Teror di bawah laut ini harus segera berhenti! #SaveSpermonde

(Ini merupakan pengalaman pribadi saya pada tahun 2016 di salah satu destinasi wisata selam, Kepulauan Spermonde)

Kepulauan Spermonde berlokasi di sepanjang Selat Makassar bagian selatan, membentang dari Kabupaten Takalar hingga Kabupaten Barru. Kata Spermonde ini sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu kata ‘Sperm’ (sperma)..

Karena pulau-pulau ini terkenal terlihat seperti pergerakan sperma yang berjejer jika dilihat dari udara. Gugusan pulau ini dikenal oleh masyarakat lokal dengan Kepulauan Sangkarang atau Kepualauan Pabbring [1].

Pada tahun 2016, saya mengikuti acara Reef Check Discovery Ecodiver yang diselenggarakan oleh Fisheries Diving Club Universitas Hasanuddin (FDC UNHAS). Acara ini terdapat dua agenda utama yaitu pertama talkshow bertemakan “Lautku vs Industrialisasi”

Pemateri disampaikan oleh Dr. Syafyuddin Yusuf ST., M.Si (Dosen FIKP UNHAS), Nesha Ichida (Divers Clean Action) dan Arifsyah M Nasution (Greenpeace Indonesia). Agenda kedua yaitu pengecekan ekosistem terumbu karang menggunakan metode Reef Check.

Pada hari kedua kegiatan Reef Check, cuaca sangat cerah hingga tidak ada yang sanggup menatap matahari secara langsung. Awan-awan tipis menghiasi langit, tanda tidak akan turunnya hujan. Di tengah hamparan birunya laut, saya dan kawan-kawan telah bersiap untuk melakukan pengecekan kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Sanane.

Saya saat mencatat kondisi terumbu karang
sumber gambar: https://www.fdcunhas.com/talk-show-and-reef-check-discovery-ecodiver-2016

Kami semua tampak senang karena sebentar lagi kami akan melakukan penyelaman. Menyelami laut yang biru dan jernih serta dihiasi oleh warna-warninya terumbu karang. Ikan-ikan pun melimpah di ekosistem terumbu yang sehat. Tingginya keragaman biodiversitas ini hanya terdapat di kawasan segitiga karang dunia, termasuk Kepulauan Spermonde di dalamnya.

Semuanya baik-baik saja pada hari itu. Suasana mulai berubah ketika panitia yang sedang memasang transek permanen di bawah air melaporkan bahwa ada yang melakukan pengeboman.

Panitia lainnya, dibantu oleh kapten kapal, menemukan sumber suara bom tersebut. Sumber suara berasal dari kapal nelayan yang berjarak kurang lebih 2 km dari kapal kami.

Suasana kapal kami yang tadinya ramai menjadi hening seketika. Tidak lama kemudian ledakan kembali terdengar oleh semua orang di atas kapal. Suara bomnya terdengar tidak terlalu keras, namun getarannya sangat terasa hingga kapal kami.

Setelah ledakan kedua, fokus kami buyar semua. Ada yang panik, ada yang menenangkan suasana dan ada juga yang berusaha mencari lokasi alternatif. Banyak dari kami yang ingin melaporkan kejadian tersebut namun kami tidak tahu harus melapor ke siapa.

Di saat itu, kami merasa sedih dan kecewa karena tidak bisa mengentikan pelaku perusak terumbu karang. Kami pasrah dengan hancurnya ekosistem terumbu yang rusak sehabis di bom, dan hanya bisa berharap hal tersebut tidak terjadi lagi di masa depan.

kondisi terumbu karang setelah aktivitas pengeboman.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan terumbu di Kepulauan Spermonde?

Kita bisa dukung petisi #SaveSpermonde di tautan http://act.gp/savespermonde untuk meminta pemerintah pusat dan daerah, mengambil langkah cepat penyelamatan Spermonde dari berbagai ancaman.

Selain itu kamu juga bisa membagikan informasi mengenai maraknya kegiatan penangkapan ikan yang merusak ekosistem seperti menggunakan bom dan bius.

Bagi kamu yang tinggal di Kepulauan Spermonde dan Makassar, kamu bisa melakukan restorasi ekosistem terumbu atau berkontribusi dalam kegiatan transplantasi karang.

Yuk kita sama-sama menghentikan Destructive fishing!

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan