Avicennia, si Api-Api Tak Cemberut Lagi

Avicennia seringkali terlihat cemberut. Dia enggan berbicara dengan teman-temannya. Saat Bakau, Bogem, dan Rhizophora mengajaknya berbicara, dia diam seribu bahasa. Bahkan akhir-akhir ini dia seakan lupa bagaimana caranya tersenyum.

“Dik, apa kamu ada masalah disekolah?” tanya Marina (Nama lain dari api-api putih ), sang kakak.

“Aku malu sekali Sis, di sekolah teman-teman sering mengolok-olokku,” kata Avicennia.

“Loh, memangnya apa yang salah?” balas kakak.

“Keluarga kita bentuknya aneh. Akar kita tidak sekokoh mangrove yang lainnya. Aku malu, sangat malu Kak,” rengeknya.

“Duhai Adikku, omongan-omongan negatif tak perlu terlalu diperdulikan,” jawab Marina dengan bijak.

Suasana kawasan mangrove di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. / Foto: Ratno Sugito

Suatu sore, Dusun Mangrove Tercinta mengadakan sebuah perkumpulan gawat darurat. Perkumpulan ini diadakan untuk membahas isu abrasi yang berdampak tidak baik dan cukup mengkhawatirkan penduduk di sekitar pantai.

Rapat ini diadakan di rawa mangrove, para tetua dan seluruh pendudukan Dusun Mangrove Tercinta sudah berkumpul.

Mereka berbincang mengenai daratan yang mulai terkikis abrasi. Setelah beberapa jam mengadakan rapat, akhirnya para tetua adat memutuskan agar masing-masing klan dari mangrove dapat bersiaga dan mengambil tempat masing-masing.  Tetua adat juga menyampaikan agar klan Avicennia bersiaga di garda terdepan.

“Bagaimana Api-api, apakah klan kalian bersedia?” tanya tetua adat.

Namun tidak terdengar sahutan gagah dan berani dari Api-api. Semua hadirin dalam rapatpun turut mempertanyakan mengapa Api-api tidak terlihat. Ini tidak seperti biasanya.

Api-api merupakan mangove yang selalu turut aktif dalam kegiatan per-mangrovan. Seperti biasa, dalam rapat pasti ada saja yang mengadakan rapat. Sama halnya pula dengan Tancang dan teman-temannya.

“Akar kami sudah tak terlalu kuat lagi menyentuh lumpur,” ucap Tancang dengan lantang.

“Walaupun  akar kami bisa membuat daratan baru, namun tak sehebat akarnya Api-api,” sahut Bogem.

“Kau benar, kita butuh Avicennia si Api-api untuk mencegah terjadinya abrasi di daratan,” kata mereka serentak.

“Hei, dimana Api-api? Apa ada yang melihatnya?” tanya Rhizophora.

Siswa Paud menanam mangrove. / Foto : Ratno Sugito

“Astaga tampaknya dia masih kesal oleh bercandaan kita kemarin,” balas Bakau.

“Kita harus segera menemui Api-api dan meminta maaf padanya,” ajak Rhizophora.

“Ya tentu saja kita harus meminta maaf padanya, kurasa kita memang sudah kelewatan,” balas Bogem.

Keesokan harinya, para mangrove menemui Api-api dan kakaknya. Namun tampaknya Api-api masih merasa kesal karena ejekan teman-temannya itu.

Berkat bujukan dari Kakaknya, Marina yang bijak itu akhirnya Api-api mau memaafkan teman-temannya. Mereka pun kembali berteman dekat.

Kesalahpahaman diantara mereka sudah terselesaikan. Setelah mengobrol santai beberapa saat, mereka juga menyamapaikan maksud dan tujuan lainnya kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan amanah dari tetua adat.

“Bantulah pesisir ini sungguh aku belum menemukan klan mangrove lain yang bisa menjebak lumpur sekaligus membuat daratan baru untuk mencegah terjadinya abrasi. Akar-akar kalian memang lebih kecil tetapi akar kalian rapat sehingga lumpur bisa terendap dengan sangat sempurna. Jenis dari kalian juga lebih disukai oleh para petambak,” jelas Bogem.

“Benarkah? Apakah kalian hendak mengerjaiku lagi?” sahut Api-api tak percaya.

“Ya tentu saja, kali ini kami serius. Ketahuilah kami hanya iri denganmu karena itu tempo hari kami mengolok-olok bentukmu,” balas Bakau.

“Kamu tidak aneh, kamu hanya memiliki keunikan dan kelebihan dari jenis mangrove lainnya,” sambut Tancang.

“Sebegitu hebatkah aku,” tanya Api-api masih tidak percaya.

Suasana kawasan mangrove di Kecamatan Meuraksa Kota Banda Aceh. / Foto: Ratno Sugito

“Tentu saja. Bahkan para leluhurku mengabarkan jika klan kalian banyak sekali berperan dalam mengatasi erosi pantai,” tambah Tancang.

“Kak Marina, aku baru tahu kalau kita memiliki kemampuan istimewa seperti itu. Sekarang aku sudah sadar Kak. Aku berjanji tidak akan cemberut dan pesimis lagi,” sahut Api-api penuh percaya diri.

Marina hanya tersenyum bijak, dia tampak senang melihat senyuman adiknya kembali merekah. Sementara itu, mangrove lainnya saling berpandangan dengan terharu. ***

Baca juga: Ekosistem Mangrove: Pelindung Pesisir Hidup yang Merupakan Bagian Karbon Biru

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Tanggapan