah video yang bertajuk “Sesak The Sound of Marine Debris” yang disutradarai langsung oleh Faqih Allawi yang sempat menjadi kurator pada exhib Bait Pertama.

Bermodalkan kolektif dari beberapa seniman yang terlibat, untuk bisa menghasilkan karya yang bagus, dengan menambahkan sampah-sampah plastik; botol minuman, kemasan makanan, sedotan. Ada pun beberapa sampah lainnya; masker, kaleng-kaleng minuman dan makanan yang biasa kita temukan jika di pantai.

Akhirnya video pertunjukan instalasi soundscape tersebut beres pada pertengahan tahun. Sobat laut bisa simak cuplikan videonya:

Dalam video tersebut, menggambarkan kondisi kesakitan karena sesaknya lautan oleh sampah lewat vokal perempuan yang menggambarkan ibu, sekaligus menggambarkan masyarakat pesisir yang merindukan akan laut yang indah kembali. Suara-suara yang dihasilkan dari instalasi pun menggambarkan kemarahan lautan yang sudah sesak.

Pada bulan Juli 2022, nama Faqih Allawi lewat karya “Sesak The Sound of Marine Debris” lolos masuk semi final pada ajang bergengsi yaitu Bandung Contemporary Art Award yang ke-7 yang diikuti oleh seniman kontemporer di Indonesia. Dari situ, teman-teman yang menggarap projek tersebut fokus kembali untuk menampilkan pertunjukan dari karya tersebut di Lawangwangi Creative Space.

Setelah beres kegiatan tersebut dan hanya masuk semi final saja, pada bulan ini, video yang di submit kembali oleh Faqih Allawi awalnya masuk Top 10 Selected pada Facade Video Festival di Bulgaria, setelah proses penjurian lagi, akhirnya Sesak The Sound of Marine Debris pada hari Sabtu, 24 September 2022 akhirnya menang.

Facade Video Festival adalah pameran seni video kontemporer internasional yang diadakan di Plovdiv, Bulgaria. Proyek Art Today Association – Pusat Seni Kontemporer – Plovdiv, Bulgaria bekerja sama dengan Goethe institut Bulgaria membuat festival video art kontemporer yang di proyeksikan dinding rumah baik di kota tua Plovdiv mau pun di lingkungan sekitarnya diubah menjadi tempat praktik artistik yang nyata, menciptakan antarmuka antara pemirsa dan seniman, antara seni visual dan kota.

“Karya yang dibuat secara antropologis dan marine ecologis yang dirasakan oleh saya sebagai representasi kini terhadap polusi sampah di pesisir Jawa. Masalah ini ternyata bukan hanya di Indonesia, tetapi menjadi endemik diseluruh pesisir pantai dunia. Merangkai Object found menjadi sebuah karya recycle sound scape dibalut dengan visual narasi performance yang experimental dengan output karya yang empatik kepada seluruh manusia dengan alamnya. Sebagai warga Sumedang yang jauh dari pesisir, karya ini bukan hanya diimplementasikan terhadap laut, tetapi ekosistem air yang bisa kita cocokologikan dengan sungai dan bendungan jati gede,” Ujar Faqih Allawi.

sampah laut
Tim Sesak The Sound of Marine Debris

Facade Video Festival tersebut sebagai festival bergengsi Internasional, pada tahun ini diikuti oleh peserta dari berbagai negara seperti Bulgaria, Austria, Inggris, Italia, Jerman, Belarus, Portugal, Prancis, Spanyol, Thailand, Israel, Rusia, Ukraina, Romania, Skotlandia, Australia dan Indonesia.***

Baca juga: Perusahaan Besar Dibalik Pencemaran Plastik dan Krisis Iklim

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan