Surat Lautan untuk Manusia: Bagian 2

surat lautan untuk manusia

Masih berisi surat lautan untuk manusia, pada bagian ini kulanjut dengan sebuah kisah yang lebih tragis. Ini tentang penghuni kami yang sering naik daun alias populer di kalangan penghuni daratan.

Kudengar, penghuni daratan melabelkan hiu kami sebagai ikan yang buas dan haus darah alias predator yang ganas. Anehnya, predator ganas itu terus saja berkurang kuantitasnya.

Aku kembali bingung, siapa yang ganas sebenarnya? Manusia atau para hiu? Harusnya jika hiu itu sangat buas, kuantitas manusia yang terus berkurang.

Tapi lihatlah, fakta lapangan yang terlihat justru manusia yang bersikap sangat buas terhadap hiu kami. Entah apalah alasan dibalik perburuan hiu yang sangat kejam ini. Penurunan jumlah hiu di laut membawa dampak yang sangat besar bagi ekosistem di laut.

Jika ikan hiu punah, maka ikan karnivora akan bertambah banyak. Dengan begitu, jumlah ikan-ikan kecil makanan ikan karnovora, akan menurun. Selain itu, kesehatan karang juga akan terganggu. Hal ini disebabkan alga yang semakin melimpah karena tidak ada ikan-ikan kecil yang memakannya.

surat lautan untuk manusia
Seekor Hiu Karang Sirip Hitam berenang di area mangrove Taman Nasional Komodo

Seringkali kami melihat hiu kami tergeletak di tengah lautan dengan keadaan kehilangan sirip. Penghuni daratan hanya mengambil sirip hiu kami yang katanya akan dijual dengan harga yang tinggi pada masa itu. Sedangkan bagian lain selain sirip hiu akan dilepaskan ke lautan luas. Sungguh ini kekejaman yang sangat nyata.

Hiu yang dikembalikan ke laut dalam kondisi tanpa sirip tidak mampu bergerak secara efektif, dan mereka akan tenggelam ke dasar laut dan meninggal karena sesak nafas akibat tekanan air laut dalam yang tinggi, atau dimakan oleh predator lain.

Perburuan sirip hiu dijadikan sumber pendapatan alternatif bagi kapal penangkap ikan karena sirip hiu bersifat ringan, berukuran kecil, namun memiliki harga yang sangat tinggi. diantaranya sirip dorsal, sirip pectoral, sirip pelvis, sirip anus, dan sirip caudal.

Aktivitas perburuan sirip hiu memotong hiu ketika hiu masih berada di air. Nelayan tidak akan mengambil daging hiu demi menyediakan ruang lebih banyak di atas kapal bagi sirip hiu lainnya. Padahal, Hiu termasuk hewan yang tumbuh, mencapai usia kematangan seksual, dan memiliki laju reproduksi yang lambat. Sifat ini menjadikan mereka rentan terhadap penangkapan ikan berlebih.

Jika hiu menghilang, ikan kecil populasinya akan meledak karena tidak ada yang memakan. Tak lama kemudian, sumber makanan mereka seperti plankton, mikroorganisme, udang kecil juga akan ikut menghilang Ketika itu terjadi, ganggang dan bakteri berpindah ke terumbu, menutupi karang sehingga tak bisa berfotosintesis. Karang akan mati yang akhirnya berubah menjadi batu kapur.

Tak hanya menjaga ekosistem habitat, hiu juga merupakan penghasil sumber pangan bagi hewan lain di lautan. Bangkai hiu yang hanyut adalah makanan bagi penghuni lautan lainnya. Selain itu, ketika bermigrasi hiu juga memberikan makanan bagi organisme di berbagai lokasi lautan melalui kotoran mereka yang kaya nitrogen. Banyak spesies juga yang kehilangan habitat.

Daerah perlindungan seperti hutan bakau digunakan untuk menampung populasi manusia yang terus bertambah. Habitat dasar laut dan terumbu karang juga dirusak dengan metode penangkapan ikan yang salah.

surat lautan untuk manusia
Volunteer Greenpeace beraksi di Jakarta

Jika sampai hiu hilang dari permukaan bumi, bukan hanya jaring makanan laut saja yang akan kena dampaknya. Tapi juga manusia.

Masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya. Hiu sama seperti hewan lainnya memiliki karakter kematian alami, namun yang paling berbahaya adalah jika tingkat kematian terjadi akibat penangkapan dalam jumlah besar melebihi jumlah kematian alaminya.

Meski banyak sekali penghuni daratan yang mungkin berpikir bahwa dunia lebih baik tanpa hiu, tetapi percayalah ini tidak seperti yang dibayangkan. Banyak dampak buruk yang bisa muncul dan kita akan kehilangan banyak hal setelah peninggalan hiu.

Pesan ini kutulis untuk penghuni daratan, bukan karena mereka tak paham tentang yang aku bicarakan. Aku paham betul tentang betapa cerdiknya manusia ciptaan Tuhan dengan akal yang begitu sempurna. Lautan dan kalian hanya perlu berdamai menyamakan persepsi, tujuan, dan kepesapakatan. Salam dari kami wilayah perairan.

Baca Juga: Surat Lautan untuk Manusia: Bagian 1

Editor: Jibriel Firman

Artikel Terkait

Tanggapan