Mengenal Fakta Menarik dan Ancaman di Laut Indonesia

“Live in the Sunsine, swim the sea, drink the wild air” -Ralph Waldo Emerson

Laut bukan hanya sebatas bentangan samudera yang luas, bukan pula terbatas pada suatu wilayah negara. Di mana pun letaknya laut tetaplah sama, manfaatnya mampu memberikan keseimbangan bagi kehidupan.

Sejak kecil kita mengenal bahwa pohon memproduksi oksigen bagi kehidupan. Tentunya benar, namun tahukah kita bahwa pohon bukan satu-satunya penghasil oksigen?

Ternyata hampir lebih dari 80% oksigen yang dihasilkan berasal dari lautan. Melihat persentase tersebut seharusnya kita sebagai manusia yang diberikan anugerah oleh Tuhan berupa akal dan pikiran tahu apa yang harus dilakukan, ya…sederhananya berterima kasih. Untuk mengungkapkan rasa terima kasih ada banyak cara sederhana yang bisa dilakukan, misalnya:

  • Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai
  • Membuang sampah pada tempatnya
  • Membagikan informasi terkini tentang laut melalui media sosial
  • Menambah pengetahuan dengan menonton film tentang laut 
  • Menulis artikel tentang laut “seperti yang Saya tulis saat ini”

Selain itu bisa juga dengan ikut berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan kolaborasi seperti:

Gambaran aktivitas diatas mungkin tindakan sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengungkapkan rasa terima kasih pada laut, juga sebagai upaya untuk menjaga laut tetap lestari serta menyelaraskan kehidupan manusia dan alam tanpa harus mengorbankan lingkungan.

trevally
Terumbu karang dan ikan – ikan. / Foto: Paul Hilton / Greenpeace

Fakta Menarik Tentang Laut Indonesia

1. Indonesia sebagai Negara Maritim Terbesar di Dunia

Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas perairannya terdiri dari laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman seluas 2,7 juta km atau 70% dari luas wilayah yang ada.

Penetapan Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus negara maritim tertuang pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang disebut Prinsip Negara Kepulauan (Archipelagic State Principle).

Hal tersebut diperkuat dengan berbagai indikator seperti, kondisi geografis, ekonomi, politik, dan sejarah negara Indonesia sehingga memenuhi syarat untuk menjadi satu negara kepulauan.

2. Enam dari Tujuh Spesies Penyu di Dunia Ada di Laut Indonesia

Sebagai wilayah yang menjadi rute migrasi penyu di persimpangan Samudera Pasifik dan Hindia, laut Indonesia memiliki 6 dari 7 spesies penyu yang ada di dunia.

Penyu dikenal sebagai hewan reptil laut yang mampu menjelajahi dunia menggunakan empat sirip kakinya, “menarik bukan?” Jenis yang ada diantaranya, penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelis coriaceae), penyu pipih (Natator depressus), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

3. Indonesia Masuk dalam Kawasan Segitiga Karang Dunia

Segitiga terumbu karang atau Coral Triangle memiliki lebih 600 spesies terumbu karang, yang termasuk 75% semua spesies terumbu karang yang ada di dunia. Lebih dari 3.000 spesies ikan tinggal di Segitiga Terumbu Karang. Sehingga hal tersebut membuat Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman karang hidup dan biota laut yang tinggi.

4. Potensi Besar Laut Indonesia dalam Menyerap Karbon Dunia

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti, mangrove, lamun, rawa air asin, dan makroalga. Ekosistem laut tersebut memiliki daya serap karbon cukup signifikan dengan proses fotosintesisnya.

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia yaitu 3,2 juta hektar meliputi 22.4% dari total luas hutan mangrove di dunia, jadi tidak mengherankan jika peranan laut Indonesia penting bagi dunia.

Selain itu vegetasi pesisir (hutan mangrove, padang lamun, rawa payau, dan phytoplankton) dapat menyimpan sebanyak 77% lebih banyak karbon dibandingkan hutan.

Dengan demikian kita patut berbangga dan menyadari bahwa laut Indonesia sangatlah penting untuk kita jaga. Namun sepertinya kita juga tidak bisa menutup mata terhadap ancaman yang ada.

Ancaman yang dihadapi Laut Indonesia

1. Plastik yang Mencemari Lautan (Plastic Pollution)

Sebelumnya Indonesia dikenal sebagai Negara penyumbang sampah plastik terbesar ke dua di dunia setelah Tiongkok. Indonesia diperkirakan menghasilkan sebanyak 3,22 juta ton sampah plastik dan 0,48-1.29 diantaranya mencemari lautan.

Selain itu plastik telah menyebabkan kematian yang masif bagi salah satu spesies laut yaitu penyu, terdapat 1000 penyu ditemukan mati akibat sampah plastik setiap tahunnya dan hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kepunahan. Plastik dapat menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis hewan laut, matinya terumbu karang dan merusak keindahan laut.

Bagi manusia tentu juga berpengaruh terhadap kesehatan, karena konsumsi ikan yang terkontaminasi oleh mikroplastik dari sampah plastik akan meningkatkan resiko penyakit seperti kanker.

Penyu mati dan tumpukan sampah plastik di pantai. / Foto: Greenpeace

2. Tumpahan Minyak Menyebabkan Rusaknya Ekosistem Laut (Oil Spill)

Perairan Indonesia nampaknya perlu perhatian serius dalam menghadapi ancaman yang satu ini. Bagaimana tidak, terhitung sejak kejadian tumpahan minyak di perairan Balikpapan, Kalimantan Timur 2018 lalu dan Karawang, Jawa Barat pada 2019, baru-baru ini tanggal 15 April 2021 perairan Karawang kembali tercemar oleh adanya tumpahan minyak yang diakibatkan kebocoran pipa minyak bawah laut di sekitar area BZZA, sumur minyak yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).

Tumpahan minyak dapat menyebabkan kematian pada ekosistem laut yang ada. Selain itu juga menyebabkan kerugian ekonomi dan kesehatan bagi masyarakat. Dikhawatirkan kejadian tersebut akan berdampak buruk dalam jangka panjang.

(Dokumentasi: Media Greenpeace)

3. Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan (Destructive Fishing)

Penggunaan bom ikan dan racun sianida atau bius nampaknya harus menjadi perhatian semua pihak. Salah satu contoh kasus yang terjadi yaitu di kepulauan Spermonde, Makassar, Sulawesi Selatan. Rendahnya kesadaran dan lemahnya penegakan hukum diduga menjadi celah praktik ilegal yang kerap terjadi.

Menurut data LIPI yang melakukan kegiatan pemantauan terhadap 1.067 lokasi terumbu karang memperlihatkan hanya 70 lokasi dalam kategori sangat baik dan 245 lokasi kategori baik. Sementara yang tergolong kategori jelek sebanyak 386 lokasi, atau sekitar 36% dari total lokasi. Apabila tidak ada langkah yang konkret dikhawatirkan karang-karang yang ada di Spermonde atau wilayah lainnya akan hancur.

(Dokumentasi: Greenpeace Indonesia)

4. Aktivitas Penambangan Pasir di Laut

Disamping menghadapi destructive fishing, masyarakat kepulauan Spermonde juga harus menghadapi ancaman besar lainnya, yaitu adanya aktivitas penambangan pasir yang dilakukan oleh PT Boskalis Royal di perairan Sangkarrang, Makassar, Sulawesi Selatan.

Masyarakat menilai adanya aktivitas tersebut membuat mereka merasa resah, penghasilan menurun, air keruh dan menyebabkan gelombang besar. Aktivitas pengambilan pasir laut di wilayah tangkap nelayan dapat dikatakan sebagai bentuk perampasan ruang hidup nelayan, karena penambangan pasir memiliki daya rusak tak hanya secara fisik pada laut tetapi juga bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Selain itu berpotensi terjadinya intimidasi terhadap warga yang menolak aktivitas penambangan tersebut.

(Dokumentasi: Mongabay.co.id)

5. Praktik Perbudakan Modern pada Anak Buah Kapal Indonesia (Modern Slavery)

Permasalahan yang ada di laut juga berkaitan dengan sisi kemanusiaan, hilangnya nyawa 4 orang Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal asing beberapa tahun lalu antara September 2019-Februari 2020 telah menorehkan luka mendalam bagi keluarga dan pekerja migran Indonesia sehingga menjadi catatan penting bagi kita. Diduga adanya perlakuan dan kondisi kerja yang buruk menjadi penyebab utamanya.

Kondisi tersebut bukan tanpa alasan, disinyalir lemahnya kebijakan dan tata kelola perekrutan Anak Buah Kapal (ABK) menyebabkan rentan terjadinya eksploitasi WNI yang bekerja di kapal ikan Asing. Secara sederhana, amburadulnya kebijakan saat ini akan berdampak pada proses dimplomasi dalam tingkat internasional, maka dari itu ratifikasi Konvensi ILO 188 menjadi penting bagi kita.

Kampanye SMBI dan Greenpeace untuk perlindungan ABK perikanan. / Foto: Greenpeace

Kompleksitas permasalahan yang dihadapi memerlukan sinergi dari berbagai pihak mulai dari masyarakat, perusahaan hingga pemerintah. Permasalahan laut ibarat seluas samudera membentang. Memandangnya saja tidak cukup, hanya dengan berlayar maka kita dapat mengarunginya.

Begitu pun dengan proses penyelesaian yang dimaksud, bertindak sesegera mungkin adalah langkah utama dalam upaya menyelamatkannya. Memang bukan perkara mudah dalam menyelesaikannya, namun dengan mengenali beberapa fakta tersebut, mungkin kita dapat melakukan sesuatu melalui berbagai peran sesuai kemampuan yang dimiliki.

Sudah saatnya mengenali potensi diri, bukan mustahil jika ternyata kita adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menjadi aktor untuk menyelamatkan bumi dari para perusak.

”Everything we do, even the slightest thing we do, can have a ripple effect and repercussions that emanate. If you throw a pebble into the water on one side of the ocean, it can create a tidal wave on the other side.” – Victor Webster

Baca juga: Hari Laut Sedunia 2022: Rangkuman Peristiwa yang Mengancam Kesehatan Laut

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan