Young Explorer 2019 #4 – Bersih Pantai Natsepa dan Audit Sampah

Minggu, 17 Maret 2019

Hari ini sangat bersemangat pastinya, bagaimana tidak kami akan melakukan kegiatan di Pantai Natsepa. Sebelum berangkat pagi ini kami banyak belajar sejarah Banda Neira oleh Bapak Usman Thalib sejarahwan di Maluku.

Malam ini kami juga akan meninggalkan Ambon dan berlayar ke Banda Neira. Beliau banyak bercerita mengenai kejayaan Kepulauan Banda Neira yang menjadi perebutan bangsa asing akan rempah-rempahnya yang subur .

Pantai Natsepa

Setelah kami selesai makan siang, kami berangkat menuju Pantai Natsepa, tidak jauh dari pusat kota. Pantai ini berpasir putih, bergradasi warna biru yang cantik. Tidak lepas mataku memandang laut dan merasakan  angin pantai dari rindangnya pohon di sekitar pesisir.

Sepanjang pantai banyak kios-kios pedagang menjual makanan. Yang paling terkenal yaitu rujak natsepa, makanan khas yang cocok dimakan sambil menikmati birunya laut lepas dan angin pantai .

Hari minggu ini banyak wisatawan asing ataupun lokal memadati area pantai, sekedar duduk santai, berenang, olahraga air, atau hanya piknik di tepian pantai. Warga Ambon memang tidak lepas dengan wisata lautnya.

Kami datang kesini bukan untuk main air dan pasir pantai. Kami datang untuk melakukan aksi langsung, membersihkan pantai Natsepa sekaligus melakukan Audit sampah disana.

Aku dibantu oleh Kak Mentari dari WWF-Indonesia, kami menggunakan metode Plastic Free Network yaitu jaringan pendataan ilmiah sampah pesisir berbasis masyarakat.

Plastic Free Network diadopsi dari CSIRO Global Plastic Project dari Australia. Pendataan mengacu pada metode sampling acak dan menggunakan sistem transek.

Kami membagi adik-adik Sekolah Alam menjadi 4 kelompok. Mereka membawa jaring sampah masing-masing. Tidak butuh waktu lama mereka sudah memenuhi kantong jaring sampah mereka.

Plastik yang paling dominan ditemukan yaitu plastik sekali pakai seperti air minum dalam kemasan,  bungkus saset, dan bungkus makanan.

Setelah itu kami mendata satu-satu dari mulai merk sampah, jenis kemasan, ukuran, bentuk, ke dalam form yang sudah disiapkan. Nantinya data ini akan kami olah dan kita akan melihat merk mana kah yang banyak kami temukan di sana.

Setelah kegiatan ini, kami kembali ke LPMP Provinsi Maluku untuk kembali packing dan menyusun tas kami. Kemudian menuju Mesjid Raya Alfatah dan makan malam sembari menunggu kapal KM Ngapulu datang.

Baiknya kapal datang tepat waktu, kami bergegas membawa banyak barang bawaan kami masing-masing. Juga gotong royong membawa logistik.

Aku iba melihat adik-adik yang membawa terlalu banyak barang. Tapi aku salut! mereka sudah banyak belajar arti kerjasama dan gotong royong disini.

Beberapa orang bertanya kami siapa, rombongan dari mana, dan hendak kemana ?

Ketika mereka tau kami akan ke Banda Naira. Mereka bilang kami beruntung, karena Banda Neira sangat indah, memori handphone kamu akan penuh. Dia bilang, setidaknya seumur hidup sekali memang harus pergi ke Banda Naira.

Aku makin penasaran…


Malam ini kami tidur beralaskan tikar, kapal ini penuh sehingga kami tidak kedapatan kasur, aku tahu ini berat tapi mereka kali ini sudah belajar menerima keadaan.

Hingga kami terlelap tidur satu per satu…

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan