Penyediaan Stasiun Isi Ulang Air Minum Di Tempat Publik Perlu Dilakukan

Aktivis Greenpeace melakukan kampanye publik #RefillKuy di Jakarta Car Free Day (26/02/2017) [1]. Kampanye tersebut dilakukan untuk mendukung gerakan Indonesia Bebas Sampah 2020 dengan mengajak publik senantiasa membawa botol minum sendiri guna mengurangi konsumsi botol plastik minuman ringan.

Pada hari yang sama, selain di Jakarta, aktivis Greenpeace di 6 kota lainnya, yaitu: Padang, Pekanbaru, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya juga turut bersolidaritas turun ke jalan menggemakan pesan Peduli Sampah 2017.

Berdasarkan data yang terkumpul dari gerakan International Coastal Cleanup 2015 (Ocean Conservancy, 2016) [2] menunjukkan bahwa sampah botol plastik menempati urutan ke-2 sebagai sampah yang paling banyak ditemukan setelah puntung rokok.

Hasil awal dari riset lapangan yang dilakukan oleh relawan Greenpeace Indonesia selama periode 3 bulan (September sampai dengan November 2016) di Kepulauan Seribu, Jakarta menunjukkan bahwa sampah botol plastik menempati urutan ke-3 setelah sampah kemasan plastik berbagai ukuran (termasuk kantong plastik) dan karet (termasuk alas kaki).

Hasil riset lapangan yang dilakukan oleh relawan Greenpeace tersebut juga mengungkapkan bahwa sebanyak 1 hingga 3 sampah botol plastik per meter persegi per bulan (1 s.d. 3/m2/bulan) dapat terakumulasi di pantai-pantai di Pulau Air, Pulau Karang Congkak dan Pulau Bokor.

Sementara itu, hasil survei konsumen air minuman ringan di Indonesia yang juga dilaksanakan oleh relawan Greenpeace Indonesia (2016) menunjukkan dari 1.568 responden, sebesar 95,28% setuju setiap kemasan botol plastik minuman ringan perlu dicantumkan harga satuan sehingga saat dikembalikan ke produsen, konsumen berhak memperoleh pengembalian dana harga satuan botol plastik (refund).

Dari populasi responden yang sama sebesar 94,64% setuju untuk membawa botol minum sendiri dan stasiun isi ulang air minuman ringan perlu disediakan oleh produsen.

Greenpeace menilai pengurangan sampah botol plastik melalui penyediaan stasiun isi ulang air minum di berbagai ruang publik perlu dilakukan segera.

Hal tersebut penting dikampanyekan untuk mengurangi ketergantungan dan konsumsi botol plastik berlebihan oleh masyarakat, terutama di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta.

Catatan Editor:

Lihat: https://twitter.com/GPYouthID/status/835686591150473217

Lihat: http://www.oceanconservancy.org/our-work/international-coastal-cleanup/2016-ocean-trash-index.html

Narahubung:

Fausi, Public Engagement Campaigner, Greenpeace Indonesia, mobile: +628118888050, email: fausi[at]greenpeace.org

Mazaya Btari Gina, Greenpeace Youth Indonesia – Jakarta Volunteers Leader, mobile: +6285778800275, email: mazayabtari[at]gmail.com

Prasetyo Dhia, Greenpeace Ocean Defender – Indonesia Volunteers Leader, mobile: +6282112380778, email: prasetyodhia[at]gmail.com

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan