Deforestasi: Harga Mahal yang Tak Mampu Kita Bayar

Bayangkan Ketika kamu terbangun dari tidurmu, tak ada lagi warna hijau disekelilingmu. Dunia tanpa hutan. Udara terasa lebih panas, air bersih kian langka, dan keanekaragaman hayati perlahan lenyap. Sayangnya, ini bukan fiksi. Bukan sekedar khayalan. Ini adalah konsekuensi nyata dari deforestasi. Harga mahal yang tak mampu kita bayar.
photo by: freepik.com @wirestock
Deforestasi: Ancaman Nyata bagi Kehidupan
Hutan adalah paru-paru dunia, berperan menjaga keseimbangan kualitas udara serta menjadi rumah bagi jutaan spesies hewan dan semacamnya. Namun, laju deforestasi global terus meningkat. Menurut Global Forest Watch pada tahun 2023, dunia kehilangan sekitar 3,7 juta hektare hutan tropis hanya dalam satu tahun, setara dengan luas Islandia. Cepatnya laju deforestasi di Indonesia juga sangat mencemaskan. Tahukah kalian bahwa data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 292.000 hektar hutan pada tahun 2023. Luasnya jauh melebihi kota Bandung yang memiliki luas 2.367 km2. Entah siapa yang patut dimintai pertanggung jawaban?
Lantas, apa penyebab derasnya laju deforestasi? Salah satu penyebab utama deforestasi adalah industri kelapa sawit dan pertambangan. Menurut laporan Greenpeace, sekitar 3,12 juta hektare hutan di Indonesia telah dikonversi menjadi perkebunan sawit dalam dua dekade terakhir. Selain itu, pembalakan liar dan kebakaran hutan semakin memperparah krisis ini. Kebakaran seakan menjadi wujud amarah alam atas setiap kerusakan.
Angka-angka ini bukan statistik belaka. Mereka mencerminkan kenyataan pahit di balik kerakusan industri dan kelalaian manusia. Yang perlu kita ingat, bahwa kerusakan yang terjadi di Alam tak bisa dihargakan. Mungkin saja kita bisa membeli lahan hutan yang rindang untuk membangun properti, tetapi apakah itu setimpal dengan kerusakan yang ditimbulkan? Mampukah kita membayar dampaknya? Hutan mungkin bisa kita beli, tapi kerusakan yang menyertainya? Itu harga yang tak akan pernah mampu kita bayar.
Lalu apa yang harus kita lakukan? Artikel berisi opini dan akan mengulas secara mendalam tentang harga mahal tak mampu kita bayar atas kerusakan akibat deforestasi serta solusi yang dapat diimplementasikan untuk menyelamatkan ekosistem kita. Semua ini ditulis atas dasar keresahan saya, mungkin sebagian dari kalian juga merasakannya.
Salah satu konsekuensi terbesar dari deforestasi adalah meningkatnya emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer yang mempercepat pemanasan global. Hutan menyimpan sekitar 2,6 miliar ton CO2 setiap tahunnya. Ketika pohon ditebang atau dibakar, karbon yang terlepas berkontribusi terhadap pemanasan global. Menurut laporan Global Forest Watch, pada 2022 deforestasi di daerah tropis menyebabkan pelepasan sekitar 2,7 miliar ton CO2. Angka yang setara dengan emisi bahan bakar fosil tahunan India. Ironinya, Indonesia termasuk dalam lima besar negara penghasil emisi karbon terbesar akibat deforestasi. Hal ini merupakan penodaan terhadap julukan Indonesia sebagai “Paru – paru Dunia”.
Hutan adalah rumah bagi lebih dari 80% spesies darat di dunia. Ketika hutan ditebang, banyak spesies kehilangan habitatnya dan diambang. Harimau Sumatera, orangutan, dan badak bercula satu adalah contoh spesies yang terancam punah akibat deforestasi. Tidakah kita merasa berdosa? WWF melaporkan bahwa populasi harimau Sumatera kini hanya tersisa sekitar 400 ekor di alam liar. Kehilangan habitat juga mendorong mereka untuk berkelana mencari tameng keamanan hingga pemukiman warga.
Tak hanya berdampak bagi para hewan. Hutan dengan peran vital dalam mengatur siklus air menjadi tameng manusia dari bala serta bencana dengan akar yang mencegah potensi erosi. Derasnya laju deforestasi berakibat pada derasnya bala bencana. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa sepanjang 2023 sebanyak lebih dari 1.500 kejadian banjir dan longsor di Indonesia berkaitan langsung dengan deforestasi. Contohnya Banjir di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Apakah semua itu terjadi hanya atas kehendak alam? Atau disebabkan adanya kerusakan?
Sudahkah dirimu sadar dan bergetar dengan deretan faktanya? Jika belum cukup, coba renungkan kutipan berikut “Jika pohon terakhir telah ditebang, sungai terakhir telah tercemar, dan ikan terakhir telah ditangkap, barulah kita sadar bahwa uang tidak bisa dimakan.”
Deforestasi bukan anak kecil yang bisa dihentikan hanya dengan bentakan dan omongan. Tentunya, Langkah nyata serta kerja sama amat diperlukan. Lantas, apa saja langkahnya?
Jika kamu bagian dari pemerintah, kamu harus memperketat peraturan terkait pengelolaan hutan dan menetapkan sanksi yang setimpal terhadp pelanggarannya. Aktivitas alih fungsi hutan juga harus benar-benar diperhatikan. Pekalah! Hutan butuh pemulihan. Penanaman kembali hutan yang telah rusak menjadi langkah penting dalam memulihkan ekosistem. Dalam aksinya, masyarakat adat dan komunitas lokal harus diberikan hak kelola hutan yang lebih besar. Mereka telah terbukti sebagai penjaga hutan yang lebih efektif dibandingkan korporasi besar. Tak hanya berfokus pada pemulihan, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan dan dampak deforestasi melalui kampanye, pendidikan, dan gerakan social juga perlu digalakkan.
Saatnya Bertindak!
Sadarilah, semua dampak tersebut sudah kita rasakan. Deforestasi bukan sekedar masalah lingkungan, tetapi juga ancaman terhadap kelangsungan hidup. Untuk mewujudkan semua wacana perbaikan tentu diperlukan kesadaran yang mengakar kuat. Kita perlu bertindak sekarang. Jika tidak, generasi mendatang akan mewarisi bumi yang panas, sumber daya alam yang terbatas, dan rentannya bencana yang ganas.
Kita tidak bisa lagi menutup mata dan berharap masalah ini akan hilang dengan sendirinya. Tentunya ini bukan hal yang mudah untuk diatasi. Mulailah dari diri sendiri: menanam pohon disekitarmu, menyuarakan pentingnya konservasi, serta mendukung kebijakan perlindungan hutan. Mari kita jadikan dunia ini tempat yang lebih baik dengan reforestasi berkala dan menjaga hutan yang tersisa. Keberhasilan upaya perbaikan bergantung pada kesadaran, semangat, dan konsistensi kita dalam bertindak. Sadarilah: Seberapa berharganya hutan. Karena tanpa hutan, kita tak memiliki masa depan.
Tanggapan