Tradisi Perburuan Paus dan Pari di Lamalera

Lamalera, satu nama yang ketika disebut membuat sebagian orang Indonesia akan bergumam, “Itu di mana?”. Padahal desa yang ada di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT ini, sudah lama keunikan tradisinya menjadi perbincangan. Bahkan acapkali menjadi perbincangan hingga mancanegara.

Keunikan tradisi tersebut bukan tentang tarian yang indah, bukan tentang rumah adatnya yang kokoh atau alat musiknya. Bukan pula tentang baju adatnya yang menawan. Bukan, ini berbeda. Ini adalah tentang tradisi yang sudah dilakukan selama ratusan tahun untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Di kota-kota besar secara umum, masyarakatnya dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan pangan dengan membelinya di pasar ataupun swalayan. Tapi, lain hal dengan di desa Lamalera. Masyarakatnya memenuhi kebutuhan pangan dengan melakukan penangkapan ikan pari manta dan paus.

Penangkapan dilakukan secara tradisional yaitu dengan menikamkan tombak ke tubuh  ikan lalu membawanya ke bibir pantai. Setelah buruan sampai di bibir pantai biasanya langsung didistribusikan keseluruh masyarakat Lamalera untuk pemenuhan pangan.

Meskipun kedua biota laut tersebut masuk ke dalam kategori dilindungi penuh dan dilarang untuk diburu. Namun,  kegiatan menangkap ikan pari manta dan paus di desa Lamalera ini merupakan suatu kearifan lokal yang masih harus terus dilakukan.

Sebab, kegiatan ini bukan sebagai bentuk komersialisasi atau industri skala besar. Melainkan sebagai bentuk untuk menjamin kebutuhan pangan masyarakat Lamalera, yang berada di salah satu provinsi dengan penduduk miskin tertinggi di Indonesia.

Warga Lamalera telah menganggap paus sebagai berkah sang maha kuasa. Paus yang ditangkap dibagikan ke semua warga desa. Dagingnya dibagikan pada warga kampung terutama para janda, fakir miskin, dan yatim piatu, yang mendapat bagian lebih dulu.

Selain itu, kegiatan ini juga sebagai bentuk tradisi masyarakat Lamalera yang telah mengakar turun temurun, yang dalam penangkapannya, masyarakat  hingga kini tetap menggunakan cara tradisional bukan dengan cara modern yang dapat membunuh secara kejam semua biota laut.

Di lain sisi, proses penangkapan ikan pari manta dan paus juga berpotensi menjadi daya tarik wisata sehingga memiliki dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Aktivitas kultural ini juga telah diakui sebagai tradisi secara internasional dan telah diberi izin oleh lembaga konservasi dan kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif, karena yang di buru hanya paus tua yang tak produktif.

Disisi lain pemerintah juga mengkategorikan spesies buruan masyarakat Lamalera sebagai satwa laut yang dilindungi dan terlarang untuk diburu. Namun demikian, pelarangan ini tidak efektif karena masyarakat Lamalera tetap saja memburu paus karena telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya turun-temurun.

Walau begitu, populasi paus dan ikan pari manta harus tetap diperhatikan dan dilestarikan keberadaannya.  Pelestarian ikan pari manta dan paus perlu dirancang dan dikelola secara baik agar keduanya dapat lestari. Karena tak mungkin, tradisi ini dapat terus berlanjut jika buruan yang menjadi incaran sudah habis tak tersisa lagi.

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan