Terjadi lagi! Tragedi Tumpahan Minyak oleh Pertamina di Pesisir Karawang

Kala matahari terbit di Pantai Sedari Karawang, saya melihat aktivitas yang cukup berbeda.

Bukan nelayan yang sibuk menurunkan hasil tangkapan laut tapi nelayan yang sedang membersihkan pesisir pantai dari tumpahan minyak yang mengeluarkan bau pekat.

Seketika bibir pantai berubah menjadi hitam, sepatu saya lengket dan kotor ketika menginjak minyak yang sudah bercampur pasir pantai dan air laut.

Tidak hanya nelayan tapi juga TNI dan masyarakat sekitar gotong royong membersihkan minyak di garis pantai .

Officers and villagers clean the beach contaminated by crude oil that was spilled from state energy giant Pertamina’s Offshore North West Java (ONWJ) .

Bencana lingkungan akibat tumpahan minyak tahun ini terjadi lagi sumbernya di sumur YYA-1 milik Pertamina Hulu Energi (PHE) di pesisir Karawang .

Terjadinya semburan dan tumpahan minyak di Karawang sudah berlangsung selama hampir beberapa pekan lamanya terhitung sejak 12 Juli lalu.

Pertamina memberikan upah kepada nelayan dan warga pesisir dengan mengerahkan dan membantu mengumpulkan minyak dengan upah RP 100.000-150.000 per hari.

PT. Pertamina juga memberikan janji akan ganti rugi (kompensasi) kepada nelayan dan para pelaku usaha tambak, tapi tidak ada kejelasan sampai saat ini kapan kompensasi itu tersebut akan diberikan.

Jelas warga pesisir terutama yang berprofesi sebagai nelayan sangat merugi, tidak bisa melaut karena lautnya tercemar.

Pesisir pantai kotor sehingga tidak ada pengunjung, semua warung dan rumah makan tutup.

Di Pantai Pelangi semua tambak udang dan ikan bandeng mati, mereka terpaksa menerima kenyaataan pahit atas petaka ini.

Tidak hanya itu, petani garam juga terpaksa menghentikan produksi akibat air lautnya beracun.

Dead fish after the pound was contaminated by crude oil that was spilled from state energy giant Pertamina’s Offshore North West Java (ONWJ).

Hutan mangrove juga rusak akibat terdampak tumpahan minyak. Warga yang menggantungkan kehidupannya pada usaha sektor pesisir dan laut terpaksa mengalami kelumpuhan ekonomi akibat bencana tumpahan minyak milik Pertamina ini.

Data dan rincian informasi penyebab utama kebocoran dan tumpahan minyak di Karawang tidak kunjung diungkap ke publik oleh pihak Pertamina.

Berapa jumlah minyak sebenarnya yang sudah mencemari laut Karawang dan sekitarnya?

Tentunya semua masyarakat juga butuh transparansi informasi yang harus dikeluarkan oleh pihak Pertamina. Sejumlah pertanyaan lain juga muncul dalam diri saya.

Berapa kerugian negara akibat rusaknya ekosistem pesisir dan laut pantai utara Jawa Barat?

Berapa kerugian secara ekonomi dan sosial warga yang terdampak dari bencana industri tersebut?

A villager rides motorcycle on the beach as he carries collected crude oil that was spilled from state energy giant Pertamina’s Offshore North West Java (ONWJ) block that has been polluting the sea for more three weeks at Sedari beach, in Karawang, West Java.

Tumpahan minyak merupakan bencana industri yang serius dan memiliki dampak yang fatal dan meluas. Dalam dua tahun terakhir berturut-turut Pertamina menjadi dalang utama dalam penyebab tumpahan minyak di Balikpapan dan Karawang .

Ada apa dengan Pertamina ?

Desak pemerintah untuk melakukan #AuditPertamina dan mendorong pihak Pertamina untuk segera mengungkap kronologi penyebab terjadinya kebocoran tumpahan minyak di Karawang dan melakukan pemulihan dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat pesisir Karawang .

Tandatangani petisi ini  act.gp/savekarawang dan dukung Greenpeace serta Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (Kormas) dalam mendesak Pertamina untuk segera melakukan transparansi informasi!

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan