Rencana Pertambangan PT. TMS dan Alasan Warga Pulau Sangihe Menolak

7 bulan setelah disahkannya UU Minerba No 3 Tahun 2020 yang baru serta 3 bulan setelah disahkannya UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 (Omnibus law).

Pemeritah pusat memerika izin pertamaga kepada PT. TMS pada Januari 2021. Pemerintah melalui kemetrian ESDM memerikan izin kotrak karya kepada PT. TMS seluas 42 ribu hektar yang artinya lebih dari setengah luas pulau Sangihe. Izin tersebut diberikan selama 33 tahun hingga 2052.

Dari perecanaan konsesi tambang emas di sangihe, wilayah Desa Bowone diproyeksikan menjadi lokasi pabrik pengolahan Mineral. Desa Bowone merupakan tempat tinggal dan sumber penghidupan bagi warga. Untuk mewujudkan recana itu PT. TMS berecana membeli lahan warga senilai 10 ribu rupiah per meter.

sangihe
Gunung Sahedaruman, Pulau Sangihe. / Foto: Tangkapan Layar Akun Youtube Watchdoc Documentary

Gunung Sahendaruman, Pulau Sangihe, merupakan hulu dari 70 sungai dan anak sungai yang mengalir ke 70 desa. Pemeritah telah menetapkan kawasan seluas 3.500 hektar ini sebagai hutan lindung. Selain itu, hutan ini juga merupaka habitat bagi burung endemik langka burung Niu.

Burung endemik Seriwang Sangihe atau burung Niu. / Foto: Fachry Nur Mallo

Namun sejak awal 2021 lalu Kawasan ini masuk dalam Kawasan izin tambang yang dikeluarkan pemerintah.

Apa yang Akan Terjadi Jika kawasan Gunung Sahendaruman, Pulau Sangihe Ditambang ?

Letak Gunung Sahendaruman, Pulau Sangihe. / Gambar: Tangkapan Layar Google Map

PT. TMS berencana akan menggunakan metode tambang terbuka di Kawasan Gunung Sahendaruman.

Maka proses penambangan akan diawali dengan membuka lahan, mengangkat atau memusnahkan vegetasi yang ada. Setelah itu proses penggalian pun dimulai.

Kawasan hutan yang hilang di daratan yang tinggi dengan perbukitan curam makan akan berpotensi mengakibatkan bencana.

Ketika turun hujan maka berpotensi terjadinya longsor serta mengakibatkan sedimentasi. Material atau sedimen ini akan terbawa ke laut dan menjadi endapan. Endapan inilah kemudian akan menutupi  terumbu karang dan mengancam kehidupan pada ekosistem terumbu karang tersebut.

Eksoistem terumbu karang yang kolaps tentunya akan berdampak pada rantai makanan yang ada, termasuk ikan-ikan yang selama ini menjadi sumber ekonomi bagi warga. Semetara di Pulau Sangihe 80% warga Sangihe tinggal di pesisir serta sebagian besar warga Sangihe hidup dari hasil laut.

pulau sangihe
Hamparan terumbu karang di Desa Petta, Kabupaten Kepulauan Sangihe yang terancam. / Foto: Deden Iman Wauntara / National Geographic Indonesia

Warga Pulau Sangihe Menolak Pertambangan

Ancaman terhadap ekosistem laut merupakan ancaman pula bagi sumber ekonomi warga.

“Jelas kami sebagai nelayan pasti akan terdampak, jelas dia punya dampak itu menurunkan hasil,” ujar Editon, nelayan Pulau Sangihe sebagaimana dikutip dari tayangan “Sangihe Melawan”, Watchdoc Documentary.

Salah seorang akademisi, Frans Ijong, mengatakan bahwa korporasi akan terus berambisi untuk dapat mengeruk kekayaan emas yang terkandung.

“Ambisi korporasi yang medapatkan bahwa disitu ada emas, maka mereka akan menggarapnya, dan ini sudah banyak terjadi di banyak tempat. Mereka akan mengeruk habis sampai memang kekayaan emas yang ada didalam itu habis. Bahka kalau mereka menemukan mineral lain lagi pasti mereka akan tertarik juga dan mereka terus akan menggali,” ujar Frans, Akademisi.

Berbagai ancaman ekologis yang mengancam kehidupan Pulau Sangihe tersebut, membuat masyarakat menolak. Muncullah gerakan Save Sangihe Island (SSI) guna menyelamatkan ruang hidup masyarakat yang selama ini mengandalkan hasil alam.

Perlawanan dimulai dengan dibuatnya petisi penolakan di platform change.org dimana hampir 150 ribu orang telah menandatangani petisi tersebut.

Perlawaan dari warga untuk menolak pertambangan di Pulau Sangihe. / Foto: Afriadi Hikmal / Greenpeace

“Pilihannya cuma 1, ya lawan. Jika kita diam, berarti kita menikmati apa yang kedepannya akan sangat menyesal. Dalam konteks perjuangan advokasi bersama masayarakat ini bukan hal mudah. Masyarakat itu pilihannya apa ? Pilihannya adalah melawan dengan kekuatannya sendiri kalo kemudian mereka tidak digiring ke jalur hukum itu pasti konflik horizontal akan terjadi dan biasanya aparat digunakan secara massif untuk menghajar rakyat biasanya, nah itu yang kemudian kita tidak mau,” ujar Jull Takaliuang, Inisiator Save Sangihe Island.***

Baca juga: Perjuangkan Nasib Pulau Sangihe, Koalisi Save Sangihe Island (SSI) Aksi Di Kantor ESDM RI Dan Kantor Kedutaan Kanada Di Indonesia

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan