Terbaru Penjualan Pulau di Mentawai: Inilah Daftar Penjualan Pulau di Indonesia

penjualan pulau

Halo pembela lautan, heboh soal praktik penjualan pulau – pulau kecil di Indonesia baru-baru ini (Kepulauan widi 2022 oleh PT. LII, Kep. Mentawai 2023 oleh PT. Laut Menari) kembali mencuat. Ini merupakan pertanda bahwa pulau-pulau kecil di Indonesia telah lama dijadikan komoditas bisnis layaknya barang mewah.

Publik berdebat soal ini. Mulai dari publik yang menyoroti prosedural hukum di atas kertas, hingga publik yang menyoroti substansi soal penguasaan pulau-pulau kecil yang jatuh ke pihak privat, terlepas ia WNI atau WNA.

Tahun 2018, Kapal Greenpeace Rainbow Warrior bergabung dengan puluhan kapal nelayan Pulau Pari menggelar aksi penyelamatan Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Sebuah koalisi LSM dari Walhi dan Kiara yang didukung oleh Greenpeace melakukan protes dengan komunitas nelayan dari Pulau Pari untuk menyelamatkan pulau tersebut dari privatisasi dan mengubahnya menjadi resor. / Foto: Dhemas Reviyanto / Greenpeace

Melansir dari situs Kementerian Kelautan dan Perikanan RI berikut daftar permasalahan pulau: penjualan pulau:

  1.  2005 . P. Bidadari (5 Ha) di NTT dijual seharga Rp. 459.000.000 melalui warga lokal H. Machmud
  2.  2007 . P. Panjang dan P. Meriam Besar di NTB dijual melalui situs www.karangasemproperty.com
  3.  2009 . P. Makaroni / P. Siniai (14 Ha) seharga USD 4.000.000, P. Kandui / P. Karangmajat (26 Ha) seharga Rp. USD 8.000.000 dan P. Siloinak (24 Ha) seharga USD 1.600.000 di Sumatera Barat Kab Kep Mentawai dijual melalui situs www.privateislandsonline.com
  4.  2012 . Gili Nanggu (12 Ha) di NTB Kab Lombok Barat dijual melalui situs www.privateislandsonline.com seharga 9.900.000.000.
  5.  2012 . P. Gambar (2,2 Ha) di Kalimantan Barat Kab Ketapang dijual melalui situs www.privateislandsonline.com seharga Rp. 6.800.000.000. (Berita) (Lokasi by Kaskus)
  6.  2014 . P. Kusu di Maluku Utara Kab Halmahera Selatan dijual diberitakan melalui okezone.com 
  7.  2014 . P. Kumbang (6,8 Ha) di Sumatera Barat Kab Pesisir Selatan dijual melalui situs www.privateislandsonline.com seharga USD 1.800.000.
  8.  2014 . P. Kiluan (50 Ha) di Lampung Kab Tanggamus dijual melalui situs www.privateislandsonline.com USD 300.000. 
  9.  2014 . P. Sebayur (40.000 m2) di NTT Kab. Manggarai Barat dijual seharga Rp. 28.000.000.000,- melalui  situs www.brighton.co.id (Bing Maps)
  10.  2015 . P. Punggu (117 Ha) di NTT Kab. Manggarai Barat dijual melalui situs Skyproperty.com seharga USD 11.000.000.  (Bing Maps)
  11.  2015 . P. Sambergelap (5 Ha) di Kalimantan Selatan dijual melalui Banjarmasin Post seharga Rp. 10.500.000.000. (Bing Maps)
  12.  2018 . P. Bukabuka Tojo Una-Una  (1.200 Ha) di Sulawesi Tengah dijual melalui situs www.privateislandsonline.com harga By Request (Bing Maps)
  13.  2018 . P. Ajab (30 Ha) di Kepulauan Riau dijual melalui situs www.privateislands.com seharga USD 3.300.000 (Bing Maps)
  14.  2019 . P. Dua Barat (78.400 m2) di DKI Jakarta Kab Kepulauan Seribu dijual melalui situs www.privateislandsonline.com seharga Rp. 243.040.000.000. (Bing Maps)
  15.  2019 . P. Pahawang Besar (229.095 m2) dan P. Pahawang Kecil (87.420 m2) di Lampung Kab Pesawaran dijual melalui Ray White seharga Rp. 50 Milyar (Bing Maps)
  16.  2020 . P. Kembung (1,2 Ha / 3 acre) dan P. Yudan (11,33 Ha / 28 acre) di Kepulauan Riau Kab. Kep Anambas dijual melalui www.privateislandsonline.com harga By Request 
  17.  2021 . P. Lantigiang (10 Ha) di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan dijual seharga Rp. 900.000.000,- (link1) (link2) (link3)

Menurut Muhammad Qustam Sahibuddin, Peneliti PKSPL-LPPM IPB University melalui tulisannya yang berjudul “Mafia Penjual Pulau” yang terbit di laman Detik News, Desember 2022, diterangkan bahwa kasus pelelangan Kepulauan Widi kepada pihak asing merupakan bentuk perampasan (ocean grabbing) pulau-pulau kecil.

Tahun 2018, Grafiti bertema “Selamatkan Pulau Pari” terlihat di dinding rumah warga di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. / Foto: Dhemas Reviyanto / Greenpeace

Diuraikan lebih lanjut Bennet et al (2015) menjelaskan, perampasan (ocean grabbing) pulau kecil merupakan tindakan pengambilan kontrol, akses, dan penguasaan ruang (space) perairan laut hingga sumber dayanya (resources) dari penggunan sebelumnya (masyarakat lokal/adat) kepada pemegang hak yang lain (pengusaha/pemilik modal).

Dengan begitu, pelelangan dan penjualan tersebut menfasilitasi terjadinya perampasan hak-hak masyarakat lokal/adat atas ruang dan sumber daya yang selama ini milik mereka. Tentunya tindakan tersebut merupakan praktik neoliberalisme terkait pengelolaan sumber daya alam, karena adanya liberalisasi pengelolaan melalui mekanisme kelembagaan, dimana hak masyarakat secara sengaja dilemahkan, diganti dengan kepemilikan pribadi (privatisasi) yang semakin menguat karena adanya dukungan pasar yang bermain (Bennet et al 2015, Knott & Neis 2016).

Bennet et al (2015) menjelaskan, perampasan dilakukan oleh lembaga publik atau aktor negara hingga kelompok kepentingan pribadi. Artinya melibatkan banyak pihak mulai dari pemilik modal, birokrat, hingga ujung tombak yang mengunggah ke situs online.

Dalam kasus pelelangan Kepulauan Widi diduga kuat adanya keterlibatan oknum pemerintah (aktor negara) bekerjasama dengan PT Leadership Island Indonesia (LII) selaku pihak yang melelang Kep. Widi disitus online Sotheby’s Concierge Auctions.***

Baca juga: Kepulauan Widi Dilelang: Akankah Privatisasi Pulau-Pulau Kecil Kembali Terjadi?

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan