Laut yang Tersisa di Kota Jakarta
Peliknya kondisi lingkungan di Kota Jakarta rasanya semakin menurunkan asa bagi siapapun yang ingin hidup sehat dan tentram. Bagaimana tidak, kondisi lingkungan dengan kompleksitas tertinggi terjadi di sini, hingga sampai pada prediksi bahwa Jakarta akan mengalami fase tenggelam akibat peningkatan muka air laut yang diakibatkan perubahan iklim.
Pantai Marunda, ini kali pertama saya berkunjung. Pantai ini terletak di Cilincing, Jakarta Utara. Pantai ini merupakan pantai publik yang tersisa di kota ini.
Saya berkunjung bersama 5 orang kawan-kawan Greenpeace Indonesia yang akan mendampingi mahasiswa Binus yang tergabung dalam Binus English Club (BNEC) untuk melakukan kegiatan bersih-bersih Pantai Marunda dan mengaudit merk dari sampah-sampah plastik yang bercecer di sepanjang pantai ini.
Marunda Tercemar Abu Batubara
Kami tiba pagi hari di Marunda dengan menggunakan bus Universitas Binus. Turun dari bus kami disuguhkan pemandangan bangunan-bangunan tinggi yang itu adalah rumah susun Marunda.
Rumah susun sekilas tampak rapi, namun sayangnya di sekeliling jalan yang kami lalui menuju area pantai sudah tampak jelas sampah – sampah plastik berserakan dan mengapung di atas air.
Cerita tentang Rusun Marunda, ada hal pelik yang baru saja melanda warga rusun. Pada bulan Maret lalu warga Rusun Marunda mengeluhkan polusi debu batubara dari salah satu perusahaan di pelabuhan.
Diberitakan oleh Detik News, polusi batu bara di sini bisa sebanyak satu gelas setiap 2 hari. Polusi itu menyebabkan lingkungan rusun penuh dengan debu atau abu batubara yang bahaya untuk kesehatan.
Menurut keterangan warga, banyak penghuni mulai merasakan perih di mata dan batuk karena polusi abu batu bara yang hadir setiap hari di wilayah ini. Polusi batubara berbahaya bagi kesehatan penghuni terutama kepada anak-anak bahkan balita. Abu batu bara membuat warga harus selalu menutup pintunya dan mengepel lantai lebih sering untuk meminimalisir polusi.
Warga tak tinggal diam, Maret lalu warga melaporkan kejadian polusi batubara ini kepada pihak pemerintah. Higga pada 7 September 2022 lalu diberitakan lagi terkait polusi ini oleh Kompas bahwa PT Karya Citra Nusantara (KCN) telah menyebabkan pencemaran abu batubara di Marunda, Jakarta Utara dan sudah tidak lagi beroperasi.
Sementara terkait kembali datangnya abu batubara ke kawasan Marunda pasca penutupan KCN, Dinas LH DKI masih menelusuri penyebabnya. Belum bisa dipastikan apakah abu tersebut berasal dari PT KCN yang sedang memindahkan batu bara.
Fakta ini lantas menambah rasa takut saya dan lebih hati-hati saat berkunjung ke pantai ini.
Kami terus berjalan menuju utara hingga tiba di Pantai Marunda Publik. Koordinator lapangan kegiatan bergegas berkoordinasi dengan warga dan petugas kebersihan yang sudah tiba lebih dulu.
Usai dilakukan pengarahan, kegiatan pun segera dilakukan. Terlihat warga sekitar hingga petugas kebersihan pun berpartisipasi.
Sampah plastik berserakan di atas batu-batu pantai, di permukaan air hingga banyak terselip di pohon mangrove. Peserta terlihat semangat melakukan kegiatan walaupun di bawah terik matahari dan panasnya udara Jakarta.
Sampah plastik sangat beragam, mulai dari kantong kresek hingga sachet kemasan dari brand – brand perusahaan besar.
Lagi-lagi sachet kemasan dari brand Indofood, unilever, dan mayora ditemukan telah mencemari Pantai Marunda.
Sampah plastik menjadi persoalan pelik hingga saat ini. Capek rasanya melihat plastik-plastik ini yang hampir selalu ada berserakan di pantai-pantai yang pernah saya kunjungi.
Belum saja abu batubara yang mencemari kawasan Marunda ini. Sungguh sangat disayangkan, Pantai dan laut Marunda yang tersisa di Kota Jakarta, juga menjadi korban plastik-plastik yang sulit dihilangkan ini.***
Tanggapan