Mikroplastik, Masalah Makro bagi Megafauna Laut
Plastik, permasalahan tanpa akhir. Kita semua pasti sudah menyadari dampak besar yang dihasilkan oleh pencemaran plastik, mulai dari banjir yang kerap terjadi saat musim penghujan hingga terancamnya satwa di laut.
Inovasi penggunaan plastik secara komersil digadang-gadang dapat menyelesaikan masalah penebangan pohon sebagai bahan baku kantong belanja kertas.
Daya tahan dari material ini diharapkan dapat menggantikan penggunaan kantong kertas yang mudah rusak. Sayang sungguh disayang, inovasi ini justru membuat permasalahan baru.
Plastik yang diharapkan dipakai berulang justru menjadi sekali pakai. Daya tahan plastik yang merupakan kekuatan terbesarnya malah membuat permasalahan baru di alam.
Alam tidak mampu untuk mendegradasi plastik secepat kertas, butuh ratusan hingga ribuan tahun untuk menghancurkan plastik secara alami.
Seiring berjalannya waktu, alam mampu untuk memecah plastik menjadi ukuran yang lebih kecil. Pecahan plastik yang berukuran kurang dari setengah sentimeter inilah yang disebut sebagai mikroplastik.
Selain berasal dari pecahan plastik yang lebih besar, mikroplastik juga dapat bersumber dari plastik yang dibuat dengan ukuran kecil seperti scrub pada sabun wajah.
Sampah plastik yang tidak diolah dengan baik akan terbawa menuju aliran sungai dan akan terbawa lagi menuju laut.
Setelah memasuki ekosistem laut, sampah plastik berukuran besar ataupun mikroplastik tidak dapat dibedakan oleh hewan laut dari makanan mereka.
Salah satu kategori hewan yang terdampak oleh peristiwa ini adalah filter feeders yang menggunakan teknik filter feeding.
Filter feeding merupakan teknik yang digunakan bermacam hewan di laut untuk makan. Air laut disaring dan kemudian makanan akan tersangkut di insang.
Mikroplastik tentu akan menjadi ancaman yang besar bagi hewan yang menggunakan teknik ini untuk mencari makan dikarenakan hewan-hewan filter feeder akan menyaring air laut dan seluruh kandungan yang ada di dalamnya termasuk mikroplastik.
Beberapa megafauna laut seperti pari yang termasuk famili Mobulidae, paus yang termasuk famili Baleanidae, dan beberapa spesies hiu menggunakan teknik filter feeding untuk mencari makan.
Spesies-spesies ini dapat dikategorikan sebagai flagship species atau spesies-spesies karismatik yang dapat dijadikan maskot untuk upaya konservasi, tetapi sayangnya 2/3 dari spesies tersebut masuk ke dalam daftar merah yang dibuat oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature). Timbulnya permasalahan mikroplastik tentu akan menambah kerentanan spesies-spesies tersebut.
Mikroplastik yang ditelan oleh hewan-hewan ini akan menimbulkan permasalahan-permasalahan serius di tubuh mereka.
Mikroplastik yang tertelan akan menutup permukaan saluran pencernaan mereka dan mengurangi penyerapan nutrisi oleh tubuh mereka.
Mikroplastik yang tertelan juga dapat menyebabkan kerusakan mekanis dari saluran pencernaan mereka. Selain itu, mikroplastik juga mengandung zat zat yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh makhluk hidup.
Zat zat berbahaya ini mampu menyebabkan kerusakan seluler, terhambatnya pertumbuhan, serta mampu mengganggu kemampuan reproduksi mereka.
Hewan hewan megafauna cenderung memiliki rentang waktu hidup yang cukup lama. Hal ini dapat menyebabkan terakumulasinya mikroplastik serta zat zat berbahaya sepanjang hidup mereka.
Terakumulasinya mikroplastik serta zat berbahaya akan membahayakan mereka seiring bertambahnya usia.
Kita tidak akan tahu apakah mereka mampu bereproduksi dan mempertahankan eksistensi spesies mereka sebelum mikroplastik merenggut nyawa mereka.
Ilmuwan dunia akan terus mempelajari dampak-dampak dari plastik, aktivis lingkungan akan terus menyuarakan permasalahan plastik, pemerintahan akan membuat regulasi-regulasi mengenai plastik.
Lantas, apa yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat biasa untuk ikut serta dalam permasalahan plastik ini?
Mari kita kurangi penggunaan plastik dan ajak kerabat serta teman kita untuk juga mengurangi penggunaan plastik demi laut yang lebih baik.***
Baca juga: Asah Daya Pikir dengan Bermain Pasir Pantai
Editor: J. F. Sofyan
Tanggapan