Penangkapan Ikan Destruktif Masih Terjadi, Bahkan di Kawasan Konservasi Laut

penangkapan destruktif

Penangkapan ikan destruktif merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan laut dan penghuninya. Dalam 40 tahun terakhir sebesar 39 persen spesies laut menurun akibat praktik ini. Bukan hanya ikan yang tertangkap, habitat hancur lembur akibat praktik ini.

Meskipun kampanye 30×30 sekarang seharusnya berlaku penuh, yang berusaha untuk melindungi 30% lautan dunia pada tahun 2030, praktik jahat ini masih terjadi. Salah satu metode penangkapan ikan destruktif adalah dengan menggunakan pukat hela dasar, sebuah jala besar yang ditarik dengan kapal sepanjang dasar laut.

Bisa kita bayangkan jaring berbobot hingga lebar 650 meter diseret melintasi dasar laut, untuk menangkap ribuan ikan. Metode ini tentu sangat merusak habitat yang rentan seperti terumbu karang.

Kapal penangkapan ikan pukat dasar laut sebagai salah satu praktik perikanan yang paling merusak dan tidak berkelanjutan. / Foto: Pierre Gleizes / Greenpeace

Jaring tidak selektif dengan apa yang akan ditangkap, artinya hiu, penyu, mamalia laut, dan spesies langka lainnya ditangkap sebagai tangkapan sampingan. Kedua, terumbu karang hancur oleh beban beton dan simpanan karbon alami terganggu oleh gumpalan sedimen yang begitu besar.

Greenpeace Membuat Penghalang Batu Kapur Bawah Air untuk Hadang Penangkapan Ikan Destruktif

Penagkapan ikan ilegal dan merusak masih sering terjadi di perairan Inggris bahkan di dalam Kawasan Konservasi Perairan (KKP).

Greenpeace UK menjatuhkan 18 batu kapur ke dasar laut untuk memblokir penangkapan ikan industri yang merusak. / Foto: Kristian Buus / Greenpeace

Greenpeace UK berupaya mencegah penggunaan pukat hela dasar dengan menciptakan “barrier” yang terbuat dari batu-batu kapur besar yang secara sengaja dijatuhkan ke dasar laut.

Setidaknya ada 18 batu besar yang dijatuhkan ke dasar laut dalam upaya mengurangi aktivitas industri perikanan destruktif.

Greenpeace UK menjatuhkan 18 batu kapur ke dasar laut untuk memblokir penangkapan ikan industri yang merusak. / Foto: Kristian Buus / Greenpeace

Batu-batu tersebut diangkut dengan kapal “Arctic Sunrise” milik Greenpeace dan disebar di perairan Selat Inggris.

Higga saat ini, pemerintah Inggris telah melarang penggunaan pukat hela dasar di empat KKP dan sedang merencanakan larangan di 13 KKP lainnya di Inggris.

Aktivis Greenpeace mendesak untuk menghentikan penangkapan ikan destruktif. / Foto: Kristian Buus / Greenpeace

Greenpeace mendesak pemerintah Inggris dan pemerintah di seluruh dunia untuk melarang penangkapan ikan dengan pukat dasar di seluruh wilayah kawasan konservasi laut dengan cara pembatasan perizinan penangkapan ikan.

Dengan membatasi penangkapan ikan berskala besar, Greenpeace berharap dapat membantu nelayan-nelayan lokal di seluruh dunia untuk keberlanjutan mata pencaharian mereka.

Baca juga: Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan